Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENJELANG subuh di tempat parkir Kantor Dewan Pengurus Pusat PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta, dua pekan lalu. Seorang calon anggota legislatif tak henti-hentinya mengisap rokok. Yang satu tinggal puntung, yang lain ia sulut lagi. Satu tangan lainnya sibuk dengan telepon seluler.
Pagi itu terasa mencekam buat si calon legislator. Hari itu pengurus pusat partai berencana mengirim daftar calon anggota legislatif sementara ke Komisi Pemilihan Umum. Namanya memang telah dijamin seorang pengurus partai akan bertengger di nomor jadi. Tapi, menjelang tengah malam, calon lain berusaha mendongkel. ”Orang lain ngincar nomor saya,” katanya.
Melalui seorang utusan, calon tadi menitip pesan kepada pengurus partai. Ia mengiba agar posisinya terus dipantau. Soalnya, tak sembarang orang bisa mengakses komputer pengurus pusat. Karena itulah ia tak henti bertelepon dan mengirim pesan pendek. Nasib baik berpihak padanya: hingga daftar dibawa ke kantor Komisi, posisinya aman. Sebagai tanda terima kasih, si calon menghadiahi ”orang dalam” tadi arloji Rolex seharga belasan juta rupiah.
Calon lain dari PDI Perjuangan, kata sumber Tempo, harus bersimpuh pada Taufiq Kiemas, suami Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati, agar mendapat nomor jadi. Ini dilakukan karena ada calon yang mencoba menggesernya lewat Megawati. Beruntung, ”Rayuan Pak Taufiq ampuh meluluhkan hati Bu Mega,” kata sumber itu. ”Orang tadi masuk nomor aman.”
Sementara calon PDI Perjuangan menggunakan cara ”lunak”, calon anggota legislatif Partai Persatuan Pembangunan, Syaifuddin, dari daerah pemilihan Malang Raya, memilih nekat. Gus Din, panggilan Syaifuddin, mengerahkan massa untuk menyerbu Kantor Dewan Pengurus Partai Ka’bah Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis dua pekan lalu. Selain membawa poster dan berorasi, mereka membakar kursi kantor dan bendera partai.
Semula anak Kiai Syirad, pendiri Pondok Pesantren Babussalam, Pagelaran, Malang, ini merasa aman karena mendapat rekomendasi Kiai Alawy Muhammad, Wakil Ketua Dewan Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan dan ulama terkenal dari Sampang, Madura. Gus Din juga mendapat surat dukungan dari Ketua Umum Dewan Majelis Syariah Kiai Maimun Zubair. Rekomendasi dari pengurus Partai Ka’bah Kota Batu, Kabupaten Malang, dan Kota Malang pun diberikan kepada Gus Din.
Tapi, begitu daftar calon sementara dari dewan pengurus pusat partai itu terbit, nama Gus Din terlempar ke nomor dua. Ia tergeser oleh Asrul Harahap, calon dari pusat. Padahal, merujuk pemilu lalu, daerah pemilihan Malang hanya mendapat satu kursi. Wakil ketua partai Kabupaten Malang, Fatich Fuadi, mengaku kecewa dengan munculnya Asrul. Pendukung loyal Gus Din ini mengancam keluar dari partai jika pengurus pusat mempertahankan Asrul. ”Kami tidak main-main,” kata Fatich.
Desas-desus soal permainan uang juga terdengar dalam penetapan calon anggota legislatif. Sumber Tempo mengungkapkan, untuk daerah pemilihan Jawa Timur, seorang kandidat legislator harus membayar Rp 100 juta untuk mendapat rekomendasi tiga pengurus kota-kabupaten. Di Partai Ka’bah, ihwal ini justru dibuka oleh pengurus partai, M. Bahrudin Dahlan. Menurut dia, untuk mendapat nomor jadi masuk Senayan, seorang kandidat harus menyetor Rp 2 miliar.
Nomor atas penting untuk calon anggota legislatif karena PDI Perjuangan dan Partai Persatuan Pembangunan kukuh menggunakan sistem proporsional dengan nomor urut. Golkar semula menggunakan nomor urut, tapi belakangan berubah ke sistem suara terbanyak.
Petinggi partai menyangkal ihwal uang tersebut. Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Irgan Chairul Mahfiz dan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Pramono Anung menyatakan penetapan calon anggota legislatif dilakukan oleh tim. Hal yang sama terjadi di Golkar. ”Tidak ada permainan uang,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Golkar Rully Chairul Azwar.
Sunudyantoro, Abdi Purmono (Malang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo