Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) Rineksi Soemakdi mengatakan bahwa pemerintah perlu melakukan upaya-upaya peningkatan pengelolaan keanekaragaman hayati di luar kawasan konservasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal itu mengingat kawasan konservasi yang ada belum mampu melindungi seluruh spesies. Meskipun cukup efektif dalam menurunkan laju kerusakan habitat, kata Rinekso, masih ada kerusakan habitat di kawasan yang tidak dilindungi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kita berhasil mempertahankan luas kawasan konservasi, tetapi daftar spesies dilindungi semakin panjang. Maknanya, kawasan konservasi belum cukup mendukung keanekaragaman hayati. Itu sebabnya keberhasilan konservasi masih dipertanyakan," kata Rinekso dalam diskusi Indonesia GBF Post-2020: Keanekaragaman Hayati Harus Menjadi Prioritas yang diselenggarakan oleh Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER), Selasa, 16 Mei 2023.
Rinekso menambahkan fokus upaya konservasi selama ini hanya berkutat di kawasan konservasi. Padahal, menurut Rinekso, banyak kawasan di luar sana yang tidak kalah penting untuk dikonservasi.
"Mengingat kawasan konservasi hanya melindungi 50 persen key biodiversity area, strategi konservasi yang hanya dititikberatkan pada kawasan konservasi pada dasarnya belum dapat menjamin kelestarian keanekaragaman hayati," kata Rinekso.
Dia mengatakan bahwa 85 persen gajah di Sumatra dan Kalimantan justru berada di luar kawasan konservasi. Sementara itu, 75 persen orangutan di Kalimantan pun berada di luar kawasan konservasi
"Kawasan konservasi secara global meningkat, tetapi kualitas keanekragaman hayati menurun," kata Rineko. Dia menduga hal ini disebabkan kawasan konservasi hanya melindungi kurang dari 50 persen kawasan penting.
Sebagian besar pusat keanekaragaman hayati di dunia, lanjut dia, berada di daerah yang ditempati atau dikendalikan oleh masyarakat wilayah tradisional. Kawasan ini mencakup 22 persen lahan di dunia dan menempati wilayah yang memiliki 80 persen keanekaragaman hayati. "Itu berarti upaya konservasi keanekaragaman hayati harus melibatkan masyarakat," kata Rinekso.
Sebelumnya, pertemuan COP 15 pada 9-19 Desember 2022 menghasilkan Kerangka Keanekaragaman Hayati Global (Global Biodiversity Framework atau GBF) tentang usulan penetapan target konservasi atas 30 persen area darat dan laut dunia pada 2030.
Pilihan Editor: KKP Targetkan Penambahan Kawasan Konservasi Bari di Tahun 2023
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.