Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sengketa ikan emas bakar rica

Restoran "kelapa gading monas" di arena pekan raya jakarta, nekat tetap buka meski telah disegel. willy pongiatan, pengusaha restoran itu, memprotes pengelola prj. ia merasa menempuh prosedur yang benar.

4 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KARTU undangan telah disebar, dan 100 kg ikan emas telah dipesan. Willy Pongiatan, 47 tahun, memang berniat membuat pesta yang meriah untuk menandai pembukaan restoran Menadonya, di Arena Pekan Raya Jakarta (PRJ) Monas. Ikan emas bakar rica, menu andalan restoran itu, dipersiapkan untuk hidangan utama pada pesta 15 Februari itu. Namun, empat hari sebelum pesta berlangsung, sejumlah satpam PRJ mendatangi restoran seluas 585 meter persegi itu. Tanpa banyak cakap, petugas keamanan itu menempelkan kertas karton bertuliskan "Stand ini Disegel" pada pintu-pintu restoran. Wolly hanya bisa bengong, saking kagetnya. Pengusaha restoran itu memprotes ke pengelola PRJ, yang bernaung di bawah Pemda DKI itu. Tapi pihak PRJ bersikeras agar restoran "Kelapa Gading", yang akan diusahakan Willy, ditutup. Bagi pengusaha itu, kebijaksanaan PRJ itu sungguh ganjil. Willy merasa telah menempuh prosedur sebagaimana lazimnya. Surat izin prinsip dari Pimpinan PRJ lama yang ditandatangani F.H. Hutasoit dan surat izin dari Kepala Dinas Pariwisata telah ada di kantungnya. "Izin yang menyangkut UU Gangguan pun telah keluar," tuturnya. Namun, sehari menjelang pesta pembukaan berlangsung, pengelola PRJ membuka penyegelan restoran itu. Maka, pesta pembukaan dengan 100 undangan itu pun berlangsung meriah. Usai pesta, restoran kembali disegel. Tapi Willy nekat. Segel itu dicopotnya. "Kami bukannya tak mengindahkan ketentuan PRJ, tapi kami kan harus berupaya agar modal kembali," tutur Willy. Jurus nekat itu ternyata mengundang sanksi. Aliran listrik ke restoran kontan diputus. Isyarat bahwa restorannya akan menghadapi masalah sebetulnya telah diterima Willy beberapa hari sebelum penyegelan itu terjadi. Waktu itu, dia dipanggil oleh Soekardjo Hardjosoewirjo, Ketua Badan Pengurus PRJ yang menggantikan F.H. Hutasoit. Ia diberi tahu bahwa restorannya harus ditutup, bahkan harus dibongkar. Soal pelanggaran izin, menurut Willy, tak diutarakan oleh Soekardjo. Willy menduga, pihak PRJ keberatan atas adanya restoran baru itu, karena di situ telah terdapat beberapa restoran, plus sejumlah warung makan. Pimpinan PRJ, Soekardjo, mengatakan keberatannya atas restoran "Kelapa Gading", yakni lantaran tempat itu sebetulnya tidak diperuntukkan sebagai rumah makan. "Sudah kelewat banyak," ujarnya. Tempat itu, katanya, diprioritaskan sebagai stand penjualan marmer, sebagaimana dulu ketika disewa oleh pendahulu Willy. Tempat itu kemudian diambil oper oleh Willy, dengan dukungan finansial dari mitranya, Theo Toemion. Proses pindah tangan itu, menurut Soekardjo, dilakukan oleh Willy lewat calo. Sialnya, "Calo itu tak memberitahukan bahwa kontrak tempat itu bukan untuk restoran," ujarnya. Namun, Willy mengaku tak melakukan transaksi lewat calo. Dia membayar kontrak tempat itu dari Bambang Sungkono, penyewa lama. Sebelum membeli, Willy telah mengutarakan nitnya untuk menjadikan tempat itu sebagai rumah makan. Bambang bersedia membantu Willy, dengan mengajukan permohonan kepada Pimpinan PRJ lama, untuk mengubah stand marmernya menjadi restoran. Permohonan itu disetujui oleh pimpinan PRJ lama, Hutasoit. Lantas izin prinsip keluar pada Agustus 1988. Sebulan kemudian transaksi antara Bambang Sungkono dan Willy berlangsung. Berbekal izin prinsip itu, Willy bisa mendapatkan surat izin dari Dinas Pariwisata DKI Jaya. "Sampai hari ini izin prinsip itu tak pernah dicabut, tapi kok tiba-tiba jadi tak berlaku," kata Willy, yang telah menanamkan Rp 500 juta untuk restorannya. Pekan lalu 65 karyawan "Kelapa Gading" mengadukan penyegelan itu ke DPRD DKI Jaya. Hingga Senin pekan ini restoran itu tetap dibuka, meski masih disegel. Willy kini menyewa diesel untuk sumber listrik restorannya.Putut Tri Husodo dan Ahmadie Thaha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus