Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tangerang - Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama Koalisi Masyarakat Sipil membacakan somasi terbuka terhadap pemilik pagar di laut di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten. Pembacaan yang disertai aksi simbolis pencabutan beberapa batang bambu dari lokasi pagar laut ilegal itu dilakukan pada Senin, 13 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Riset dan Advokasi Publik LBHAP PP Muhammadiyah, Gufroni, menyatakan tindak pemagaran ilegal di laut ini menyebabkan dampak serius bagi lingkungan dan kehidupan sosial. Terlebih panjang pagar saat ini telah terbentang lebih dari 30 kilometer atau setara hampir separuh panjang pesisir Tangerang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Harus segera dibongkar karena tentu mengganggu kehidupan nelayan yang menggantungkan hidup dari hasil laut di wilayah tersebut," katanya di lokasi pagar laut itu, Senin.
Bukan hanya berdampak kepada para nelayan, menurut Gufroni, pemagaran juga merampas hak akses publik terhadap masyarakat yang melintasi area tersebut. "Ini jelas berpotensi melanggar hukum dan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengelolaan wilayah pesisir dan kelautan," ujarnya.
Gufroni menegaskan, jika dalam waktu 3x24 jam pemilik tidak membongkar pagar dan mencabuti kembali barisan bambu-bambu itu, LBHAP PP Muhammadiyah dan Koalisi Masyarakat Sipil akan membuat laporan pidana di Mabes Polri atas dugaan pemanfaatan ruang laut tanpa izin dan tindakan yang merugikan kepentingan umum.
Pelaporan akan membawa serta bilah bambu yang telah mereka cabut dari lokasi pagar laut sebagai barang bukti. "Selain pidana, kami juga akan mencoba jalur perdata guna hak-hak masyarakat dipulihkan," katanya menambahkan.
Gufroni dan kelompoknya berlayar ke lokasi pagar laut ilegal itu diantara kapal milik nelayan. Mereka menyusuri pagar dari Tanjung Pasir menuju Tanjung Kait, Kabupaten Tangerang. Terjangan ombak yang cukup kencang tak menyurutkan aksi untuk mencapai titik pagar ilegal yang sebelumnya telah disegel oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Sebelumnya, Dinas Kelautan Perikanan (DKP) Provinsi Banten membeberkan indikasi pelanggaran dari pemagaran laut di pesisir wilayah Kabupaten Tangerang, Banten. Pagar ditemukan terbuat dari bilah-bilah bambu setinggi enam meter dan hingga kini telah terbentang sepanjang 30,16 kilometer melewati wilayah 16 desa di enam kecamatan di daratan.
Pagar laut terpasang di kawasan pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, 11 Januari 2025. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Pagar juga mengkaveling tujuh zona kawasan pemanfaatan umum: pelabuhan laut, perikanan tangkap, pariwisata, pelabuhan perikanan, pengelolaan energi, perikanan budidaya dan rencana waduk lepas pantai. "Indikasi pelanggaran kegiatan pemagaran laut ini karena diduga tidak memiliki dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pengelolaan Ruang Laut (PKKPRL)," kata Kepala DKP Provinsi Banten Eli Susiyanti, Rabu 8 Januari 2025.
Adapun Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Kusdiantoro menyebut pemagaran laut di pesisir Tangerang merupakan indikasi adanya upaya orang untuk mendapatkan hak atas tanah di laut secara tidak benar. "Tidak sesuai dengan praktik internasional menurut United Nations Convention on the Law Of the Sea (UNCLOS) 1982," katanya dikutip dari isi makalah yang dipaparkan di sebuah diskusi.
Saat itu Dinas maupun Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan pemagaran laut itu sudah berlangsung selama tiga bulan. Tapi, berdasarkan catatan Tempo, nelayan telah mengeluhkan adanya aktivitas pematokan di tengah laut itu pada 2023.