Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Membalak Hutan, Menjala Bencana

Hutan gundul penyebab banjir bandang di Mojokerto. Dijarah masyarakat atau Perhutani?

8 Desember 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AIR hitam bergelora itu sudah berlalu. Yang tersisa adalah bongkahan bebatuan berselimut lumpur beralaskan pasir yang berceceran. Jejak kaki dua ekor anjing pelacak membekas hingga delapan kilometer jauhnya. Hewan milik Kepolisian Daerah Jawa Timur itu bersama tim gabungan SAR (search and rescue) hingga akhir pekan lalu menyisir tiap jengkal bebatuan dan onggokan pasir di wilayah aliran sungai di kawasan wana wisata dan pemandian air panas Pacet,Mojokerto, Jawa Timur, berharap ada korban tanah longsor yang masih bisa diselamatkan.

Bencana di hari Rabu sore pekan lalu itu menelan sedikitnya 26 korban jiwa, melukai puluhan lainnya, dan memporak-porandakan berbagai bangunan di sekitar aliran Sungai Mojosari. Seorang saksi mata bercerita, sejak pagi kawasan pemandian air panas Pacet diguyur hujan rintik-rintik. Tempat yang terletak di lereng Gunung Arjuno dan Welirang ini hampir selalu dipenuhi pengunjung. Selain jaraknya hanya 75 kilometer dari Surabaya, harga karcisnya pun terjangkau. Dengan Rp 3.600, seorang pengunjung bisa masuk dan berendam di air panas yang dipercaya bisa menyembuhkan berbagai penyakit, sepuasnya. Tak aneh, meski mendung menggelayut, pengunjung yang tengah berlibur Lebaran tetap menyemut.

Hujan tumpah selepas azan asar. Cuma sebagian wisatawan yang meninggalkan kolam yang hangat beraroma belerang itu. Hanya dalam hitungan detik, diiringi bunyi gemuruh yang dahsyat, air bah yang mengangkut longsoran tanah dan potongan kayu gelondongan menggerus dari bukit di lereng Gunung Welirang yang berada persis di atas kolam. Derai tawa berubah menjadi jerit, tangis, dan gema takbir yang kemudian lenyap ditelan keperkasaan gelora alam.

Siapa yang bersalah? "Ini musibah, tidak ada yang paling bertanggung jawab," kata F.X. Trijanto, Administrator Perhutani KPH Pasuruan, yang mengelola wana wisata dan pemandian air panas Pacet, berkomentar seusai bencana. Tidak demikian bagi Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur, Syafrudin Ngulma Simeuleu. Katanya, tak bisa dimungkiri ada kelalaian dan kebohongan yang telah dilakukan oleh pengelola wana wisata yang mengakibatkan jatuh korban. Masalahnya, ini bukan kejadian yang pertama. Lima tahun lalu, bahkan seminggu sebelumnya, tanah Gunung Welirang sudah ambrol memenuhi separuh tinggi kolam pemandian. Apa yang dilakukan pihak pengelola? Mereka buru-buru membersihkan bak pemandian. Rezeki saat libur Lebaran pantang ditolak.

Pada waktu pembersihan, menurut Syafrudin, pengelola memang memberikan informasi di pintu masuk. Namun isinya menyatakan penutupan sementara kawasan itu karena ada renovasi, tak pernah disebut ada tanah longsor yang perlu dikeruk. Hari itu juga, ujar Syafrudin,diadakan pertemuan antara Perhutani dan Pemerintah Daerah Kabupaten ojokerto. Saat pertemuan inilah Perhutani memberikan informasi bahwa kawasan wisata sudah layak dibuka pada liburan Lebaran. Alasannya, longsor yang terjadi 4 Desember lalu tidak terlalu parah. Selain itu, menurut Kepala Seksi Humas PT (Persero) Perhutani Unit II Jawa Timur, Sutowibowo, berdasarkan pemantauan lapangan, tanda-tanda bakal terjadinya bencana itu tidak ada.

Celakanya, saat tempat wisata dibuka kembali, Perhutani tidak memberikan peringatan baik tertulis maupun lisan kepada pengunjung tentang adanya kemungkinan banjir bandang dan tanah longsor. Ditambah lagi tidak ada pengawasan petugas di tempat-tempat yang diperkirakan bakal tertimpa longsoran.

Ketiadaan petugas pengawas ini diakui Trijanto. Menurut dia, pihaknya tak menugasi secara khusus pegawainya supaya mengawasi pengunjung yang sedang berendam di pemandian air panas. Petugas yang setiap harinya berjumlah delapan orang disebar sebagai penjual dan penyobek tiket di dua pintu gerbang, penjaga parkir, serta petugas keamanan.

Bahkan ketika hujan turun pun, "Tak ada petugas yang memberi peringatan akan bahaya longsor,'' ujar Teguh Lasono, 29 tahun, seorang korban yang selamat dari amuk bandang. Teguh amat menyesalkan sikap pihak pengelola yang tidak pernah memberi informasi bahwa kawasan itu baru saja tertimpa longsor. "Kalau tahu, saya tidak akan ke sana," kata pria ini, yang kehilangan istri dan mertuanya dalam bencana tersebut. Setelah bencana menerpa, barulah lokasi wisata itu ditutup untuk selamanya berdasarkan perintah dari Gubernur Jawa Timur Imam Utomo.

Penyebab utama banjir disertai tanah longsor ini, menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup Nabiel Makarim, adalah rusaknya hutan di sekitar kawasan wisata. Bencana ini, kata Nabiel, tak hanya terjadi di Mojokerto tapi juga mengintip di wilayah lain di Pulau Jawa yang punya potensi banjir dan longsor serupa (lihat Wilayah yang Diintip Bahaya). Trijanto dan Syafrudin juga sependapat bahwa biang kerok bencana di Mojokerto adalah penggundulan hutan.

Secara kasatmata, botaknya hutan pegunungan di atas kawasan wisata Pacet memang jelas terlihat. Penyebabnya, kata Sutowibowo, adalah penjarahan kayu yang berlangsung sejak tahun 1998—gejala sosial yang memang banyak terjadi di berbagai daerah sejak beberapa tahun lalu. Sedikitnya 15 hektare hutan sudah dijarah. Belum lagi 115 hektare hutan yang rusak akibat kebakaran. "Petugas tak berdaya karena berhadapan dengan massa yang banyak," kata Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi Provinsi Jawa Timur, Suprawoto.

Namun, Syafrudin menuding bukan rakyat, melainkan pihak Perhutani, yang paling banyak menyebabkan kerusakan hutan. "Yang paling bertanggung jawab adalah Perhutani karena melakukan sistem tebang habis," tuturnya. Hutan yang sudah ditebang ini tak bisa pulih dengan penghijauan yang dilakukan Perhutani. Syafrudin mencontohkan bagaimana sistem monokultur yang diterapkan Perhutani telah mengubah fungsi hutan menjadi cuma sebatas kebun.

Jadi? Nabiel memilih bersikap hati-hati. Pihaknya akan menyelidiki apakah ada peran Perhutani dalam penggundulan hutan. Ataukah, seperti kata Suprawoto, Perhutani tidak mampu mengawasi dan mencegah penggundulan oleh pihak lain. Penyelidikan yang harus dituntaskan dengan segera agar bencana Pacet tak merambat ke tempat lain.

Agus Hidayat, Bibin Bintardi, Adi Mawardi,Zed Abidin(Mojokerto)


Wilayah yang Diintip Bahaya

TAK hanya kawasan Pacet di Mojokerto yang perlu diwaspadai di saat musim penghujan. Sejak hujan mengguyuri Pulau Jawa mulai Oktober lalu, di beberapa tempat di Jawa Barat dan Jawa Tengah sudah terjadi banjir dan longsor dalam skala yang kecil. Mana saja wilayah yang patut Anda hindari?

POTENSI BANJIR MUSIM HUJAN OKTOBER 2002 - MARET 2003
Provinsi Kabupaten/Kota Potensi
Banten Kab. Lebak Sedang
Banten Kab. Lebak Tinggi
Banten Kab. Serang Sedang
Banten Kab. Tangerang Sedang
Banten Kodya Tangerang Sedang
DI Yogyakarta Kab. Bantul Tinggi
DI Yogyakarta Kab. Kulonprogo Tinggi
DI Yogyakarta Kab. Sleman Tinggi
DI Yogyakarta Kodya Yogyakarta Tinggi
DKI Jakarta Kodya Jakarta Barat Sedang
DKI Jakarta Kodya Jakarta Pusat Sedang
DKI Jakarta Kodya Jakarta Selatan Sedang
DKI Jakarta Kodya Jakarta Timur Sedang
DKI Jakarta Kodya Jakarta Utara Sedang
Jawa Barat Kab. Bandung Sedang
Jawa Barat Kab. Bandung Tinggi
Jawa Barat Kab. Bogor Sedang
Jawa Barat Kab. Ciamis Tinggi
Jawa Barat Kab. Cirebon Sedang
Jawa Barat Kab. Indramayu Sedang
Jawa Barat Kab. Majalengka Sedang
Jawa Barat Kab. Majalengka Tinggi
Jawa Barat Kab. Pandeglang Sedang
Jawa Barat Kab. Purwakarta Tinggi
Jawa Barat Kab. Sukabumi Tinggi
Jawa Barat Kab. Sumedang Sedang
Jawa Barat Kab. Sumedang Tinggi
Jawa Barat Kab. Tasikmalaya Sedang
Jawa Barat Kab. Tasikmalaya Tinggi
Jawa Barat Kodya Bekasi Sedang
Jawa Barat Kodya Bogor Sedang
Jawa Barat Kotip. Ciamis Tinggi
Jawa Tengah Kab. Banyumas Tinggi
Jawa Tengah Kab. Brebes Sedang
Jawa Tengah Kab. Brebes Tinggi
Jawa Tengah Kab. Cilacap Sedang
Jawa Tengah Kab. Cilacap Tinggi
Jawa Tengah Kab. Demak Sedang
Jawa Tengah Kab. Grobogan Sedang
Jawa Tengah Kab. Grobogan Tinggi
Jawa Tengah Kab. Kendal Tinggi
Jawa Tengah Kab. Klaten Tinggi
Jawa Tengah Kab. Magelang Tinggi
Jawa Tengah Kab. Purworejo Tinggi
Jawa Tengah Kodya Semarang Tinggi
Jawa Tengah Kotip. Cilacap Tinggi
Jawa Timur Kab. Madiun Sedang
Jawa Timur Kab. Mojokerto Sedang
Jawa Timur Kab. Ngawi Sedang

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus