Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

"dor", setelah "biak, no"

Mahkamah militer di biak memvonis sertu pol. jafar alwi dengan hukuman 1 th 4 bulan penjara potong tahanan. ia menembak david frederik blenkinsop di atas kapal. hubungan australia-indonesia sempat tegang.

4 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAFAR Alwi duduk tepekur mendengar vonis hakim. Sersan satu polisi ini mendapat hukuman 1 tahun 4 bulan penjara potong tahanan dan membayar biaya perkara 5 ribu rupiah dalam sidang Mahkamah Militer di Biak pekan lalu. Artinya, masih setahun lagi bintara 31 tahun ini mereguk kebebasan. Kebebasan itu meninggalkan dirinya empat bulan silam. Yakni saat ia mulai ditahan dengan tuduhan membunuh David Frederik Blenkinsop, warga negara Australia yang sebaya dengannya. Awal mulanya adalah kehadiran kapal layar motor (KLM) C-Ment yang kandas di sebuah pulau di Teluk Serui, Irian Jaya, Agustus tahun lalu. Penumpangnya dua, David dan pacarnya yang berusia 20 tahun, Joanne Sarah Mist. Keduannya tak memiliki dokumen, karena itu oleh pihak berwenang memintanya melapor ke Biak. Tentu saja mereka dikawal petugas. Yaitu Jafar Alwi, Kopral Satu (Koptu.) Bernard Damena, dan pegawai Syah Bandar Moses Sapari. Dalam perjalanan menuju Biak inilah pertengkaran Jafar dengan David terjadi. Pasalnya adalah Jafar merasa David yang memegang kemudi -- tidak mengarahkan kapal ke Biak. Terutama karena kapal dirasa menjauh dari kerlip lampu Kota Biak yang mulai terlihat pukul 5 pagi, 13 Agustus tahun lalu itu. Jafar lantas mendekati David. "Saya mengimbau agar kapal dibelokkan ke tujuan semula, ke Biak," katanya. Namun, David malah balik membentak "Biak, no. I'll go to PNG," tutur Jafar kepada majelis hakim. Walhasil, bintara polisi ini pun mencabut pistolnya dan menembak ke atas. Maksudnya memberi peringatan. Tak nyana, ternyata bukan letusan yang keluar, melainkan bunyi "klik" pertanda macet. Melihat kejadian ini, David keluar dari kamar kemudi dan berjalan mendekati pemegang pistol. Menduga akan diserang. Jafar -- dalam jarak sekitar dua meter -- mengarahkan pistol dan menarik picu. Kali ini revolver itu menyalak. Dan sebuah peluru bersarang di bahu kiri David hingga ia jatuh terduduk. Namun, belum lagi Jafar sembuh dari kagetnya, kepalanya disambar tiang layar yang bergerak karena kapal oleng. Jafar pun jatuh dan pistol katanya tanpa sengaja -- kembali meletus. Kali ini peluru menemui sasaran yang berbeda. Joanne Sarah Mist tiba-tiba mengaduh dan darah mengalir dari bagian kanan atas perut wanita yang sedang mengandung tiga bulan ini. Entah karena melihat kekasihnya tertembak, David bangkit menyerang. Sebuah pukulan dilayangkan, tapi sempat ditangkis Jafar. Bahkan pukulan balasan -- dengan tangan yang masih menggenggam pistol -- diayunkan polisi ini dan mengenai sasaran. Lantas ayunan susulan tangan kiri Jafar membuat David terjengkang ke pagar tali pengaman kapal. Kali ini olengan kapal oleh ombak menyebabkan David terlempar ke luar kapal. Dan perkelahian pun terhenti. Para awak kemudian sibuk mencari David tanpa hasil. Pencarian terpaksa dihentikan karena harus segera mengobati luka yang diderita Sarah. Setelah dibawa ke puskesmas, penata rambut berkebangsaan Inggris ini dirawat di Rumah Sakit Biak. Belakangan seorang diplomat Inggris datang dari Jakarta dan menjemput Sarah. Lantas, setelah diperiksa di RS Pertamina, Sarah pun kembali ke negaranya. Bukan berarti peristiwa ini berakhir. Orangtua David, yang mendapat pemberitahuan dari Sarah, segera mencari jenazah anaknya di Biak. Selain itu, mereka juga menuntut keadilan. Tuntutan itu mereka sampaikan kepada dua pemerintah. Sebab, David mempunyai dua kewarganegaraan, Inggris dan Australia. Sialnya, pemerintah Indonesia, pada mulanya, hanya mengetahui David warga negara Inggris. Karena itu, Kedutaan Australia di Jakarta tak mendapat laporan mengenai peristiwa ini. Kebetulan pula pers Australia sangat sigap mengutip konperensi pers yang diadakan oleh keluarga Blenkinsop. Tak kurang dari Perdana Menteri Bob Hawke sendiri yang menyatakan kekesalannya terhadap pemerintah Indonesia, yang dianggap mencoba menutup-nutupi kejadian ini. Syukurlah, akhirnya kesalahpahaman itu dapat diatasi. Bahkan tak kurang dari Presiden Soeharto yang memerintahkan agar kasus ini diselesaikan dengan tuntas. Mungkin karena itulah sidang perkara ini dijalankan secara marathon selama 4 hari berturut-turut. Dan dalam sidang keenam, vonis itu pun dijatuhkan. Vonis ini ternyata tak berbeda jauh dari tuntutan oditur militer yang 1 1/2 tahun penjara potong tahanan itu. Padahal, tuntutan primer berdasarkan pasal 351 KUHP ternyata tak terbukti. Yang terbukti adalah tuduhan tentang penganiayaan yang menyebabkan luka. Karena luka itulah diduga Blenkinsop kemudian tak mampu berenang untuk menyelamatkan diri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus