Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MUHAMMAD Raafi belum lega meski Raffi Ahmad, selebritas sekaligus bos RANS Entertainment, menyatakan mundur dari rencana pembangunan komplek resor di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penggagas petisi online “Tolak Pembangunan Resort Raffi Ahmad di Gunungkidul!” di Change.org ini menilai pernyataan Raffi Ahmad tak berarti rencana pembangunan hotel dan 300-an vila mewah di kawasan karst tersebut batal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami tidak tahu, apakah akan dialihkan ke investor lain," kata Raafi pada Kamis, 13 Juni lalu. "Jadi kita harus tetap mengawal ini."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, melalui Instagram pada Selasa, 11 Juni lalu, Raffi Ahmad menyatakan menarik diri dari proyek beach club. Dia menegaskan bisnisnya harus sesuai dengan peraturan. "Terutama harus dapat memberikan manfaat yang baik untuk seluruh masyarakat Indonesia," kata dia dalam video berdurasi 1 menit 18 detik itu.
Pernyataan Raffi itu merespons masifnya penolakan terhadap rencana proyek bertajuk "Bekizart" tersebut. Hingga Selasa dinihari, 18 Juni lalu, petisi penolakan yang diinisiasi Muhammad Raafi—anggota komunitas Gunungkidul Melawan–sejak Maret lalu sudah ditandatangani oleh 66.249 orang, dari target 75 ribu orang.
Tempo telah berupaya meminta penjelasan langsung dari Raffi Ahmad ihwal penolakan masyarakat dan pengunduran dirinya dari proyek tersebut. Namun dia tak merespons pesan yang dikirimkan melalui Whatsapp dan Instagram. Manajer Raffi, Prio Bagja Anugrah, setali tiga uang.
Adapun Raafi kini menunggu sikap Bupati Kabupaten Gunungkidul, Sunaryanta. "Apakah beliau juga mau melindungi kawasan karst dengan stop pemberian izin pembangunan di kawasan karst atau malah sebaliknya?”
Hal serupa dilontarkan Deputi Direktur Walhi Yogyakarta Dimas R. Perdana mengatakan masih menunggu realisasi atas pernyataan Raffi. Dimas mendesak calon investor lain segera membatalkan rencana pembangunan resor dan klub pantai di kawasan bentang alam karst Gunungkidul serta Gunung Sewu bagian timur yang merupakan kawasan lindung geologi itu.
Area Gunungsewu. Dok.Antara
Mengancam Kawasan Lindung Geologi
Rencana pembangunan resor bernama Bekizart itu dipublikasikan Raffi di akun Instagram-nya pada 16 Desember 2023. Kajian awal Walhi Yogyakarta, kata dia, menemukan adanya dugaan pelanggaran Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta oleh Bekizart. Berdasarkan kajian pola ruang dan struktur ruang, lokasi Bekizart berada di kawasan peruntukan pertanian serta bukan peruntukan pariwisata.
“Kami berharap Raffi bisa menggunakan pengaruhnya untuk mengajak investor lain membatalkan proyek yang berpotensi merusak lingkungan ini,” tutur Dimas, Kamis, 13 Juni lalu.
Investor lain yang dimaksudkan Dimas adalah pengembang Drini Park dan Stone Valley by Heha. “Kami juga meminta komitmen Bupati Gunungkidul untuk menolak pemberian izin pembangunan di kawasan lindung nasional tersebut dan lebih transparan dalam tata kelola perizinan di kawasan itu,” kata dia.
Dimas menyebutkan, berdasarkan kajian Walhi Yogyakarta, rencana pembangunan resor itu akan menabrak Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 17 Tahun 2012 tentang Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK). Aturan itu menyatakan bahwa KBAK adalah kawasan lindung nasional sehingga pemanfaatannya tidak boleh berpotensi merusak kawasan tersebut.
Kawasan bentang alam karst Gunung Sewu, kata Dimas, terbentang dari Wonosari, Yogyakarta, Wonogiri, hingga Pacitan serta mencakup tiga provinsi, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. "Total luasnya mencapai 13 ribu kilometer persegi, yang menjadikannya sebagai lanskap karst terluas kedua di Indonesia," katanya.
Karst Gunung Sewu, kata Dimas, identik dengan bentuk kubah atau kerucut. Menurut dia, bentuknya unik karena berbeda dengan conical karst di tempat lain, seperti di Kosta Rika atau Filipina. Adapun jumlah kubahnya diperkirakan mencapai 40 ribu. "Saat musim hujan tiba, doline (jenis karst berupa lekukan di permukaan akibat pelarutan dan peruntuhan) di kawasan karst Gunung Sewu akan terisi air dan membentuk ratusan telaga."
Telaga-telaga tersebut, kata dia, sebagian besar bersifat musiman, hanya berair selama musim hujan. Sedangkan sisanya bersifat perenial atau berair sepanjang tahun. "Pada musim kemarau panjang, telaga karst musiman akan benar-benar mengering, sedangkan telaga karst perenial hanya akan mengalami penurunan volume dan mutu air," katanya.
Menurut Dimas, dampak alih fungsi karst dapat menimbulkan rusaknya daya tampung dan daya dukung air. Pada peta KBAK Gunung Sewu bagian timur, wilayah kapanewon (Kecamatan) Tanjungsari, kata Dimas, mempunyai zona-zona rawan bencana banjir dan ambles. "Pembangunan klub pantai Bekizart dapat memperbesar potensi terjadinya banjir dan tanah longsor karena menghilangnya daya dukung serta daya tampung di wilayah Tanjungsari."
Dimas menyebutkan fungsi karst ini berkaitan dengan carbon capture dan carbon storage. Sebagai bagian dari proses carbon capture, kata dia, vegetasi dan tanah yang melimpah di kawasan ini berperan dalam menyerap karbon dioksida (CO2) dari atmosfer melalui fotosintesis serta proses alami lainnya. Potensi penyerapan karbon di kawasan ini cukup tinggi, dengan perkiraan mencapai 29 juta ton setara CO2.
Adapun fungsinya sebagai penangkap karbon, kata Dimas, kawasan karst Gunung Sewu menyimpan sekitar 24,7 juta ton karbon di batuan karbonat dan 4,3 juta ton karbon di tanahnya. "Kondisi geologis dan ekologis kawasan ini memberikan kesempatan yang unik untuk mempertahankan karbon dalam jangka waktu lama, memperlambat peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer," dia mengungkapkan.
Pakar karst dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Eko Haryono, mengatakan kawasan karst di Gunungkidul saat ini merupakan bagian dari modal sosial untuk kehidupan masyarakat sekitar dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada umumnya. Masyarakat, kata Eko, sangat bergantung pada sumber daya yang disediakan oleh kawasan karst, baik untuk kegiatan pertanian, hunian, maupun kegiatan pariwisata.
Menurut dia, sebagian besar penduduk penghuni kawasan karst memiliki mata pencarian petani. Ia menyebutkan peri kehidupan masyarakat bergantung pada kawasan karst untuk menanam tanaman semusim dalam memenuhi kebutuhan sehari-sehari, seperti padi, ketela, jagung, dan kacang tanah. "Fungsi lain yang paling utama adalah memberikan sumber air bagi masyarakat, baik dari mata air maupun sungai bawah tanah, seperti di Gua Baron, Bribin, Seropan, dan Pace," kata Eko, Ahad, 16 Juni lalu.
Guru besar di Fakultas Geografi UGM ini mengatakan pengembangan pariwisata merupakan pilihan terbaik yang dikembangkan di kawasan karst dibanding pertambangan. Namun, kata dia, kegiatan pariwisata yang tak ramah lingkungan, khususnya dalam pengelolaan limbah, dapat mengancam kualitas sungai bawah tanah. "Solusi terbaik adalah melalui tata ruang detail yang mengarahkan pemanfaatan ruang yang terkendali, khususnya bagi perlindungan sumber daya air," tutur Eko.
Di tingkat nasional, Eko menyarankan Kementerian ESDM segera menerbitkan peraturan yang mengatur pemanfaatan kawasan karst secara lebih detail. Saat ini, KBAK sebagai kawasan lindung belum diikuti oleh arahan pemanfaatan dan pengelolaannya. "Alokasi industri berbahan baku batu gamping juga perlu diarahkan ke luar Jawa untuk mengurangi tekanan kawasan karst di Pulau Jawa," dia mengungkapkan.
Lokasi proyek beach club Raffi Ahmad di Gunungkidul, 13 Juni 2024. Dok. detik.com/Muhammad Iqbal Al Fardi
Rencana Revisi Tata Ruang
Bupati Gunungkidul Sunaryanta sebelumnya telah menegaskan bahwa proyek beach club itu baru sebatas rencana investasi dan belum ada permohonan perizinan. "(Beach club) Raffi Ahmad itu baru rencana mau investasi di tempat itu, izin belum ada," kata Sunaryanta kepada wartawan, Rabu, 12 Juni 2024.
Ihwal foto beredar yang menarasikan sudah ada proses peletakan batu pertama sebagai simbol proyek telah berjalan, Sunaryanta juga membantahnya. "Tidak ada (peletakan batu pertama), kalau ada pasti ada acara resmi, (rombongan Raffi) ke sana (lokasi rencana proyek) hanya mau melihat Gunungkidul indahnya seperti ini," kata dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gunungkidul Hary Sukmono mengatakan pengembangan pariwisata di kawasan karst Gunung Sewu telah tercantum dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Gunungkidul. Namun, kata dia, peruntukan bagi pariwisata atau sektor lainnya di kawasan karst itu harus berpatokan pada kesesuaian ruang atau peruntukan ruangnya.
"Kesesuaian ruang atau peruntukan tata ruang itu diatur dalam peraturan daerah tata ruang atau RTRW Kabupaten dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten (RDTRK) di kawasan karst itu. Di situ sudah ada peruntukan, pengaturannya apa," kata Harry yang dihubungi Tempo, Sabtu, 15 Juni lalu.
Selanjutnya, kata dia, "Kawasan karst adalah kawasan lindung geologi sehingga kegiatan yang ada di kawasan karst sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, harus dilengkapi dengan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan atau amdal."
Untuk bisa memanfaatkan kawasan karst di Gunungkidul, Harry menyebutkan, pihaknya tengah berupaya merevisi Perda RTRW dan Perda RDTRK. Dia memastikan revisi tersebut akan disertai kajian lingkungan hidup strategis sehingga peruntukan kawasan karst tetap melihat aspek lingkungan.
"KBAK Gunung Sewu, yang ada di Gunungkidul, yang luasnya 757,13 kilometer persegi itu menjadi bagian dari revisi tata ruang kita. Dengan demikian, alih fungsi dan peruntukan yang ada di situ tentu saja berkaitan dengan peruntukan yang ada di tata ruang. Ini mari kita cermati apa yang diatur dalam tata ruang kawasan karst tersebut," ujarnya.
IRSYAN HASYIM | PRIBADI WICAKSONO (YOGYAKARTA)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo