SUDAH sejak awalnya Reli Paris-Dakar disebut "reli gila". Total jarak yang harus ditempuh oleh peserta lebih dari 10.000 km, melewati sejumlah negara bekas koloni Prancis, seperti Aljazair, Niger, Volta Hulu, Mali, Pantai Gading, Guinea, dan berakhir di Senegal (kota Dakar). Soal jarak sebenarnya bukan apa-apa, tapi medannya itu, lho. Medan yang terberat adalah melintas lautan pasir Sahara yang kering-kerontang dan seolah tak bertepi. Jika siang hari, udaranya panas membakar dengan temperatur di atas 50 derajat Celsius. Malamnya, cuaca berubah drastis menjadi dingin yang sangat menggigit dengan suhu di bawah nol derajat Celsius. Cuaca, badai pasir, daerah yang terkadang belum pernah dilewati manusia, dan berbagai "neraka" lain siap menghadang setiap peserta reli. Makanya, lomba tahunan yang sudah berusla 11 tahun ini selalu penuh drama dengan nyawa manusia sebagai korbannya. Hingga kini tcrcatat sudah 26 orang -- termasuk pengemudi, penonton, dan pejalan kaki -- yang tewas. Toh lomba ketahanan manusia dan mesin ini selalu menarik perhatian, dan melibatkan dana sponsor lebih dari US$ 100 juta. Hampir semua pabrik mobil dan motor mempertaruhkan produk mereka yang paling mutakhir. Memang reli Paris-Dakar sudah disahkan sebagai arena uji coba ketahanan sebuh mobil atau motor. Tahun ini pemenang untuk kategori mobil adalah pereli asal Finlandia Ari Vatanen yang ditemani oleh navigator Bruno Berglund dari Swedia. Ia unggul tipis atas duet Jacky Ickx dan Christian Tarin (Belgia) dengan selislh waktu hanya 20 detik. Kedua pereli tadi bergabung di bawah bendera tim mobil Peugeot dari Prancis. Kemenangan Vatanen itu sudah dipastikan sejak Ahad dua pekan lalu di Gao, Mali, ketika lomba masih tersisa enam hari dan perlu menempuh 4.000 km lagi untuk sampai ke garis finis. Padahal, saat itu Ickx sudah unggul lima menit dari Vatanen. Namun, pereli asal Finlandia itu tetap dinobatkan sebagai juara karena undian koin uang 10 franc yang dilakukan pimpinan tim Peugeot, Jean Todt. Alasan Todt, karena persaingan sengit antara dua pereli itu sudah sampai tingkat yang mencemaskan. Sesudah menempuh lebih dari 6.000 km -- lebih dari setengah jalannya lomba -- mereka sudah unggul mutlak dengan selisih waktu dua jam dari saingan terdekat di belakangnya. Lalu persaingan pun timbul antara Vatanen dan Ickx. "Mereka terlalu cepat dan ini sangat membahayakan," kata Todt. Buat Todt, yang penting memang kemenangan tim Peugeot. Ini berarti keunggulan mobil buatan Prancis itu harus tetap dipertahankan sampai di garis finis. Akibatnya, rivalitas antara Vatanen dan Ickx harus segera diakhiri. "Supaya tak ada kecelakaan atau kerusakan mesin hanya karena pengemudinya yang ngotot menang," sambung Todt. Lalu diadakanlah toss dengan koin. Dan Ickx -- pemenang reli tahun 1983-- akhirnya mematuhi konsensus itu. Di tahapan terakhir Jumat pekan lalu, ia yang masih unggul 20 detik harus menunggu sampai Vatanen menyalipnya. "Bagi saya tak ada masalah. Yang penting tim kami keluar sebagai pemenang pertama dan kedua," kata Ickx. "Sebetulnya, saya menentang undian itu. Tapi ini sudah keputusan pimpinan tim," kata Vatanen, yang merayakan kemenangannya itu dengan segelas susu. Tentu saja pihak penyelenggara uring-uringan melihat cara tim Peugeot itu dalam menentukan pemenangnya. "Sangat menyedihkan. Ini bukan lagi lomba Paris-Dakar, tapi sudah menjadi Paris-Gao," tutur ketua penyelenggara, Gilbert Sabine. "Cara mereka tidak bermoral dan sangat memalukan. Reli ini padahal murni sebagai olahraga dan bukan tempatnya untuk kongkalikong perusahaan mobil," kata Jean-Marie Balestre, presiden federasi olahraga bermotor internasional. AKS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini