Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mobil

Viral Debt Collector Tarik Paksa Mobil Clara Shinta, Bagaimana Aturannya?

Media sosial diramaikan beredarnya video debt collector yang secara paksa ingin mengambil mobil milik selebgram Clara Shinta.

21 Februari 2023 | 18.52 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Clara Shinta dan mobil yang disita ditarik debt collector. Foto: Instagram Clara Shinta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Media sosial diramaikan beredarnya video debt collector yang secara paksa ingin mengambil mobil milik selebgram Clara Shinta. Video tersebut diunggah langsung oleh Clara dalam akun TikTok miliknya. Terlihat dalam video, Clara didatangi oleh puluhan debt collector yang hendak menarik paksa mobilnya di parkiran apartemen pada 8 Februari 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Debt collector tersebut beralasan ingin menarik paksa mobil Clara karena sang selebgram telah menggadaikan sertifikat BPKB dan tak mampu membayar cicilannya. Meski begitu, Clara sendiri mengaku tidak pernah menggadaikan BPKB. Menurutnya, BPKB mobil miliknya digadai oleh mantan suaminya tanpa sepengetahuannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dunia kredit kendaraan memang erat kaitannya dengan debt collector atau yang juga dikenal dengan istilah mata elang. Tugas debt collector adalah untuk mengejar kendaraan yang macet kredit apalagi jika debitur susah ditemui. Debt collector alias mata elang akan mencari kendaraan yang menunggak cicilan.

Namun tak jarang Debt Collector melakukan penarikan kendaraan secara paksa, bahkan menyita kendaraan sembarangan. Lantas sebenarnya bagaimana aturan penarikan kendaraan yang benar? Simak penjelasannya berikut ini.

Aturan Penarikan Kendaraan oleh Debt Collector

Sebelumnya aturan mengenai penarikan paksa oleh debt collector diatur dalam Pasal 15 Ayat (2) dan (3) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam Ayat (2) disebutkan bahwa sertifikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Lalu, dalam Ayat (3) dijelaskan bahwa jika debitur cidera janji atau melakukan wanprestasi, penerima fidusia memiliki hak untuk menjual benda yang sudah dijadikan jaminan atas kekuasaannya sendiri. Singkatnya, kreditur atau pihak leasing bisa menarik langsung kendaraan apabila debitur cidera janji. 

Perjanjian fidusia sendiri merupakan perjanjian utang piutang antara kreditur dengan debitur yang melibatkan penjaminan yang kedudukannya tetap dan dibuat Akta Notaris untuk didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia. Apabila tidak ada jaminan fidusia, pihak pemberi kredit tidak punya hak untuk mengeksekusi objek yang dijaminkan. Akibatnya, isi perjanjian kurang kuat karena dibuat dibawah tangan. 

Namun, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan bahwa pihak leasing atau debt collector tidak boleh menarik atau menyita sembarang kendaraan, meskipun tidak dapat menyelesaikan pembayaran. Keputusan tersebut dituangkan dalam putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 pada 6 Januari 2020. Adanya aturan tersebut juga menggugurkan aturan yang sebelumnya memperbolehkan leasing melakukan penarikan paksa sendiri jika kredit macet. 

Keputusan MK tersebut membatalkan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999. Pada putusan nomor 2 yang ditandatangani Ketua MK, dinyatakan bahwa Pasal 15 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Segala mekanisme dan prosedur hukum dalam mengeksekusi sertifikat jaminan fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan eksekusi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. 

Jadi, jika debitur keberatan apabila kendaraannya diambil, maka pihak leasing tidak boleh mengambil secara paksa. Leasing boleh mengambil kendaraan jika sudah ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Bagaimana Menghadapi Debt Collector alias Mata Elang?

Meski keputusan mengenai penarikan paksa tidak diperbolehkan, namun pada beberapa kasus debt collector masih melakukan penarikan kendaraan secara paksa. Apabila Anda mengalami hal tersebut, berikut hal-hal yang dapat dilakukan:

  1. Apabila diberhentikan secara paksa, menepilah di tempat ramai
  2. Jangan panik dan berbicaralah seperti biasa
  3. Amankan kunci kontak kendaraan
  4. Tanyakan dan catat identitas mata elang
  5. Tanyakan identitas pemilik kendaraan yang tertulis di buku milik mata elang tersebut
  6. Jangan berikan STNK, apapun yang terjadi
  7. Apabila Anda memang mempunyai masalah dalam hal cicilan, bicarakan secara baik-baik. Jika memungkinkan, bayar cicilan dengan mentransfer
  8. Bicarakan secara langsung pada kantor cabang leasing apabila tidak bisa membayar cicilan.
  9. Anda dapat meminta surat penarikan kendaraan sebagai bukti legal jika memang tidak bisa memenuhi janji pembayaran cicilan. Sehingga jika bertemu mata elang, ini bisa menjadi bukti tidak menunggak kredit.

RIZKI DEWI AYU | WP

Pilihan Editor: 
Daftar Harga Motor Listrik di Bawah Rp 20 Juta di IIMS 2023

Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di grup Telegram GoOto.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus