Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kabar duka datang lagi dari dunia persepakbolaan. Sedikitnya 12 orang tewas terinjak-injak dan ratusan lainnya luka-luka dalam insiden di sebuah stadion sepak bola di El Salvador, Amerika Tengah, pada Sabtu malam, 20 Mei 2023 waktu setempat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari Reuters, Polisi Sipil Nasional (PNC) mengatakan, insiden itu terjadi di Stadion Cuscatlán, San Salvador, ibu kota El Salvador. Lima orang tewas di gerbang masuk stadion akibat terjepit dengan suporter lainnya. Empat orang tewas di dalam stadion, dan tiga lainnya berakhir meninggal dunia di rumah sakit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dugaan sementara, tragedi terjadi setelah suporter mencoba memasuki Stadion. Kerusuhan berawal dari banyaknya suporter Alianza F.C. yang mencoba masuk stadion tanpa tiket maupun menggunakan tiket palsu. Sebagai upaya mengendalikan situasi, pihak kepolisian menutup gerbang-gerbang yang ada. Menurut penuturan saksi, hanya ada dua gerbang di stadion itu.
“Informasi awal menunjukkan adanya serbuan suporter yang mencoba masuk untuk menonton pertandingan antara tim Alianza F.C. dan tim Club Deportivo FAS,” kata pihak PNC.
Selain itu, menurut penuturan saksi, polisi juga menembakkan gas air mata sehingga menyebabkan kepanikan massal. Namun, menurut laporan polisi, mereka tak melakukan hal itu. Menurut mereka, kepanikan massal tersebut berasal dari asap petasan. Saat ini kepolisian nasional dan Kejaksaan Agung setempat tengah melakukan penyelidikan menyeluruh.
Kasus di Kanjuruhan
Peristiwa ini menambah daftar kasus tewas massal dalam dunia sepak bola. Insiden berdesak-desakan di stadion dan menyebabkan orang-orang tewas juga terjadi belum lama ini di Tanah Air. Pada 1 Oktober 2022 lalu, sedikitnya 130-an lebih orang tewas dan 583 orang cedera akibat tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang yang dikenal sebagai tragedi Kanjuruhan.
Malam itu Stadion Kanjuruhan tengah menjadi tempat perhelatan tanding sepak bola yang mempertemukan Arema FC dan Persebaya Surabaya. Namun dalam pertandingan tersebut, Arema selaku tuan rumah kalah. Tragedi Kanjuruhan bermula ketiga 3000 pendukung Arema turun dari tribun menginvasi lapangan usai laga.
Aparat keamanan menilai hal itu sebagai upaya menyerang pemain dan membuat kericuhan. Aparat pun turun ke lapangan untuk membubarkan massa dan terjadilah bentrok. Aparat kemudian menembakkan gas air mata karena massa bertindak anarkis, sebagaimana dijelaskan Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta.
Massa pun berlarian ke luar stadion. Namun saat hendak keluar, pintu stadion ternyata terkunci. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya desak-desakan dan menyebabkan korban tewas dan luka-luka. Total 34 orang meninggal di tempat, sementara lainya di rumah sakit. Beberapa korban juga tewas karena efek gas air mata. Dalam insiden ini, dua polisi juga gugur.
Enam orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Tiga tersangka dituduh melakukan pelanggaran aturan keamanan stadion. Mereka adalah Direktur PT.LIB Ahmad Hadi Lukita, Ketua Panitia Penyelenggara Arema FC Abdul Haris, Kepala Keamanan Arema FC Suko Sutrisno
Sedangkan tiga tersangka lainnya, yaitu Komandan Brimob Jawa Timur Hasdarman, Kepala Bagian Operasional Polres Malang Wahyu S. Wahyu, Kepala Satuan Samapta Polres Malang Bambang Sidik Achmadi, dituduh lalai dalam penggunaan gas air mata. Dua yang disebut terakhir dituntut 3 tahun penjara. Namun keduanya, bersama Lukita, divonis bebas.
Sutrisno dituntut 6,8 tahun penjara namun hanya dihukum 1 tahun penjara. Sedangkan Haris dan Hasdarman masing-masing dituntut 6,8 tahun penjara dan 3 tahun penjara. Tetapi pengadilan menjatuhkan vonis untuk keduanya hanya 1,6 tahun penjara.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.