GAYA hidup kaum pengusaha pelabuhan Tg. Priok umumnya sudah
banyak berobah. Terutama sejak 3 bulan terakhir ini mereka
kelihatan prihatin, menahan diri dan membatasi pengeluaran.
Restoran mewah, rumah bilyar dan tempat santai lainnya - semua
itu sudah makin dijauhi mereka. Bahkan untuk main golf, yang
seringkali dikaitkan dengan bisnis, mereka pun sudah jarang.
Bisnis itu sendiri dirasakan sangat berkurang di Tg. Priok.
Arus kapal di sana masih tetap stabil tapi sebagian arus
barangnya sudah beralih ke Cakung, 12 km dari pelabuhan utama
itu. Pengalihan itu--kini disebut orang sebagai "pencakungan"
berdasar Inpres no. 12/1977 (TEMPO, 14 Januari)--terutama
berlaku untuk barang impor berasal dari pelabuhan Asia, termasuk
Jepang, Hongkong dan Singapura.
kompleks pergudangan di Cakung yang dibangun pemerintah dengan
investasi Rp 45 milyar kini tak begitu sepi lagi seperti halnya
sebelum Januari. Ini bisa diketahui dari pendapatan Bea Cukai
Wilayah X (Cakung) yang meningkat dari bulan ke bulan.
Sebaliknya, di Tg. Priok penghasilan BC Wilayah IV menurun dari
rata-rata Rp 18 milyar per bulan pada tahun 1977 ke Rp 16 milyar
pada bulan Januari dan Rp 10,5 milyar per Pebruari.
Bahkan tampak tanda-tanda bahwa BC Cakung mengejar, memperkecil
selisih pendapatannya dibanding dengan BC Priok. BC Cakung
menghasilkan, umpamanya, Januari Rp 5,3 milyar, Pebruari Rp 7
milyar dan sampai pertengahan Maret Rp 5 milyar.
Bagi kaum pengusaha EMKL, pengalihan ke Cakung ini berarti harus
menambah urusan dari satu ke dua tempat untuk menyelesaikan
dokumen. Ini mengakibatkan ongkos kerja bertambah, sedang
dokumen belum pasti bisa diselesaikan lebih cepat.
Bagi kaum operator gudang lini I dan sambungannya, ini berarti
kerugian besar. Gudang mereka tadinya selalu penuh tapi kini,
menurut laporan satu pejabat di Priok, menyediakan cukup ruang
untuk orang, jika mau, bermain bola. Karyawan mereka pun kini
tampak santai dan berleha-leha.
PT Tri Sari, satu EMKL yang merangkap operator gudang di situ,
mulai berpikir untuk mempercepat masa pensiun bagi karyawannya.
Ia melayani pergudangan untuk perusahaan pelayaran Jakarta Lloyd
dan Samudera Indonesia. Dan ruang gudangnya kini terisi sekitar
25%, dibanding 80% sebelum masa "pencakungan" dimulai bulan
Januari.
Mulai April
PT EMKL Dahan, juga operator gudang di situ, tadinya sanggup
mengisi 90% tapi kini cuma 25%, suatu kemerosotan yang pasti
mendebarkan jantungnya. Namun pimpinan PT Dahan masih
memberanikan diri untuk menampung gudang yang sudah tidak
sanggup diurus oleh rekan operator lainnya. Manajemennya menaruh
harapan bahwa bisnis akan baik kembali dengan tibanya anggaran
(pemerintah) baru mulai April ini. Sebelum April, demikian
perhitungannya, pihak importir biasanya menahan diri.
PT Pesaka Veem selama ini mengelola barang-barang berbahaya a.l.
bahan kimia. Gudangnya kini hanya berisi sekitar 10%. Tapi
pimpinannya juga tetap optimis, malah ingin meneruskan rencana
untuk menambah areal pergudangannya di Jl. Yos Sudarso.
PT Agung Raya dan Veem Perca tadinya memiliki gudang lini I
(sambungan) yang terpaksa dibongkar. Ia membangun gudang baru
guna menyesuaikan dengan usaha modernisasi pelabuhan, tentu
dengan kredit bank sebesar Rp 350 juta (masa tenggang 6 bulan).
Gudangnya yang baru hanya bisa diisi sekitar 25%, sedang dulu
kemampuannya (di gudang yang sudah dibongkar) mencapai 80%. Maka
kini Pl itu pasti pusing memikirkan kewajibannya membayar
sukubunga dan mencicil pada bank.
Dalam keadaan sulit sekarang, kaum pengusaha di Tg. Priok masih
berada pada tahap prihatin dan merobah gaya hidup. Mereka belum
sampai mengadakan rasionalisasi, menyusutkan' jumlah karyawan.
"Semoga," demikian satu karyawan berdoa, "majikan kami tetap
optimis."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini