Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemungutan suara dalam Pemilihan Umum (Pemilu) akan digelar pada Rabu, 14 Februari 2024. Mendekati hari pencoblosan tersebut, beberapa oknum tidak bertanggung jawab akan melancarkan berbagai cara untuk menarik simpati atau suara rakyat agar memenangkan kontestasi, salah satunya melalui serangan fajar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa itu serangan fajar yang umumnya dilakukan saat Pemilu? Berikut ini pengertian, target, hingga ancaman hukumannya.
Apa Itu Serangan Fajar?
Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan, istilah serangan fajar dikenal pertama kali dari sebuah judul film propaganda kekuatan Presiden ke-2 RI Soeharto sebagai tokoh sentral perjuangan bangsa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Film yang dirilis pada 1982 silam dan disutradarai Arifin C Noer itu merupakan salah satu dari trilogi film propaganda serupa, yaitu Janur Kuning dan G 30S PKI.
Sekarang, lanjut dia, serangan fajar sudah dipakai untuk istilah politik uang transaksional. Maksudnya, orang membayar dengan nominal tertentu, supaya seseorang memilih calon yang diinginkan pemberi uang dengan janji-janji.
“Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) membuat indeks kerawanan pemilu (IKP), (hasilnya) masih ada politik uang atau serangan fajar, dan Polri (Kepolisian Negara Republik Indonesia) juga membuat indeks kerawanan pemilu dan indeks potensi kerawanan pemilu (IPKP). Itu masih mengindikasikan politik uang sebagai sesuatu yang mengancam kita,” kata Mahfud MD dalam Media Gathering Sosialisasi Pemilu 2024 “Hajar Serangan Fajar” di Jakarta Pusat, Senin, 3 Juli 2023, dikutip dari laman Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Target Serangan Fajar
Mahfud menjelaskan, serangan fajar mempunyai dua jenis sasaran, yaitu perorangan. Perorangan itu akan diberikan uang melalui amplop dan borongan dari sponsor, dengan kompensasi yang bermacam-macam, seperti izin proyek dan lain-lain.
Sasaran serangan fajar selanjutnya adalah petugas Pemilu yang bertujuan untuk mendongkrak jumlah suara calon tertentu di Tempat Pemungutan Suara (TPS) tingkat kabupaten/kota.
Untuk mendongkrak jumlah suara itu, petugas akan memanfaatkan celah dengan menghadirkan saksi yang tidak dikenal.
Bentuk-Bentuk Serangan Fajar
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), imbalan kepada pemilih secara langsung atau tidak langsung tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga materi lainnya.
Berikut bentuk-bentuk serangan fajar yang paling umum di Indonesia:
1. Uang
Para pemberi serangan fajar biasanya lebih memilih uang karena lebih mudah disalurkan secara sembunyi-sembunyi. Nominalnya beragam, mulai dari puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah per orang. Tak jarang pula, para pemberi lebih dahulu menjanjikan uang dan akan membagikannya setelah memenangkan pemilu.
2. Sembako
Para pemberi serangan fajar juga umumnya akan membagikan beragam bahan pokok untuk membeli suara rakyat. Dalam kemasan sembilan bahan pokok (sembako), biasanya diselipkan kertas atau brosur bergambar calon tertentu.
3. Barang rumah tangga
Tak hanya uang dan sembako, oknum pemberi serangan fajar juga biasanya tak segan membagikan barang-barang rumah tangga, seperti peralatan dapur hingga elektronik untuk menarik suara. Tentunya, pemberian benda-benda itu diselingi dengan imbauan untuk memilih calon tertentu.
Hukum Serangan Fajar
Serangan fajar adalah kegiatan yang dilarang oleh hukum karena dapat merusak demokrasi. Terdapat beberapa pasal dalam UU Pemilu yang mengatur sanksi bagi pemberi uang atau imbalan tertentu kepada pemilih. Berikut rinciannya:
“Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih agar tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu, sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,” Pasal 515 UU Nomor 7 Tahun 2017.
“Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung atau tidak langsung, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,” Pasal 523 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017.
“Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,” Pasal 523 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017.
MELYNDA DWI PUSPITA
Pilihan Editor: Bawaslu Bakal Patroli Antisipasi 'Serangan Fajar'