Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Tapak kuda tenggelam?

Pulau tapak kuda akan tenggelam ditelan air laut. kini penduduknya akan dipindahkan ke pulau barembang. proses alamiah ini menyebabkan luas tapak kuda tinggal 24 ha lagi. (ling)

5 Januari 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DULU, karena bentuknya, pulau ini dinamakan Tapak Kuda. Kini, karena mengkerut, tampaknya lebih tepat discbut pulau segitiga. Toh tak berarti 1.196 penghuninya bermmat membuat upacara ganti nama. Bagi mereka ada yang lebih penting sekarang. Yakni, pulau ini dikhawatirkan akan segera musnah. Lantas mereka harus pindah ke mana? Tentu saja Pemerintah buru-buru turun tangan. Bupati Langkat, Marzuki Erman, menyempatkan diri menemui warganya yang terpencil di bibir Selat Malaka, sekitar 81 km dari Medan, November lalu. "Mereka akan kami pindahkan ke Pulau Barembang, sekitar 5 km dari Tapak Kuda," kata Marzuki kepada TEMPO. Agaknya Bupati menyetujui pilihan penduduk Pulau Tapak Kuda, yang ingin tetap tinggal di kawasan sekitar sana, yang dihuni nenek moyang mereka sejak akhir abad ke-18. Ketika itu, luas Pulau Tapak Kuda masih 100 ha dengan puncak tertinggi 20 m. Kini luasnya tinggal 24 ha dengan puncak tertinggi 10 m saja. Lebih dari 2 km panjang pulau itu, yang kini berada di bawah permukaan laut, dengan sisa-sisa bangunan masih membekas, menjadi bukti bahwa daerah itu pernah jadi daratan. "Kami pernah mencoba membendung ombak," kata Hasyim Syaad, 45, kcpala dcsa di pulau ini. Empat tahun lalu, ia memimpin warga desanya membuat tanggul dari karung berisi tanah. Ternyata, tak sampai setahun, tanggul itu habis ditelan ombak. Terpaksa desa pun dipindahkan ke tempat yang lebih tinggi, yang seingat Hasyim merupakan kepmdahan keempat kalinya dalam sejarah Desa Tapak Kuda. Perairan yang kaya ikan mungkin merupakan faktor utama yang menyebabkan masyarakat nelayan ini mencoba bertahan di pulaunya Bayangkan, hampir setiap keluarga memihki perahu motor dan tmggal dl rumah beratap seng. Bahkan, sejak 10 tahun silam, listrik pun sudah mengalir. Karena itu, radio dan televisi bukanlah barang langka di desa ini. Laut telah memberi banyak rezeki bagi penduduk yang dikenal ahli memancing dan memasang bubu hingga ke tengah laut ini. Tapi, laut jugalah yang menggerogoti Tapak Kuda. Padahal, menurut Ir. Hilman, kepala bidang geologi Kanwil Departemen Pertambangan dan Energi Sumatera Utara, "Sejak 200 ribu tahun lalu, pantai timur Pulau Sumatera terus tumbuh." Artinya, lumpur yang dibawa sungai yang bermuara di pantai ini mengendap. Maka, terjadi pendangkalan, bahkan meluasnya daratan. Lalu mengapa di Tapak Kuda justru terjadi pengikisan? "Saya duga karena adanya perubahan arus laut akibat adanya pendangkalan pantai di sekitarnya," kata Sudarmadji, 34, kepala Subbalai Perlindungan dan Pelestarian Alam Sumatera Utara. Ditambah lagi Pulau Tapak Kuda sebenarnya merupakan delta di muara Sungai Wampu. Berarti, pulau ini terbentuk dari endapan lumpur bercampur pasir yang mudah terkena erosi. Apalagi di delta ini tak banyak terdapat tumbuhan bakau, yang dikenal sebagai tumbuhan penahan erosi itu. Perubahan pola arus memang baru dugaan saja. Hanya saja, perubahan pola arus laut akibat pendangkalan pantai jamak terjadi. Misalnya saja pembuatan landasan Ngurah Rai di Bali yang menjorok 1 km ke laut, menyebabkan penggerusan di pantai Kuta yang terletak di sebelah utaranya. Sementara itu, di pantai sebelah selatannya justru terjadi pengendapan. Bahkan muncul dan tenggelamnya pulau di laut, menurut Dr. Ir. Fred Hehuwat, 46, ahli peneliti Lembaga Geologi & Pertambangan Nasional LIPI, "Adalah suatu hal yang biasa saja." Bahaya tenggelamnya Pulau Tapak Kuda ramai dibicarakan, "Hanyalah karena ada penduduknya saja," tambahnya. Ia juga menyatakan kemungkinan ulah manusia menyebabkan proses alamiah ini menjadi lebih cepat. Itu mungkin terjadi di Tapak Kuda. Sejak 1974, Sungai Wampu dikeruk setiap tahun. "Untuk mengatasi banjir di lima kecamatan dan mengairi 6.000 ha lahan pertanian," kata Drs. A. Chair Nasution, 43, ketua Bappeda Kabupaten Langkat. Pengerukan, menurut Prof. Dr. Otto Soemarwoto, "Bisa menyebabkan berkurangnya endapan yang terjadi di delta muara sungai itu." Jadi, mempercepat penggerusan Tapak Kuda. TOH penduduk setempat tampaknya merelakan berlangsungnya proses alamiah ini. "Yang penting, kami segera dipindahkan ke Pulau Barembang," kata Hasyim, sang kepala desa. Bupati pun sudah menyetujui dan menulis surat kepada Pemda Sumatera Utara. Isinya permohonan bantuan biaya pemindahan sebesar Rp 190 juta. Dan bagi penduduk pulau ini, soalnya tinggal mana lebih cepat: bantuan atau tenggelamnya pulau.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus