SERVIS pertama Tintus ke arah backhand Kim Bong Soo sebenarnya tak terlalu keras. Hanya saja ia menambahkan kekuatan spin -- pelintiran -- pada pukulannya itu. Kim tampaknya tak menyangka bakal menerima bola seperti ini. Akibatnya, pengembaliannya lemah. Ia tak mampu menyeberangkan bola melewati net. Maka, tamatlah sudah perlawanan regu Kor-Sel dalam pertandingan final Piala Davis zone Asia yang berakhir Minggu pekan silam di Stadion Tenis Senayan. Kemenangan Tintus dalam partai terakhir itu menjadikan Indonesia unggul 3-2 -- setelah di hari pertama, Jumat pekan lalu, sempat tertinggal 0-2. Kontan saja puluhan suporter Indonesia yang berada di tribun barat berlompatan masuk ke dalam arena. Mereka mengarak Tintus Arianto Wibowo keliling lapangan. Peluk dan tangis kemudian mewarnai kemenangan kubu Indonesia. Bahkan Ketua Umum PB Pelti, Moerdiono, tak mampu lagi menahan mosinya ia mengucapkan takbir Allahu Akbar. Lalu lunglai dan menundukkan kepalanya -- baal hendak mengucapkan syukur kepada Yang Kuasa -- di sisi pagar tribun selatan. Air matanya kemudian meleleh sewaktu menerima ucapan selamat dari penonton, termasuk duta besar AS Paul Wolfowitz yang setia menjadi suporter regu Indonesia. Bagaikan lolos dari lubang jarum. Tatkala tertinggal 0-2 dari Korea di hari pertama, rasa pesimistis menjalari penonton yang memadati stadion. Namun, semangat merah-putih ternyata tetap mengibari kubu Indonesia. Ganda Suharyadi/Wailan memperkecil ketinggalannya di hari berikutnya dengan menundukkan Yoo Jin Sun/Bae Nam Jum, dalam marathon game 6-3, 6-3, 11-13, 11-9. Seluruhnya menghabiskan waktu selama 4 jam 20 menit. Di hari terakhir, Suharyadi -- yang tampil buruk ketika melawan Kim Bong Soo pada pertandingan sebelumnya -- bermain penuh keyakinan sewaktu menghadapi Song Dong Wook. Seolah-olah dia ingin membuktikan bahwa dirinya tak disergap cedera ankle kaki yang pernah diramaikan sebelum pertandingan. Tekadnya itu membuahkan hasil. Ia mrnggilas pemain cadangan Korea yang menggantikan posisi Yoo Jin Sun karena sakit, setelah berjuang 5 set dengan skor ketat 6-2, 6-2, 1-6, 4-6, 6-4. Hasil ini membuat kedudukan menjadi imbang 2-2. Tintus -- yang semula disangsikan kemampuannya -- ternyata mampu menjadi dewa penyelamat kubu Indonesia. Ia bermain penuh percaya diri di partai yang sangat menentukan itu. Lawannya? Kim Bong Soo, juara Asia 1984, dibuatnya kedodoran. Petenis kelahiran Surabaya itu mengembangkan permainan dengan pola menyerang "servis dan voli". Kim akhirnya termehek-mehek harus mengakui keunggulan Tintus dan skor berbalik 3-2 untuk kemenangan Indonesia. Namun, kemenangan tim Piala Davis Indonesia ini tak terlepas dari tidak dimainkannya pemain nomor satu Korea, Yoo Jin Sun, di partai yang menentukan. Pemegang 4 medali emas AG X, Seoul 1986, ini menderita sakit mendadak yang cukup serius. Menurut keterangan pelatih kepala tim Korea Kim Sung Bae, anak asuhnya itu mendapat gangguan pada perut. Sabtu malam pekan lalu? sehabis makan malam, tiba-tiba ia muntah-muntah dan harus dilarikan ke RS Pertamina Pusat, Jakarta, untuk mendapat pertolongan pertama. Jin Sun terpaksa mendekam semalam di RS itu untuk penyembuhannya. Akibatnya, posisi Jin Sun digantikan Song Dong Wook yang prestasinya masih setingkat di bawahnya. Absennya Jin Sun tentu saja membuat peluang Indonesia untuk memenangkan pertarungan semakin terbuka. "Begitu mendengar Yoo Jin Sun diganti Song Dong Wook, saya tambah lebih percaya diri untuk bisa menyumbangkan satu angka lagi," ujar Suharyadi. Menurut sumber TEMPO di RS Pertamina, Yoo Jin Sun sebenarnya terserang heat stroke -- sengatan panas yang luar biasa. Sehingga, ia banyak kehilangan cairan tubuh. Memang pemain Korea yang dipersiapkan ke Olimpiade musim panas nanti ini pada siang hari sebelumnya harus bertarung di partai ganda selama 4 jam 20 menit di bawah terik matahari yang membakar. Namun, keesokan harinya Jin Sun sudah dibawa kembali ke Hotel Sahid Jaya tempatnya menginap. "Padahal, dia masih memerlukan perawatan yang intensif," kata seorang dokter. Bisa dipastikan bahwa kubu Korea -- yang tiba seminggu lebih awal sebelum pertandingan dimulai -- salah melakukan perhitungan dalam mengantisipasi kondisi cuaca di Jakarta. Mereka bahkan sempat sesumbar. "Udara di Seoul sekarang ini lebih panas dibandinkan Takarta," uiar Kim Sun Bae. Mereka malah menantang, minta pertandingan dimulai pukul 10.30 WIB untuk tunggal dan pukul 13.00 untuk ganda. Perhitungan mereka, panas terik matahari akan makin berkurang menjelang sore. Dengan bekal ini mereka yakin mampu menundukkan Indonesia di kandang sendiri. Apalagi terbukti di hari pertama, Korea sudah unggul 2-0 setelah Kim Bong Soo dan Yoo Jin Sun mampu dengan mudah menundukkan Suharyadi dan Tintus. Tapi kemudian Tintus dkk. mampu menjungkirbalikkan keadaan. Regu Piala Davis Indonesia akhirnya menang dan maju ke babak 16 besar dunia, tempat bercokolnya tim-tim elite dunia. Ini berarti mengulang prestasi yang juga pernah diukir Tintus dkk. pada 1982. Melihat sukses yang langka ini, tidak heran jika Moerdiono, yang juga Menteri Sekretaris Negara, sangat berantusias membawa para pahlawan tenis Indonesia menghadap Presiden Soeharto. Bagi Tintus, prestasi ini mempunyai arti tersendiri. Untuk kedua kalinya ia menjadi penyelamat dalam menghantarkan regunya ke babak 16 besar dunia. Di tahun 1982 bersama tim Piala Davis yang diperkuat Yustedjo Tarik, Hadiman, dan Atet Wiyono -- ia juga menjadi penentu kemenangan Indonesia atas Kor-Sel di semifinal zone Asia Timur yang berlangsung di Stadion Tenis Senayan, Jakarta, 1982. Sedangkan di final Indonesia kemudian mengalahkan regu tangguh lainnya, Jepang. Apakah Tintus dkk. nanti mampu bertahan di kelompok elite pertenisan dunia? Memang sulit, tapi siapa tahu? Pokoknya, sudah berusaha.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini