Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pilkada

Tuai Polemik, Rencana KPU Pakai Sirekap di Pilkada 2024

Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan, apalagi kemarin waktu kita pilpres itu Sirekap bermasalah.

10 Mei 2024 | 13.11 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas KPPS menunjukan aplikasi Sirekap atau Sistem Informasi Rekapitulasi Pilkada serentak saat uji coba di komplek Stadion Si Jalak Harupat, Kabupaten Bandung, Rabu, 9 September 2020. Sirekap merupakan aplikasi digital dalam penghitungan suara dalam Pemilihan Serentak 2020 di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. TEMPO/Prima mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap pada pemilihan kepala daerah atau Pilkada serentak 2024 kembali menuai polemik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dilansir dari Tempo, Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menyinggung Sirekap dalam sidang sengketa pemilihan umum legislatif atau pileg di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat pada Rabu, 8 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat itu, Arief memimpin sidang panel tiga perkara nomor 20-01-04-01/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 yang diajukan oleh Partai Golkar. Partai beringin ini menduga ada penambahan suara Partai Gerindra untuk anggota DRPD/DPRA Provinsi Aceh Dapil 6.

Salah satu anggota Panitia Pengawas Pemilihan atau Panwaslih Aceh, Yusriadi, mengungkapkan ada perbedaan suara dalam hasil rekapitulasi perhitungan secara manual pada formulir D Hasil Kecamatan dengan Sirekap yang dicetak menjadi dokumen. Sehingga, menurutnya, mengganggu tahapan rekapitulasi jumlah suara yang benar.

Arief lantas menyahuti, "Kira-kira itu berarti Sirekap sebagai alat bantu itu malah mengacaukan ya?"

Arief melanjutkan, begitu rekapitulasi perhitungan secara manual sudah selesai, seharusnya Sirekap yang dicetak juga menampilkan hasil serupa. Menurut dia, permasalahan perbedaan hasil rekapitulasi secara manual dengan Sirekap terjadi di semua tingkatan. 

"Apalagi kemarin waktu kita pilpres itu Sirekapnya jadi bermasalah. Memang Sirekap tidak bisa digunakan, karena bermasalah terus itu ya Pak Holik (Idham Holik) ya. Untuk catatan, karena nanti sebentar lagi pilkada," Arief mengingatkan.

Respons KPU

Anggota Komisioner KPU Idham Holik mengatakan, Sirekap sudah pasti dievaluasi. Evaluasi, menurutnya, merupakan fungsi manajerial yang melekat pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilu. Kegiatan ini, katanya, juga berbasiskan pada manajemen.

"Sirekap sudah pasti dievaluasi, dan hasil evaluasi tersebut akan dijadikan sumber materi perencanaan perbaikan kualitas Sirekap ke depan, untuk kepentingan pilkada," ujar Idham kepada Tempo, Kamis malam, 9 Mei 2024.

Idham juga menanggapi sorotan Hakim Konstitusi Arief terhadap Sirekap. Dia menjelaskan, KPU berkomitmen untuk lebih baik dalam penyelenggaraan pilkada yang profesional.

"KPU akan mewujudkan pemberian layanan informasi publik atas hasil perolehan suara Pilkada melalui Sirekap," tutur Idham.

 

Perludem: Masalah di Pemilu Bisa Terulang

Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menanggapi pernyataan Hakim MK Arief Hidayat yang mewanti-wanti KPU mengenai permasalahan Sirekap menjelang Pilkada serentak 2024. 

"Kalau tidak disiapkan dengan baik, ya bisa terulang lagi masalah seperti di pemilu kemarin," kata Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati kepada Tempo, Kamis, 9 Mei 2024.

Ninis, sapaannya, menilai permasalahan tersebut dapat berdampak pada proses rekapitulasi suara. Walaupun sebagai alat bantu, kata dia, Sirekap adalah sumber data yang digunakan dalam proses rekapitulasi secara manual.

"Soal Sirekap ini memang jadi salah satu masalah krusial yang diangkat dalam PHPU (perselisihan hasil pemilihan umum) kemarin," ujar Ninis.

Seperti diketahui, mantan paslon nomor urut 01 dan 03 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar serta Ganjar Pranowo-Mahfud Md. dalam sengketa pemilihan presiden dan wakil presiden atau Pilpres 2024 di MK sempat mendalilkan penyelenggaraan pemilu yang curang lewat penyalahgunaan aplikasi Sirekap.

Salah satunya ihwal KPU yang mengakui data Sirekap tidak dilakukan validasi, sehingga menjadi data yang kurang akurat.

Menurut Ninis, permasalahan Sirekap dalam sengketa pemilu terjadi karena aplikasi tersebut tidak bisa berfungsi maksimal. Selain itu, dia menilai Sirekap tidak dipersiapkan dengan baik. 

"Masalah-masalah yang terjadi di Sirekap kemarin tidak diperbaiki, tapi justru malah ditutup oleh KPU," ungkap Ninis. 

Padahal, kata dia, Sirekap bisa menjadi media publikasi hasil pemilu kepada publik. Selain itu, Ninis menggarisbawahi bahwa KPU tidak memberikan penjelasan kepada publik apa yang sebetulnya terjadi dalam Sirekap.

"Kekhawatirannya malah membuat publik tidak percaya terhadap penggunaan teknologi dalam pemilu," ujar Ninis.

AMELIA RAHIMA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus