Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Selamat pagi, republik indonesia

Koran "media indonesia" telah terbit di jakarta. teuku yousli syah mencoba mendongkrak MI ke papan atas. yang menonjol adalah rubrik olah raganya. bola dan tribun merasa tak disaingi.

25 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK 11 Maret berselang, dunia pesuratkabaran Ibu Kota diramaikan lagi dengan kehadiran koran "baru", Media Indonesia (MI). Sang pendatang mutakhir ini memang sudah lama dinantikan oleh kalangan pers. Apalagi dengan pasar yang diramaikan oleh 16 surat kabar setiap harinya, penampilan pesaing baru tentulah menjadi amat penting. Maka, pada hari yang bersejarah buat Orde Baru itu -- 11 Maret sebuah gedung bertingkat di Jalan Gondangdia Lama, Jakarta, nampak ceria. Spanduk raksasa yang warnanya merah menyala berjuntai dari gedung tinggi itu, menghadap keramaian lalu lintas. Itulah markas besar MI, tempat 40 wartawan berkutat dengan semangat tinggi. Sebagian besar adalah orang MI lama, sebagian lainnya direkrut dari media lain. Walaupun MI bukan koran baru -- terbit pertama kalinya pada 19 Januari 1970 -- oleh Teuku Yousli Syah diakui bahwa mereka harus merangkak dari bawah. Maklumlah koran "papan bawah". MI diterbitkan Yayasan Warta Indonesia, yang didirikan oleh Teuku Yousli Syah, kini menjabat pemimpin umum sekaligus pemimpin redaksinya. Memasuki tahun ke-20 ini, barulah MI bisa terbit dengan napas dan wajah baru, lebih bersolek. Dan menurut Yousli, juga ada peningkatan manajemen. Persiapan untuk itu makan waktu lama. Untuk menjadi koran yang mampu unjuk gigi dalam persaingan yang kian seru, pada akhir 1986 yayasan penerbitnya diganti menjadi PT Media Citranusa Purnama. Yousli 50 tahun, orang Aceh itu, tentu saja jadi direktur utamanya. "Kami diperkuat dengan tambahan modal dan manusia," kata Yousli kepada TEMPO. Tapi, "itu rahasia perusahaan," katanya, ketika ditanya berapa yang ditanamnya untuk mendongkrak MI jadi koran papan atas. Dikatakannya, sebelum MI terbit, sudah dilakukan studi kelayakan yang berlangsung selama dua bulan. Studi itu melibatkan beberapa orang, yang mencoba menggodok dan memadukan banyak gagasan. Hasilnya, ketemulah sebuah konsep, yang secara kongkret bisa dilihat pada warna dan desain visual yang berkibar-kibar. Di samping foto -- pada edisi pertama, MI muncul dengan foto selebar 7 kolom -- yang istimewa adalah rubrik olahraganya, yang merupakan kapling tengah dua halaman. Diramaikan oleh foto-foto berwarna yang ukurannya cukup besar, kapling tengah ini tampaknya akan jadi trade mark MI. Sepintas sudah bisa disimpulkan untuk sementara, bahwa ruang olahraga inilah yang menjadi kekuatan utama MI. Seleksi beritanya juga menarik. Di situ, misalnya, bisa dibaca perjalanan hidup Boy Bolang, di samping "Lintasan" yang menampilkan atlet-atlet yang sedang in. Kenapa olahraga mendapat porsi istimewa? Menurut Yousli, studi kelayakan menunjukkan olahraga banyak peminatnya. "Kami harus mampu memberi apa yang diinginkan pembaca," ujarnya serius. Dan tidak hanya sampai di situ. Untuk tampak khas, MI "baru -- tampil dengan penampilan yang mirip harian Priontas almarhum. Logonya tak banyak beda dengan koran yang dibreidel dua tahun silam itu. Hanya Yousli memastikan. tipe huruf logo -- kendati mirip Prioritas -- benar-benar dipilih berdasar pertimbangan bahwa huruf itu bagus, indah. Tak heran jika banyak yang mengatakan MI adalah reinkarnasi Prioritas. Tapi Yousli membantah. Bahwa MI bermarkas di lantai satu Prioritas, ya karena Yousli menyewa gedung itu. Berapa oplah MI? Direktur Pemasaran Lestary Luhur mengatakan, pada penerbitan awal oplahnya 80.000. Ternyata, dalam waktu singkat, oplah itu sudah meningkat jadi 100.000. Berapa target? "Kami tak berani muluk-muluk," kata Lestary. Kehadiran MI nampaknya tak menggetarkan tabloid olahraga Bola yang terbit seminggu sekali dengar oplah 400.000. Paling tidak itulah komentar Sumohadi Marsis, Pemimpin Redaksi Bola, yang dihubungi Ardian Taufik Gesuri dari TEMPO lewat telepon. "Buat sebuah media makin banyak saingan makin baik," katanya. "Supaya orang bisa tahu mana yang lebih bagus," katanya lagi. Sumohadi memperkirakan, mungkin saja ada dampak kehadiran MI, tapi kini masih terlalu pagi untuk membicarakannya. Namun, ia yakin, ada beberapa kelebihan Bola yang sukar diimbangi. Misalnya, ulasan bola oleh Kadir Yusuf, atau rubrik kesehatan yang diasuh oleh dr. Sadoso. "Untuk urusan kesehatan olahraga, belum ada pakar lain yang bisa menyainginya." Kendati ia melihat MI baru satu kali, Sumohadi sudah bisa mengatakan bahwa berita olahraga MI terlambat satu-dua hari. Mungkin karena MI harus tampil dengan foto-foto berwarna. Padahal, sebagai harian, ia harus mengejar kecepatan dan news yang paling aktual. Dengan pertimbangan itu, maka Sumohadi sampai pada kesimpulan sementara bahwa MI tidak akan menjadi saingan yang kuat untuk Bola dan Tribun. Apa kata pengamat pers? Dr. Edward Depari, M.A. M.Sc. menilai bahwa pemberitaan MI masih hati-hati, dan "gebrakan jurnalistiknya belum ada." Menurut ahli komunikasi UI itu, gebrakan yang muncul justru dari penampilan foto warna halaman satu dan halaman olahraga. "Nampaknya, itulah yang akan ditanamkan jadi ciri khas MI," tutur Edward. Disebutnya "Selamat Pagi Republik" dan "Forum", sebagai dua ciri khas lain, yang berisi diskusi mengenai hal-hal yang sedang hangat, tapi baru menampilkan tokoh-tokoh masyarakat. "Akan lebih bagus kalau pendapat masyarakat bisa juga dimunculkan," saran Edward. Maksudnya agar kesan elitis bisa sirna. Bila MI mau lebih maju, Edward berpendapat, harus menajamkan sasaran khalayak pembacanya. Di samping itu, juga harus bekerja keras, untuk membuktikan apakah MI memberikan nilai tambah pada masyarakat, yang sudah terbiasa dengan gaya jurnalistik Kompas, Suara Pembaruan, atau Pos Kota. Ia mengingatkan, persaingan antarmedia cetak kini amat ketat, walaupun ia yakin pasar belum jenuh. Yang penting bagi penerbitan baru semacam MI, "Mereka harus mampu menciptakan pasar," kata Edward, yang tak lupa mengingatkan bahwa daya beli masyarakat juga ikut menentukan.A. Dahana dan Budiono Darsono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum