Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pasca bos Meta, Mark Zuckerberg, mengumumkan untuk menghentikan program pemeriksaan fakta independen dan menggantinya dengan catatan komunitas (Community Notes) seperti di X, telah mendorong diskusi lebih luas mengenai efektivitas pemeriksaan fakta untuk mengurangi misinformasi dan disinformasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah studi selama ini telah menunjukkan bahwa pemeriksaan fakta berkontribusi mengurangi perilaku seseorang untuk menyebarkan informasi salah, menghilangkan persepsi yang keliru, dan menjadi tumpuan publik untuk memverifikasi informasi digital. Memang, pemeriksaan fakta bukan solusi tunggal untuk memerangi misinformasi dan disinformasi. Mengelaborasi pemeriksaan fakta dengan upaya lain seperti literasi digital dapat memperkuat resiliensi masyarakat di era disrupsi informasi.
Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.
Memahami Efektivitas Kerja-kerja Pemeriksaan Fakta
Pemeriksaan fakta dianggap sebagai bagian dari praktik jurnalistik tradisional sejak tahun 1913, yakni saat Bureau of Accuracy and Fair Play diterbitkan di The World milik Joseph Pulitzer. Kerja-kerja pemeriksaan fakta jurnalistik modern ini sudah ada lebih dulu dibandingkan era internet. Kala itu, mengecek fakta atau hoaks dilakukan sebagai upaya mengoreksi omongan tak akurat yang dilontarkan oleh politisi di era Presiden AS, Ronald Reagan.
Memasuki era internet, mengecek pernyataan politisi ini kemudian menyebar di luar awak media seperti blogger. Di media sosial seperti Facebook, Twitter, dan YouTube, praktik memeriksa informasi juga terjadi. Terdapat beberapa pendekatan yang diterapkan platform untuk memeriksa fakta informasi di situs mereka. Facebook misalnya, menggunakan kecerdasan buatan, pencarian kata kunci, dan pemeriksa fakta pihak ketiga independen yang harus disertifikasi oleh Jaringan Pemeriksa Fakta Internasional atau IFCN. Salah satunya Cek Fakta Tempo.
Secara umum, studi menunjukkan bahwa pemeriksaan fakta efektif dalam menyanggah misinformasi. Penelitian-penelitian lain juga mengungkapkan bahwa pemeriksaan fakta adalah alat yang efektif dan dapat berkontribusi dalam menyanggah misinformasi. Di Eropa, pengecekan fakta berdampak di 16 negara meski memiliki sistem politik dan ekosistem media yang berbeda-beda.
Penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan fakta di media sosial dan pemeriksaan fakta secara tradisional oleh media mempengaruhi komunikasi antar individu. Misalnya, ketika seorang politisi atau pejabat publik sadar pernyataannya diperiksa oleh pemeriksa fakta dari media, ia jadi lebih berhati-hati dan sedikit membuat pernyataan palsu di publik.
Memang ada studi yang menunjukkan persepsi soal akurat atau tidak akuratnya suatu informasi tergantung ideologi yang dianut. Namun pemeriksaan fakta oleh media juga terbukti meningkatkan persepsi terhadap keakuratan sebuah informasi di mata mereka yang terpapar kabar terverifikasi.
Survei oleh CSIS/Safer Internet Lab menyebutkan bahwa organisasi pemeriksa fakta dan masyarakat sipil secara umum dipersepsikan memiliki kinerja dan transparansi yang paling baik dalam menangani mis/disinformasi. Berikutnya disusul oleh media massa dan organisasi internasional. Sedangkan Kominfo 2019-2024, platform teknologi, dan lembaga penyelenggara pemilu, secara umum dianggap berkinerja buruk dan tidak transparan dalam menangani mis/disinformasi.
Ini menunjukkan bahwa verifikasi dan pemeriksaan fakta masih dianggap sebagai salah satu langkah yang paling efektif untuk menanggulangi mis/disinformasi. Langkah ini perlu ditunjang dengan langkah-langkah lain untuk meningkatkan efektivitasnya, misalnya dengan AI transparency dan Community Notes. Artinya, bukan malah digantikan.
Pemeriksaan fakta oleh organisasi pemeriksa fakta maupun media massa, perlu didukung pula dengan upaya memeriksa fakta di media sosial. Sebab, media sosial juga menjadi sumber masyarakat mencari informasi yang akurat seperti yang dicantumkan oleh hasil riset audiens cek fakta di Indonesia tahun 2022. Platform media sosial disebutkan paling banyak digunakan oleh para responden (1,335 orang), dan disusul oleh sejumlah medium lainnya seperti portal/situs berita (769 orang), search engines (731 orang), televisi (388 orang), dan aplikasi perpesanan (WhatsApp, Telegram, Line) (sebanyak 379 orang).
Dilihat dari karakteristik dan profesi, Facebook merupakan media sosial yang paling banyak diandalkan oleh kalangan ibu rumah tangga serta kelompok usia yang lebih senior untuk mengakses konten cek fakta. Untuk kaum muda, media sosial Instagram lebih favorit sebagai rujukan utama guna mengakses konten cek fakta dan konten berita pada umumnya. Disusul Twitter dan YouTube, saat mereka mencari konten cek fakta yang dikemas dalam format video pendek.
Dari sisi topik konten pemeriksaan fakta, topik politik menjadi favorit utama (95%) berdasarkan hasil survei pembaca Cek Fakta Tempo yang didistribusikan sepanjang November-Desember 2024 silam. Topik yang dianggap menarik berikutnya adalah isu sosial (60%) dan kesehatan (56%).
Diukur dari skor Net Promoter Score (NPS) yang mencapai +36, tingkat kepuasan pembaca terhadap Cek Fakta Tempo terhitung cukup tinggi. Pembaca mengapresiasi konten yang dianggap mampu menyaring hoaks, mendalami isu secara kritis, dan menghadirkan informasi berkualitas. Ini tak lepas dari persepsi pembaca terhadap Cek Fakta Tempo sebagai produk yang edukatif dan mengedepankan independensi, selain dianggap lugas dan akurat.
Mengganti peran cek fakta dari organisasi-organisasi independen ke Community Notes, tentu mengundang pertanyaan terkait komitmen dan tanggung jawab platform media sosial itu. Sebaliknya, sebuah studi menunjukkan pemberian label hoaks mengurangi kepercayaan di mata pembaca dan mengurangi penyebaran informasi palsu.
International Fact Checking Network dalam surat terbukanya kepada Mark Zuckerberg, meragukan wacana penggantian hasil cek fakta dari organisasi-organisasi independen dengan fitur Community Notes (Catatan Komunitas) yang dimiliki X. Penelitian tahun 2022 menunjukkan bahwa mayoritas Community Notes tidak pernah ditampilkan, karena kemunculannya bergantung pada kesepakatan politik di antara penggunanya. Bukan pada bukti-bukti soal keakuratan informasinya.
Temuan ini selaras dengan hasil laporan yang dirilis Factchequeado, Maldita, dan Tech Policy Press tahun 2025. Laporan ini mengevaluasi konten-konten media sosial yang menyasar audiens berbahasa Spanyol selama Pemilu Presiden AS 2024. Dari total 510 unggahan yang dianalisis, lebih dari setengahnya (55%) tidak menerima hasil pengecekan fakta dari platform media sosial pilihannya (terdiri dari X, Facebook, YouTube, TikTok, dan Instagram).
Community Notes di X, hanya nampak dari 46% unggahan, tetapi hanya menyasar 12% dari konten disinformasi yang sudah teridentifikasi. Sayangnya, dari 20 unggahan atau video paling viral yang tidak menerima tindakan moderasi, 19 berasal dari X. Sebaliknya, Facebook dengan program cek faktanya, menunjukkan efektivitas dengan memoderasi 74% dari unggahan disinformasi.
Ditambah lagi, sebuah penelitian juga menunjukkan bahwa sistem Community Notes di X sebenarnya dapat berfungsi untuk mengoreksi misinformasi, namun hingga titik tertentu saja. "Cara penerapannya pada X sebenarnya tidak berjalan dengan baik," kata Sander van der Linden, seorang psikolog sosial di Universitas Cambridge, Inggris dilansir oleh Nature.
Van der Linden merujuk temuan bahwa catatan komunitas pada X sering kali terlambat ditambahkan ke postingan yang bermasalah. Akibatnya, klaim palsu terlanjur menyebar luas dan memperoleh engagement tinggi.
"Crowdsourcing (catatan komunitas bersama-sama) adalah solusi yang berguna, tetapi dalam praktiknya sangat bergantung pada cara penerapannya. Mengganti pemeriksaan fakta dengan catatan komunitas tampaknya akan memperburuk keadaan,” tegasnya.
Maka, pemeriksaan fakta baik oleh organisasi independen dan platform, tetap harus ditunjang dengan literasi digital ke publik.
Ada Apa Pekan Ini?
Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki beragam isu, namun didominasi isu kesehatan. Buka tautannya ke kanal Cek Fakta Tempo untuk membaca hasil periksa fakta berikut:
- Benarkah Minum Obat Setelah Makan Durian Menyebabkan Kematian?
- Benarkah Video Tips Mencegah Naiknya Gula Darah?
- Benarkah Pemerintahan Donald Trump Ingin Pindahkan Warga Gaza ke Indonesia?
- Benarkah Akar Pepaya Mengobati Gigitan Hewan Berbisa?
Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi Tipline kami.
Ikuti kami di media sosial: