Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Raja Kayu Pembalak Batang Gadis

Buron Adelin Lis ditangkap otoritas Singapura karena pelanggaran imigrasi. Dikenal sebagai raja kayu yang licin.

19 Juni 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Adelin Lis. TEMPO/Hambali Batubara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Buron Adelin sedang menunggu pemulangan kembali ke Indonesia setelah pengadilan Singapura memutuskan untuk mendeportasinya atas pelanggaran keimigrasian.

  • Ia buron dalam kasus pembalakan liar di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara.

  • Dikenal sebagai raja kayu yang licin pergerakannya.

JAKARTAAdelin Lis memiliki julukan Raja Kayu Sumatera. Penyebutan itu berkaitan dengan aktivitas perusahaannya di Taman Nasional Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Kasus hukum yang menjerat dia bermula dari adanya laporan masyarakat ke Kepolisian Daerah Sumatera Utara pada 2005.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tim dari Markas Besar Kepolisian RI turun ke wilayah taman nasional pada Januari 2006. Dua pekan berselang setelah turun ke lapangan, Polda Sumatera Utara mengumumkan tiga perusahaan milik keluarga Adelin menjadi tersangka pembalakan hutan, yakni PT Mujur Timber, PT Keang Nam Development Indonesia (KNDI), dan PT Inanta Timber Trading.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adelin, sebagai direktur dan komisaris di tiga perusahaan itu, ditetapkan sebagai tersangka. Sebulan kemudian, Adelin menghilang dan dinyatakan buron. Dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara yang ditimbulkan Adelin melalui PT Inanta Timber dan PT KNDI sangat besar.

PT Inanta Timber berkontribusi untuk kerugian negara melalui tunggakan provisi sumber daya hutan (PSDH) sebesar Rp 256,4 miliar serta dana reboisasi sebesar US$ 2,3 juta. Sementara itu, PT KNDI menyumbang kerugian melalui PSDH sebesar Rp 309,8 miliar dan US$ 2,9 juta dari dana reboisasi. “Ia merupakan terpidana yang tanpa hak dan izin melakukan penebangan pada 2000-2005,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam konferensi pers pada Kamis lalu.

Pada September 2006, Adelin tertangkap di Beijing, Cina, ketika memperpanjang masa berlaku paspornya. Karena tak membawa pasfoto, dia pulang dan berjanji akan kembali keesokan harinya.

Staf Kedutaan Besar RI curiga karena Adelin tak dapat menunjukkan bukti izin tinggal di Cina. Alasan perpanjangan masa berlaku paspornya dianggap janggal karena dia mengaku sedang mengikuti pendidikan di Cina. Adelin kemudian ditangkap dan sempat mengeluh sakit di bagian dada.

Staf KBRI segera membawanya ke Rumah Sakit Wujing di Beijing, tapi Adelin tidak mau. Ia meminta rumah sakit yang lebih bagus. Adelin minta dibelokkan ke Klinik Sino German. Saat keluar dari klinik, Adelin kabur. Tiga petugas berusaha mengejarnya, tapi mereka dihadang sekitar 20 orang yang tak dikenal.

Sempat terjadi pemukulan, penendangan, dan penyekapan terhadap tiga anggota staf KBRI. Di pelataran parkir Hotel Sheraton Beijing, sekitar 100 meter dari Klinik Sino German, anggota staf KBRI itu dan satu orang tak dikenal memperebutkan Adelin. Kejadian itu menarik perhatian petugas keamanan Hotel Sheraton. Ketiganya ditangkap, lalu dibawa ke kantor polisi. Usaha pelarian itu pun gagal. Adelin langsung diterbangkan lagi ke Medan untuk diserahkan ke Polda Sumatera Utara.

Namun, pada November 2007, putusan Pengadilan Negeri Medan justru membebaskan Adelin. Leonard mengungkapkan, salah satu amar putusan dalam putusan bebas ini adalah mempertimbangkan surat dari Menteri Kehutanan saat itu, M.S. Kaban, yang menyatakan bahwa Adelin Lis hanya melakukan pelanggaran administrasi, bukan tindak pidana.

Kejaksaan Agung memberikan keterangan pers terkait pemulangan buronan Adelin Lis di Jakarta, 17 Juni 2021. ANTARA/Laily Rahmawaty

Keesokan harinya, Adelin kembali raib dari Indonesia. Saat itu, kepolisian tengah menyiapkan tuduhan kejahatan pencucian uang untuk Adelin. Ia pun kembali masuk daftar pencarian orang (DPO). Jaksa penuntut umum juga mengajukan kasasi dari kasus yang menjerat Adelin ini. Pada 31 Juli 2008, majelis kasasi yang dipimpin Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan menjatuhkan vonis penjara dan denda kepada Adelin Lis. Adelin terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

Majelis memvonis Adelin dengan hukuman 10 tahun penjara serta membayar uang pengganti Rp 119,8 miliar dan US$ 2,938 juta. Jika uang pengganti itu tidak dibayar, hukumannya ditambah 5 tahun kurungan. Majelis sepakat, Adelin melakukan tindak pidana korupsi secara bersama dan terus-menerus.

Sebagai pemegang hak pengelolaan hutan, Adelin lalai atas kewajibannya melakukan tebang pilih dan menanam kembali. Akibatnya, hutan di Kabupaten Mandailing Natal rusak dan menyebabkan kerugian negara.

Pada 2012, Adelin masuk DPO Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Lama tak terdengar kabarnya, pada 2018, dia ditangkap imigrasi Singapura karena ditemukan data yang sama untuk dua nama yang berbeda. Ia menggunakan paspor atas nama Hendro Leonardi.

Dari data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara, keluarga Adelin Lis sudah mengembangkan bisnis dengan mendapatkan sebagian izin hak pengusahaan hutan (HPH) seluas 58.590 hektare sejak 1998 dengan masa izin berlaku selama 55 Tahun. Keluarga Adelin juga memiliki usaha bisnis perkebunan serta perhotelan.

Namun operasi produksi bisnis kayu yang dilakukan keluarga Adelin berkontribusi dan menyumbangkan hilangnya kayu yang ada di kawasan hutan, serta telah dimanfaatkan untuk kepentingan bisnisnya. Direktur Eksekutif Walhi Daerah Sumatera Utara, Doni Latuparisa, mengatakan penegak hukum harus membuka kasus-kasus perusakan hutan yang dilakukan Adelin.

Ia menambahkan, masih terdapat aktor-aktor lain yang membantu Adelin yang tidak tersentuh hukum. “Ini momentum membuka kembali kasus-kasus yang dilakukan Adelin cs. Aktor lain coba diusut juga,” tutur Doni saat dihubungi, kemarin.

Kini Adelin sedang menunggu pemulangan kembali ke Indonesia setelah pengadilan Singapura memutuskan mendeportasinya atas pelanggaran keimigrasian. Kedutaan Besar RI di Singapura menyatakan terus berkomunikasi dengan otoritas di Singapura dan Kejaksaan Agung untuk urusan pemulangan Adelin. “Pada saat ini sikapnya adalah pulang memakai maskapai Garuda Indonesia dengan tujuan Jakarta. Selain itu, SPLP (surat perjalanan laksana paspor) tidak akan diberikan,” ujar Dubes Singapura, Suryopratomo.

MAJALAH TEMPO | ANDITA RAHMA | DIKO OKTARA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus