Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Saran Guru Besar UI, Hindari Kriminalisasi Masyarakat Adat di RUU Konservasi

Kita harus dapat memberdayakan masyarakat sekitar kawasan konservasi

27 Mei 2024 | 13.27 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Guru Besar Universitas Indonesia, Jatna Supriatna. Dok. Humas UI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Guru besar bidang biologi konservasi di Universitas Indonesia (UI) Jatna Supriatna mengatakan perumusan Rancangan Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (RUU KSDAHE) perlu memperhatikan komitmen internasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Komitmen itu, kata Jatna, seperti Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati (CBD), Konvensi Ramsar, Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Service (IPBES) dan Global Biodiversity Framework seperti 30 by 30, OECM (Other Effective-area based Conservation Measures) dan lain lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Versi draft terbaru RUU KSDAHE membuat spesies menjadi tiga kategori sudah cukup baik dan dapat didorong, namun dengan catatan bahwa daftarnya di-update secara regular berdasarkan informasi terkini yang sahih (best available information)," kata Jatna kepada Tempo, Ahad, 26 Mei 2024. 

Pada era digital ini, menurut Jatna, dengan adanya teknologi IoT, Landsat, Gene editing, dan lainya perlu diantisipasi bagaimana membuat monitoring dan biodiversity prospecting yang lebih baik, sehingga tidak selalu menjadi debat kusir dengan peneliti-peneliti asing.

Jatna menyarankan untuk mengadopsi right-based approach agar kasus kriminalisasi masyarakat tradisional yang masuk ke dalam kawasan konservasi tidak terjadi lagi. "Sebaliknya kita harus dapat memberdayakan masyarakat sekitar kawasan konservasi," ujarnya.

Selain itu, Jatna menyarankan dana yang berhasil dikumpulkan baik dari pemanfaatan maupun pungutan sebaiknya dikumpulkan menjadi satu trust fund khusus untuk konservasi.

"Dengan demikian tidak selalu memberatkan pemerintah bila kawasan konservasi bertambah luasnya dan mengefektifkan penegakan hukum dan pengembangan ekonomi dari jasa lingkungan dan pemanfaatan seperti ekowisata, bioprospeksi dan lainnya," ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat, Anggia Erma Rini, mengatakan pembahasan Rancangan Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya bakal rampung pada masa sidang berikutnya, setelah DPR sedang menjalani reses hingga 13 Mei 2024.

Menurut Anggia, rapat pembahasan terakhir berlangsung pada 19 Maret lalu. Dia mengatakan ada beberapa poin yang masih menjadi perdebatan dalam rapat pembahasan di internal Komisi IV, terutama permintaan Komisi IV agar perusakan lingkungan tidak dianggap sebagai kejahatan tunggal.

Ia menyebutkan jika kejahatannya sudah bertumpuk, maka pemidanaan atau pemberian sanksi diberikan secara akumulasi. "Tapi hukum kita tidak bisa memperlakukan seperti itu. Jadi ini masih jadi perbincangan dengan teman-teman di Kemenkumham," ungkapnya.

Irsyan Hasyim

Irsyan Hasyim

Menulis isu olahraga, lingkungan, perkotaan, dan hukum. Kini pengurus di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, organisasi jurnalis Indonesia yang fokus memperjuangkan kebebasan pers.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus