Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Istilah greenflation atau inflasi yang ditimbulkan oleh energi terbarukan, menjadi perbincangan publik setelah menjadi bahan debat kedua calon wakil presiden pada 21 Januari 2024 lalu, Saat itu Gibran Rakabuming Raka menanyakan soal greenflation ini kepada cawapres Mahfud MD.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Project Asisstant Hutan dan Iklim Yayasan Madani Berkelanjutan, Salma Zakiyah, mengatakan, istilah greenflation itu dalam konteks Indonesia sudah menuju ke arah inflasi hijau. Namun, kata dia, secara menyeluruh belum ada dampak signifikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau dicontohkan itu seperti harga tarif listrik dari PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) yang lebih tinggi dibandingkan tarif dari PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap). Kenapa lebih tinggi tarif PLTS? Itu karena komponen modul suryanya yang masih impor belum diproduksi di dalam negeri," kata Salma saat dihubungi melalui telepon, Rabu, 24 Januari 2024.
Menurut Salma, tahap awal dari energi hijau akan lebih mahal secara biaya dan itu akan mendisrupsi sistem ekonomi yang menggunakan energi kotor seperti yang dijalankan saat ini. Salah satu bentuk disrupsinya berupa inflasi. "Namun energi kotor juga mahal karena akan menelan biaya penanggulangan dampak ekologis yang lebih besar di masa mendatang," ungkapnya.
Salma memberi contoh kasus yang bisa memicu inflasi hijau di Indonesia. Tahun lalu pertamina mengangkat wacana ingin meluncurkan produk Pertamax Green 92 untuk menggantikan pertalite. Rencana ini ditentang banyak pihak.
"Ekonom banyak yang menyebut masyarakat belum siap akan inflasi yang akan terjadi dari penghapusan pertalite. Karena mengingat tahun politik, alhasil rencananya dikoreksi, deh. Akhirnya pemerintah menyebut kalau rencana peluncuran Pertamax Green 92 akan dilaksanakan di 2026," kata Salma.
Salma menambahkan, inflasi hijau adalah kemungkinan yang tidak bisa dihilangkan dari adanya transisi menuju sistem energi yang lebih hijau. "Meski demikian, bukan berarti transisi energi menuju EBT tidak perlu dilakukan karena inflasi hijau ini sifatnya sementara dan dapat dikelola dengan kebijakan yang tepat," ucapnya.
IRSYAN HASYIM