Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Palembang - Sebanyak 12 orang yang menamakan diri Korban Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Kota Palembang, Kamis 29 Agustus 2024. Gugatan ditujukan kepada tiga perusahaan yang terafiliasi dengan Sinar Mas, yaitu PT Bumi Mekar Hijau (BMH), PT Bumi Andalas Permai (BAP), dan PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries (SBA Wood Industries).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketiganya adalah perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan perusahaan industri kayu yang masuk dalam konsesi Kesatuan Hidrologis Gambut Sungai Sugihan-Sungai Lumpur, Ogan Komering Ilir (OKI). Adapun penggugat didampingi Inisiasi Sumatera Selatan Penggugat Asap (ISSPA) terdiri dari Greenpeace, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), LBH, dan YLBHI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gugatan menggunakan konsep Strict Liability atau konsep hukum pertanggungjawaban mutlak di mana masyarakat penggugat terdiri dari petani, peternak, nelayan, dan warga biasa tersebut menuntut kerugian gara-gara dampak kabut asap yang terjadi setiap tahunnya.
Salah satu penggugat, Diana, petani karet, mengungkap seluas 1,5 hektare dari luas 6 hektare lahannya dilalap api yang menjalar dari rambatan kebakaran hutan di areal konsesi. Menurutnya, kejadian tersebut sudah dua kali terjadi, yaitu pada 2017 dan 2023 lalu.
"Kalau dihitung, dalam luasan 1,5 hektare itu ada 750 batang karet. Kalau misalkan mau dikonversikan, satu batang itu harganya Rp 100 ribu. Itu untuk harga batangnya saja ya, belum biaya perawatan dan lain-lain," kata Diana menuturkan.
Pasca-kebakaran, dia masih harus mengeluarkan uang lagi untuk menyewa penjaga kebun sebanyak tiga orang. "Untuk mengawasi. Kalau tidak, bisa-bisa terbakar lagi. Karena posisi kebun kita itu perbatasan," kata Diana.
Muhammad Awal Gunadi, peternak kerbau rawa asli Pampangan, OKI, juga mengalami dampak dari terjadinya kabut asap. Ia mengatakan, saat kabut asap terjadi, beberapa kerbaunya hampir mati akibat penyakit ngorok.
Selain penyakit, ia juga mengalami insiden pencurian. Sebab, kata Gun, sapaan akrabnya, tingkat kejahatan di desanya di Kecamatan Pampangan tinggi saat terjadi kabut asap. "Kalau ditaksir, mungkin sekitar Rp 80 juta kerugian saya," kata dia.
Belum lagi kata Gun, biaya perawatan seperti pemberian vitamin dan pakan, yang juga harus dikeluarkan ketika memelihara kerbau-kerbaunya. Artinya kata Gun, kerugian tidak cukup sampai di situ.
CATATAN:
Artikel ini telah diubah pada Kamis, 29 Agustus 2024, pukul 22.39 WIB, untuk mengoreksi anggota Inisiasi Sumatera Selatan Penggugat Asap (ISSPA) yang tertera dalam alinea 2. Terima kasih.