Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Pakai Koteka di Ruang Sidang, Kenapa Arkeolog Ini Mendukung?

Menurutnya, koteka di Papua sama halnya dengan baju batik. Simak penjelasannya.

17 Januari 2020 | 15.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Balai Arkeologi Papua Hari Suroto mengatakan bahwa koteka adalah pakaian tradisional yang harus dilestarikan. Dia menanggapi konflik di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat saat seorang terdakwa asal Papua mengenakan koteka dan dilarang oleh majelis hakimnya. 

Hari yang juga dosen antropologi di Universitas Cendrawasih, Jayapura, menyatakan mengapresiasi seseorang yang mengenakan koteka di acara formal. "Menurut saya koteka itu sama halnya dengan baju batik," ujarnya kepada Tempo, Kamis, 16 Januari 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Papua, Hari mengungkapkan, koteka sering dikenakan dalam acara-acara seperti peresmian gedung gereja atau untuk memeriahkan pelantikan pastor di gereja. Di Kota Jayapura, dia menambahkan, sebagian mahasiswa sudah mulai mengenakan koteka selama di ruang kuliah, "Dan itu sah-sah saja menurut saya," kata arkeolog lulusan Universitas Udayana, Bali itu.

Hari menerangkan, koteka secara legal formal sudah diakui dan ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) per 2015 lalu. Kategorinya sebagai ketrampilan dan kemahiran kerajinan tradisional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pembukaan Kongres XIV KNPI di Papua Tarian tradisional Papua yang dipentaskan pada momentum penyambutan tamu. Penarinya merupakan kaum pria asal Papua yang menggunakan koteka. Tarian ini dipentaskan pada momentum pembukaan Kongres XIV KNPI, 24-28 Februari 2015, di Jayapura. (ANTARA)

Atas dasar itu, menurut Hari, pemakaian koteka tidak boleh dibatasi. Sebaliknya, harus diberi ruang seluas-luasnya, dan diperbolehkan bebas berekspresi dengan budayanya. "Terbuat dari labu air, tanaman yang sudah dibudidayakan pada masa prasejarah sejak 7.000 tahun yang lalu, koteka adalah jati diri dan identitas suku-suku bangsa di pegunungan tengah Papua," kata pria berusia 39 tahun ini.

Koteka merupakan busana atau pakaian yang diwariskan secara turun temurun hingga ke generasi milenial suku-suku bangsa di pegunungan tengah Papua. Saat ini, Hari menyebutkan, koteka menjadi bentuk adaptasi dan kearifan lokal suku-suku bangsa yang hidup di wilayah ekologis pegunungan tengah Papua yang juga memiliki karakteristik berbeda dengan lainnya.

Adalah terdakwa perkara makar, Anes Tabuni dan seorang lainnya, yang hadir di persidangan mengenakan koteka pada Senin, 6 Januari 2020. Saat ditegur majelis hakim, keduanya berkukuh dan menyatakan akan mengenakan koteka selama proses persidangan. "Saya sidang berikutnya tetap akan pakai koteka karena ini budayaku," kata Anes saat itu.


Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus