Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Hitung-hitung menebus dosa

Batas pengampunan pajak diundur sampai 30 juni '85 penundaan tersebut mendorong para wajib pajak mengundurkan pemasukan seperti pajak. Banyak yang masih belum mengerti peraturan pengampunan pajak. (eb)

5 Januari 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KANTOR Inspeksi Pajak di pelbagai kota mendadak sepi. Kini tak tampak lagi kerumunan orang menenteng map di loket pelayanan pengampunan pajak dan informasi. Padahal, menjelang Natal, suasana di sana mirip tempat antrean karcis kereta api menyongsong liburan panjang. Petugas pajak di situ sampai-sampai kewalahan melayani banyak pertanyaan. "Suasananya sekarang mirip bulan-bulan pertama 1984, saat pengampunan pajak baru dimulai," ujar Eddi Garnadi, kepala Inspeksi Pajak Bandung Timur. Perubahan memang segera terjadi sesudah pemerintah, pekan lalu, mengumumkan penundaan pengampunan pajak dari seharusnya 31 Desember 1984 menjadi 30 Juni 1985. Kata Menteri Keuangan Radius Prawiro, pengunduran terpaksa dilakukan karena jangka waktu pengampunan, yang dibuka sejak 18 April lalu, dianggap belum cukup. Dengan penundaan itu, wajib pajak kini punya waktu lebih longgar untuk mempelajari soal pengampunan, yang di anggap cukup sulit tadi. Pemerintah juga akan menggunakan waktu itu untuk melancarkan kampanye lebih intensif. Menurut Dirjen Pajak Salamun A.T., dalam waktu dekat ini, di TVRI akan diperlihatkan di mana saja kantor Inspeksi Pajak yang letaknya berdekatan dengan alamat wajib pajak. Penyebarluasan formulir Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan Pengampunan Pajak akan dilakukan dengan kerja sama para penerbit. "Mereka dibebaskan memperbanyak formulir itu, secara gratis, asal formatnya sama," ujar Salamun. Penjelasan dan penataran soal pengampunan itu, tampaknya, akan terus dilakukan pemerintah. Setiap informasi dan perubahan ketentuan memang lebih baik jika bisa cepat diketahui wajib pajak. Soal pemasukan SPT Pajak Karyawan (PKK) 1984, misalnya, semula diumumkan paling lambat 18 April 1984. Keterlambatan pemasukan, menurut ketentuan, akan menyebabkan wajib pajak kena denda administrasi Rp 10 ribu - bahkan bisa dipidana kurungan 1 tahun, bila pemasukan SPT tadi tidak benar hingga merugikan negara. Tentu saja banyak wajib pajak ketika itu kalang kabut. Sebab, Keputusan Presiden No. 26 tahun 1984 tentang Pengampunan Pajak baru diundangkan pada 18 April, dan diketahui secara luas beberapa hari kemudian. Perubahan ketentuan kemudian dilakukan Ditjen Pajak, yang memperkenankan wajib pajak memasukkan SPT Susulan sebagai pengoreksi SPT terdahulu, hingga selambat-lambatnya 31 Desember. Sayang, edaran Ditjen Pajak di bulan Oktober itu entah mengapa, tidak menyebar secara luas. "Kami memang kurang komunikasi," ujar Dirjen Salamun. Sementara itu, dari wajib pajak sendiri, sesungguhnya, dituntut pengertian - setidaknya untuk selalu bertanya bila belum paham. Mereka perlu lebih disadarkan bahwa pengampunan ini merupakan jalan terbaik "menghapus dosa" menggelapkan Pajak Penghasilan atau Pajak Kekayaan, misalnya. "Pengampunan ini merupakan sebuah uluran tangan terbuka pemerintah," kata Wim Kalona. "Raja farmasi", yang menguasai 19 perusahaan obat-obatan, ini menyatakan akan minta pengampunan pajak sekitar Rp 3 milyar. "Luar biasa bijaksananya pemerintah yang membukakan pmtu pengampunan ini." Tentu, belum semua wajib pajak punya kesadaran seperti itu. Sejumlah klien Udaya Sastrodimedjo, ketua Ikatan Konsulen Pajak Indonesia (IKPI) malah ada yang menduga bahwa dibukanya pintu pengampunan itu merupakan sebuah usaha menjebak mereka. Jenis wajib pajak macam ini biasanya tak suka mengungkapkan semua kekayaan miliknya secara terus terang. Sayang, "Sebab kapan lagi kekayaan gelap bisa dibuat menjadi terang kalau tidak sekarang," ujar Udaya. Tapi, sampai hari terakhir penundaan diumumkan, belum banyak wajib pajak kepingin kekayaannya dibikin terang. Buktinya, di Jakarta, pusat para pemilik modal raksasa, baru 7.820 orang yang datang minta pengampunan, sampai 22 Desember lalu. Angka ini tampaknya kurang mencerminkan keadaan para pembayar pajak di sini. Berapa sasarannya? Dirjen Salamun menjawab, "Tidak punya sasaran, sebab kalau tidak terpenuhi nanti malah di salahkan." SIKAP hati-hati itu memang perlu. Sebab, menarik pajak di sini tidaklah semudah urusan menarik daging di sela-sela gigi. Buktinya, pada tahun 1981-1982, sumbangan seluruh pajak nonminyak Indonesia terhadap Gross Domestic Product hanya 5,9%. Sedang India dan Sri Lanka, yang tak punya minyak, sumbangan pajaknya masing-masing mencapai 14,1% dan 22,2%. Kata Dirjen Salamun, kalau semua aparat dan wajib pajaknya sama baiknya, sumbangan pajak nonminyak itu bisa mencapai 12%. Jadi, di dalam APBN 1983-1984, angkanya bukan Rp 2,6 trilyun, tapi bisa sekitar Rp 3,9 trilyun. Menurut Salamun, potensi untuk mencapai angka itu sesungguhnya ada. Cuma banyak bocornya. Jika Indonesia secara bertahap bisa mempunyai suatu dasar pemungutan pajak yang kuat, hasilnya bisa dilihat empat atau lima tahun mendatang. "Sekarang ini 'kan masih sempoyongan, baru belajar jalan, lalu nanti baris, sesudah itu mungkin bisa lari..." katanya. Tapi tidak semua wajib pajak mau diajak buru-buru. Pengunduran batas waktu pengampunan itu, ternyata, malah mendorong wajib pajak menunda memasukkan formulir pengampunan. Dengan mengulur waktu pemasukan, kini terbuka kesempatan mereka untuk memutarkan kekayaan yang akan diminta pengampunannya. "Kalau diberi kesempatan, mengapa tidak kita ambil?" ujar Wim Kalona, yang mengaku ikut menunda pemasukan pengampunan. Seharusnya, katanya, kalau ada seorang wajib pajak memasukkan pengampunan lebih awal, pemerintah mau memberikan potongan. "Bikin seperti dagang, dong," tambahnya. Menurut analisa Aries Gunawan, konsultan pajak di SGV Utomo, pengunduran batas waktu penampunan itu akan berat akibatnya bagi pemerintah. Sebab pengurusannya akan bentrok dengan kewajiban PKk 1985, yang SPT-nya paling lambat dimasukkan pada Maret 1985. Dia menganjurkan sebaiknya pengampunan itu diundurkan sampai 31 Maret 1985 saja. "Supaya bisa sinkron, begitu lho," katanya. Betapapun, pengunduran lebih longgar tampaknya perlu dilakukan untuk menggugah. Bob Tutupoly, artis yang juga mengurusi banyak bisnis, misalnya, baru tergugah keinginannya minta pengampunan belum lama ini. Selama ini dia mengaku tak membayar PKk, katanya, karena tidak pernah ditagih. Kata penyanyi ini, dia menyerahkan soal pengampunan itu kepada seorang familinya. Sebab, Bob yang kini tinggal di sebuah rumah bagus di atas tanah 800 meter persegi di Cilandak, Jakarta Selatan, mengaku sulit memahami isi formulir itu. Tackson Arief. nenusaha rekaman musik dan film, juga menyerahkan pengampunan pajak itu pada konsulen pajak. Alasannya, perintah dan isi formulir itu cukup rumit dipahami. Karena itu, dia lebih suka berurusan melalui konsulen pajak. "Supaya lebih praktis," ujar Jackson, yang mengaku membayar PKk sebesar Rp 100 ribu, tahun lalu. Langkah serupa juga dilakukan Poppy Dharsono, bekas peragawati yang kini sibuk memimpin sebuah perusahaan pakaian jadi. Tapi sudah dua kali, janda berhidung bangir ini berganti konsulen pajak. Pertama, 1983, gara-gara PKk tahun itu hanya dibayarkan 25% dari seharusnya. Yang kedua, "Ternyata sama saja, 'nggak beres juga," katanya. Pengalaman Poppy itu menunjukkan bahwa konsulen pajak sekalipun, ternyata masih belum menguasai benar soal pengampunan itu. Padahal, merekalah tempat terakhir wajib pajak bersandar dan bertanya, selain petugas pajak sendiri. Seorang konsulen pajak kawakan di Semarang mengakui kekurangan ilmu itu. Kata dia, penataran pengampunan yang dilakukan aparat pajak terhadap konsulen di kota itu, selama November lalu, belum banyak menambah pengetahuan mereka. Sebab, hingga kini masih banyak konsulen di situ belum bisa secara benar menuntun wajib pajak mengungkapkan kekayaannya. Wajib pajak, tentu, akan makin puyeng jika konsulen tidak mampu memberi tuntutan. Poppy, misalnya, merasa perlu mempertanyakan apakah perlu rumah tempat usahanya seluas 370 meter persegi, yang dibeli dengan kredit lewat sebuah bank, dicantumkan dalam pengampunan. Sampai kini dia juga masih mempunyai dugaan bahwa perhiasan dari warisan tak perlu dimasukkan tentu saja, bila nilainya di bawah Rp 2 juta. Dia yakin, sesungguhnya banyak orang mau membuka diri untuk membayar pajak dengan betul, "Asal administrasi perpajakan itu sendiri bekerja beres." Tapi ada juga konsulen pajak yang terlalu pintar, sampai-sampai kemudian memanfaatkan kelemahan aparat pajak, untuk "menolong" wajib pajak. Jimmy Siahaan, direktur sebuah perusahaan leveransir di Medan, merasa bersyukur betul hanya membayar Rp 500 ribu tahun lalu. Tanpa pertolongan konsulen, leveransir barang-barang umum ini niscaya akan dikenai Pajak Penghasilan (PPh) Rp 3 juta. Supaya dosanya tidak terlalu besar, tahun ini dia akan minta pengampunan. "Sebab, tebusannya 'kan lebih murah," katanya. Sekalipun ada pengampunan, usaha untuk menutup-nutupi kekayaan sebenarnya masih terbuka lebar. Kata Prabukesuma konsulen pajak diJakarta, kini ada usaha dari wajib pajak untuk meminta pengampunan modal usaha, yang sesungguhnya baru disetor sesudah 1984. Maksudnya, modal yang belum di gunakan ikut diputihkan sekalian. Tentu tindakan ini bertentangan dengan ketentuan pemerintah, yang hanya memperkenankan penghitungan modal itu dilakukan sampai keadaan terakhir pada 1 Januari 1984. Sementara itu, Konsulen Udaya Sastrodimedjo melihat usaha menutupi kekayaan dalam soal pembelian tanah oleh seorang wajib pajak, tanpa melakukan balik nama. Di atas tanah itu, wajib pajak diam-diam kemudian mendirikan rumah-rumah. Waktu rumah itu dipindahtangankan, wajib pajak itu akan memecah sertlfikat tadi langsung dari pemilik pertama atas nama pembeli baru. Kata Udaya, proses itu akan berjalan lancar, jika selama usaha itu status tanah tadi tidak diutik-utik. Peluang lolosnya usaha semacam itu tampaknya terbuka lebar mengingat aparat pajak tidak mungkin akan meneliti SPT satu per satu secara teliti. Kata Dirjen Pajak Salamun, peneiitian terhadap SPT, yang akan memuat kekayaan wajib pajak, hanya akan dilakukan secara uji petik - bila aparat pajak mempunyai kecurigaan. Uji petik semacam ini biasanya hanya meliputi 20% dari seluruh SPT yang masuk. Tapi di negara maju, yang sudah menerapkan sanksi perpajakan secara keras, uji petik ini hanya meliputi sekitar 5% saja. Kejujuran wajib pajak dalam mengisi formulir pengampunan tampaknya di harapkan Dirjen Salamun. Tapi tentang boleh tidaknya bank mengungkapkan berapa nilai harta seseorang yang disimpan di safe deposit box di situ, tetap menjadi perdebatan. Dewi Motik, pengusaha pakaian jadi terkemuka, punya keyakinan bank tidak akan melakukan hal itu. "Sebab bisa-bisa orang nanti tidak percaya. Iagi pada bank," katanya. Tetap dipegangnya kerahasiaan pemilik harta itu, jelas, amat tergantung pada banyak peraturan. Selama ketentuan yang mengatur soal itu belum berubah, "selamatlah" harta itu dari jangkauan pemajakan. Sayangnya, di sini peraturan seringkah berubah dengan cepat. Entah karena apa, ketentuan pemerintah di bidang perpajakan sering pula terasa tak jelas kedudukannya. Soal pemungutan fiskal sebesar Rp 150 ribu, yang didengung-dengungkan sebagai pembayaran di muka atas Pajak Penghasilan (PPh), misalnya. Dalam praktek, uang itu kerap sulit di perhitungkan atau diminta kembali oleh wajib pajak waktu memasukkan SPT PPh. Tapi Dirjen Pajak Salamun membantah anggapan itu. Katanya asal bukti pembayaran fiskal tadi turut dilampirkan, "pembayaran fiskal bisa dikurangkan untuk penghitungan Pajak Penghasilan yang harus dibayar," katanya. Bahkan, kalau terjadi kelebihan pembayaran PPh dari seharusnya maka kelebihan tadi bisa diminta kembaii. Tapi belajar dari pengalaman sulitnya meminta kembali restitusi itu, seorang pengusaha menyarankan agar pembayaran pajak dibebaskan dari ketentuan membayar PPh di muka itu. Atau kewajiban membayar fiskal itu dilakukan saja bersama-sama dengan penghitungan PPh. Tentu saja gagasan seperti ini ditolak. Sebab fiskal, sesungguhnya, juga berperanan sebagai salah satu alat penghambat perginya orang-orang yang diduga hanya akan menghamburkan valuta asing. "Kelak kita akan memungut fiskal ini bukan sebagai pungutan pendahuluan PPh, tapi lebih merupakan pajak atas perJalanan ke luar negeri (travel tax)," ujar Salamun. Pelbagai ketentuan baru di bidang perpajakan tampaknya masih akan dikeluarkan dalam waktu dekat ini. Pertengahan Desember 1984 lalu, misalnya, pemerintah mengeluarkan ketentuan peninjauan kembali besarnya tarif dan batas kekayaan minimum kena PKk 1985. Mulai 1 Januari 1985 ini, batas kekayaan minimum kena pajak adalah Rp 80 juta, perhiasan tak kena pajak tidak boleh lebih Rp 12 juta, juga premi atas tunjangan seumur hidup paling tinggi Rp 500 ribu. Tarifnya pun diturunkan dari 1% jadi 0,5%. Kata Omar Abdalla, direktur utama Bank Bumi Daya, karena lebih ringan, ketentuan baru itu "Akan merangsang calon wajib pajak lebih membuka diri." Sikap terbuka dan jujur itu diharapkan dari wajib pajak. Untuk itu, tampaknya diperlukan pendidikan mengenai perpajakan sejak dini. Seorang pengusaha menyarankan agar pemahaman mengenai pajak dilakukan mulai dari SD. Di situ anak-anak perlu diajarkan bahwa membayar pajak merupakan kewajiban untuk membagi beban biaya pembangunan - bukan sekadar menguras kantung si kaya. Juga kesadaran bahwa pembayar pajak yang baik - yang hasil pemajakannya digunakan secara baik oleh pemerintah - akan dilindungi kepentingan-kepentingannya. Paling tidak, pembayar pajak harus yakin akan mendapat imbalan memadai: tidak pusing lagi dengan kemacetan lalu lintas karena panjang jalan kurang, tidak bingung urusan bangku sekolah, atau tidak cemas mana kala harus duduk di muka hakim, misalnya, apa betul begitu nanti, tentu itu kewajiban pemerintah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus