Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Panen Porang Disebut Sampai Rp 200 Juta per Hektare, Petani: Bibit Mahal

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengungkap hasil menjanjikan dari komoditas yang sedang booming, porang.

21 Juni 2021 | 17.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (kiri) memperlihatkan umbi porang saat meninjau pabrik pengolah porang PT Asia Prima Konjac di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Kamis 17 Juni 2021. Menteri Pertanian Syahrul melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Madiun antara lain meninjau pabrik pengolah porang PT Asia Prima Konjac dan bertemu petani porang. ANTARA FOTO/Siswowidodo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengungkap hasil menjanjikan dari komoditas yang sedang booming, porang. Menurutnya, dalam delapan bulan pertama komoditas jenis umbi itu bisa menghasilkan Rp 40 juta per hektare, delapan bulan kedua Rp 80 juta, dan delapan bulan ketiga bisa sampai Rp 200 juta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Syahrul menjadikan porang sebagai contoh dalam arahan yang diberikannya untuk pemerintahan di daerah-daerah, Sabtu 19 Juni 2021. Dia mengatakan pemimpin daerah harus bisa merancang konsep pembangunan pertanian secara terukur dan tepat sasaran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada tiga arahan pengembangan sektor pertanian yang disampaikannya yakni konsolidasi antarpemimpin daerah, merancang konsep tepat guna serta memanfaatkan penggunaan alat mesin pertanian, dan yang terakhir, mampu menghitung komoditas apa saja dalam memenuhi kebutuhan pasar ekspor.

"Seorang pimpinan daerah harus bisa menembus pasar internasional, dan bukan hanya menembus pasar nasional," ujarnya.

Itu artinya, menurut Syahrul, seorang pemimpin daerah harus jeli dan pintar dalam menentukan produk pangan lokal yang memiliki potensi ekspor. Contoh selain porang yang disodorkannya adalah kunyit merah yang saat ini disebutkannya dibutuhkan masyarakat dunia.

Secara terpisah, Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Kendari, Sulawesi Tenggara, N. Prayatno Ginting, mengungkap kalau saat ini porang asal Indonesia berhasil menembus pasar Cina, Jepang, Taiwan dan Korea Selatan. Tercatat pada 2019, volume ekspor porang sebanyak 11.721 ton dengan nilai Rp 644 miliar, kemudian meningkat pada 2020 sebanyak 20.476 ton dengan nilai Rp 924,3 miliar.

"Peluang pasarnya terbuka lebar, kami siap mengawal porang dari Kabupaten Konawe Kepulauan masuk pasar global juga," kata Ginting.

Kepala Dinas Pertanian Konawe Kepulauan Muhammad Tahrir menuturkan, ada 653 petani yang telah melakukan budidaya porang di wilayahnya. Terbagi ke dalam 136 kelompok, total produksi mereka sejauh ini 50-60 ton sekali panen per kelompok. Seluruhnya diakui masih sebatas dipasarkan ke pasar domestik, ke Surabaya.

"Dengan pembekalan teknis ekspor dari Karantina Pertanian Kendari semoga bisa ekspor dan petani Konkep bisa mendapat nilai tambah," katanya.

Lahan budidaya porang milik petani di Lampung Selatan. ANTARA/HO

Dari Sumatera Selatan, Ketua Asosiasi Petani Porang, Rabik, juga mengatakan kalau selama ini produk komoditas porang dari daerah ini masih sebatas tujuan Pulau Jawa. Distribusi berasal dari area produksi 100 hektare dengan jumlah petani sekitar 35 orang.

Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah menetapkan Kabupaten Banyuasin sebagai sentra budidaya tanaman porang. Daerah yang terkenal sebagai sentra padi tersebut dijadikan proyek percontohan pertanian umbi porang.

Seorang petani porang asal Lampung Selatan, Winner Silalahi, mengungkap permintaan ekspor porang dalam bentuk chips memang belum sepenuhnya dapat terpenuhi. Namun dia mengungkap pula catatannya berupa biaya pembibitan yang masih mahal.

Pekerja melakukan aktivitas di pabrik pengolah porang PT Asia Prima Konjac di Desa Kuwu, Balerejo, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Kamis 17 Juni 2021. Pabrik tersebut mampu mengolah 80 hingga 200 ton umbi porang basah perhari atau 24 ribu ton hingga 60 ribu ton per tahun menjadi 12 ton keripik dan dua ton tepung porang per hari atau 3.600 ton keripik dan 600 ton tepung porang per tahun. ANTARA FOTO/Siswowidodo

Menurut dia, butuh kerja sama dengan perusahaan jika ingin mengejar kebutuhan ekspor tersebut. Ini karena, untuk bibit porang jenis katak, harganya saat ini dapat mencapai Rp 250 ribu per kilogram dan mencapai Rp 800 ribu untuk bibit yang berasal dari bunga.

"Dengan bekerja sama dengan perusahaan kita bisa lebih terbantu, karena tidak bingung harus menjual hasil panen," katanya sambil menambahkan saat ini kontrak dengan perusahaan sudah dilakukan untuk menyerap panen porang milik petani yang ada di sejumlah kabupaten di Lampung dengan luasan mencapai 50 hektare per daerah.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus