Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEYAKINAN itu begitu cepat menguap. Dua bulan lalu, sejumlah pejabat Thailand masih percaya tanggul dan kanal akan sanggup menjauhkan Bangkok dari banjir. Saat itu banjir yang dikirim dari hulu Sungai Chao Phraya diramal hanya akan menaikkan muka air setinggi dua meter.
"Tanggul kami bisa menahan perubahan tinggi muka air sungai hingga tiga meter," kata Sukhumbhand Paribatra, Gubernur Bangkok, kepada Bangkok Post ketika itu. Tapi cuaca gampang berubah. Curah hujan di Thailand kali ini jauh lebih tinggi.
Menurut data Badan Meteorologi Thailand, curah hujan di wilayah utara, timur laut, dan timur berkisar 45 persen lebih tinggi dari rata-rata normal sepanjang September lalu. Wilayah inilah—misalnya Provinsi Phitsanulok, Nakhon Sawan, dan Udon Thani—yang menjadi daerah tangkapan air Chao Phraya. Sejak awal September lalu, Provinsi Phitsanulok, Sukhotai, Lampang, Phra Nakon si Ayutthaya, Suphan Buri, dan Nakhon Sawan terendam air. Inilah banjir terburuk di Negeri Gajah Putih selama beberapa puluh tahun terakhir.
Ketika daerah hulu terendam, tinggal soal waktu saja air akan menyerbu Ibu Kota Bangkok, yang berada di wilayah hilir. Ribuan sukarelawan urun tenaga menumpuk tanggul karung pasir di sepanjang sungai dan kanal di Bangkok. "Ketika Gubernur mengatakan kami tinggal punya waktu 48 jam, saya pikir kami tak bisa menunggu saja banjir itu datang. Maka saya ambil cuti dan menjadi sukarelawan," kata Suriya Termchoksap, karyawan perusahaan teknologi informasi IBM.
Lebatnya hujan kali ini memang meleset dari perkiraan Badan Meteorologi Thailand. Somchai Baimoung, wakil direktur lembaga ini, berkilah radar dan perangkat pengendus sinyal cuaca miliknya sudah kelewat uzur. Dua tahun lalu, mereka menyorongkan proposal penggantian sistem peramal cuaca ke pemerintah Thailand. Tapi usul itu tak bersambut. "Jika kami punya perangkat baru, itu sangat membantu," katanya kepada Bloomberg. "Tidak ada yang menyangka hujan musim ini begitu deras."
Tak biasanya puncak musim hujan di Thailand jatuh pada September dan Oktober. Marjuki, Kepala Sub-Bidang Diseminasi Informasi Agroklimat dan Iklim Maritim di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, mengatakan musim hujan di Thailand biasanya mulai Mei dan berakhir pada Oktober. "Puncak hujannya di Agustus dan September," kata Marjuki, Rabu pekan lalu.
Ada beberapa faktor iklim yang "bergotong-royong" menyeret awan hujan besar ke daratan Thailand. Yang paling berpengaruh, seperti tahun-tahun sebelumnya, adalah monsun barat daya. Saat daratan di anak benua India, Burma, dan sebagian Thailand memanas, sementara perairan Samudra Hindia cenderung mendingin, perbedaan tekanan udara akan mendorong angin bertiup dari Samudra Hindia menuju Pakistan, India, Burma, Thailand, dan ujung Pulau Sumatera. Angin ini membawa banyak awan hujan.
Pada rentang waktu yang sama, menurut Marjuki, muncul zona-zona bertekanan udara rendah di sekitar Filipina, Thailand, Vietnam, hingga India. Zona bertekanan rendah inilah yang memicu kelahiran badai Nock-ten, Hai-ma, Haitang, dan Nesat, yang menghantam Vietnam dan Thailand sejak akhir Juli lalu. Walaupun tak berlangsung lama, badai juga menggerojokkan hujan. Monsun dan badai bersatu, banjirlah ujung-ujungnya.
Marjuki memperkirakan, satu minggu ke depan monsun barat daya akan bertahan pada tingkat sedang hingga kuat, sehingga wilayah Thailand bagian tengah dan timur tetap masih berlimpah hujan. "Potensi banjir masih besar," katanya.
LAIN tanah, lain pula hujannya. Walaupun sepanjang Pakistan, India, Burma, dan Thailand disiram hujan lebat, pada musim kali ini awan hujan tak terlalu banyak mampir di wilayah Indonesia. "Sistem pembentukan hujan wilayah Indonesia berbeda dengan Thailand," kata Nuryadi, Kepala Subbidang Analisa dan Informasi Iklim di Badan Meteorologi, pekan lalu. Sebagian wilayah Indonesia, menurut Nuryadi, musim hujannya memang akan datang telat.
Akibat hujan tak kunjung datang, pasokan air di beberapa daerah mulai agak seret. Pian Sopian mengeluh, aliran air baku ke perusahaan air minum Tirtawening berkurang lumayan banyak. Menurut bos perusahaan air bersih di Bandung ini, kiriman air dari Sungai Cipanjalu, yang biasanya 2.700 liter per detik, sekarang tinggal 2.200 liter per detik. "Sudah empat hari tak keluar air sedikit pun," ujar Ewi Gusti, pelanggan air bersih di Jalan Tubagus Raya.
Perkiraan Badan Meteorologi, dari 342 zona musim, musim hujan di 42 zona akan datang lebih awal. Misalnya sebagian wilayah Sumatera Utara dan Aceh. "Sejak September lalu, wilayah itu diguyur hujan. Itu pengaruh musim monsun," kata Nuryadi. Di sebagian besar daerah, 213 zona, musim hujan tiba tepat waktu.
Sisanya, 87 zona, di antaranya Jawa Tengah dan Jawa Timur, hujan bakal datang terlambat. Badan Meteorologi meramal, sebagian wilayah Jawa Tengah, seperti Karanganyar, dan Jawa Timur, seperti Lamongan dan Surabaya, baru akan disiram hujan pada pertengahan November hingga awal Desember.
Pada musim kali ini sepertinya curah hujan juga tak setinggi tahun lalu. Hanya sekitar sepuluh persen zona musim yang curah hujannya di atas normal. Di Jawa Barat dan Banten, misalnya, hanya Kabupaten Subang, Cianjur, Sukabumi, dan Lebak bagian tengah yang menikmati hujan lebih dari rata-rata (diambil dari rata-rata tahun 1981 hingga 2010). Bahkan di Jawa Tengah dan Jawa Timur diperkirakan tak ada satu pun zona musim yang curah hujannya melebihi garis normal.
Beberapa pertanda musim hujan tampaknya lebih kalem. Tahun lalu La Nina "berulah" dan mendatangkan hujan deras hampir sepanjang tahun. La Nina terjadi ketika suhu muka laut di sekitar ekuator Samudra Pasifik tengah (zona Nino 3,4) lebih dingin dari normal. Jika pada saat bersamaan suhu muka laut di perairan Indonesia menghangat, angin dari Pasifik akan bergerak ke wilayah Indonesia sembari memboyong awan hujan. Pada musim hujan lalu, kata Nuryadi, indeks La Nina berada di tingkat moderat hingga kuat. "Akibatnya, tak ada bulan tanpa hujan," katanya. Beberapa negara bagian di Australia terendam air.
"Gadis kecil" itu sekarang relatif jinak. La Nina pada musim hujan tahun ini akan berkisar di tingkat lemah hingga moderat. Perairan di bagian barat Sumatera dan selatan Jawa juga cenderung mendingin, sehingga, menurut Nuryadi, pengaruh La Nina musim ini relatif kecil.
Faktor lain yang mempengaruhi jatuhnya hujan di wilayah Indonesia adalah Dipole Mode, yakni anomali suhu muka laut di perairan bagian timur Benua Afrika dan sebelah barat Sumatera. Jika muka laut di timur Afrika dingin dan sebaliknya di barat Sumatera hangat, awan hujan akan bergerak ke wilayah Indonesia.
Kali ini nilai Dipole Mode diprediksi akan positif hingga akhir 2011. Berarti, awan hujan menjauh dari Indonesia. "Faktor iklim lokal yang akan banyak mempengaruhi curah hujan musim ini," ujar Nuryadi. Walaupun tahun ini tak akan berlimpah air seperti Bangkok, tak ada salahnya bersiaga "payung" sebelum hujan.
Sapto Pradityo, Nanda Sugiono (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo