Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

<font face=arial size=1>Siti Fadilah Supari:</font><br />Kalau Membahayakan, Pasti Saya Umumkan

8 September 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah deraan virus flu burung, ujian berat kembali dijalani Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dua pekan lalu, memenangkan gugatan David M.L. Tobing atas Menteri Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, serta Institut Pertanian Bogor.

Sikap para tergugat yang tidak mau mengumumkan hasil penelitian Institut Pertanian Bogor tentang bakteri Enterobacter sakazakii dalam susu formula dinilai membuat masyarakat cemas dan takut memilih susu formula dan makanan bayi. Siti Fadilah Supari tentu saja keberatan dianggap melalaikan tanggung jawabnya.

Secara tegas ia menyatakan banding atas putusan tersebut. ”Isu bakteri itu bukan masalah gawat dan masyarakat tidak cemas,” kata perempuan kelahiran 58 tahun lalu ini. Ia menegaskan, jika informasi susu formula yang tercemar bakteri itu memang gawat, sudah pasti akan diumumkan. ”Menteri Kesehatan akan mengumumkannya, seperti dalam kasus flu burung,” ujar dokter ahli jantung ini.

Ditemani Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Husniah Rubiana Thamrin Akib, Kamis siang pekan lalu, Siti Fadilah menjelaskan masalah susu formula yang tercemar itu kepada Arif Kuswardono dan Gabriel Wahyu Titiyoga dari Tempo. Pembicaraan berlangsung hangat di ruang kerjanya di kantor Departemen Kesehatan, Kuningan, Jakarta Selatan.

Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Departemen Kesehatan Erna Tresnaningsih, Kepala Biro Hukum dan Organisasi Budi Sampurna, serta Kepala Pusat Komunikasi Publik Lily S. Sulistyowati ikut pula mendampingi. Mereka silih berganti menambahkan penjelasan Siti. Perbincangan itu diwarnai beberapa kali permintaan off the record atas sejumlah isu yang dinilai rawan.

Pengadilan menghukum Menteri Kesehatan agar mengumumkan merek susu yang tercemar. Apa tanggapan Anda?

Saya tidak punya data seperti yang dipunyai Institut Pertanian Bogor, yang mengatakan susu itu mengandung bakteri. Penelitian tersebut dilakukan pada 2003, sementara saya menjadi menteri sejak 2004 sampai sekarang. Jadi Institut Pertanian Bogor melakukan penelitian itu sebelum saya menjadi menteri. Saya tidak tahu kenapa penelitian tersebut tiba-tiba muncul di koran pada 2008, padahal sejak 2003 sudah ada di website perguruan tinggi itu, kalau tidak salah. Justru yang jadi pertanyaan: ada apa ini? Siapa yang memunculkan? Itu sebetulnya yang harus dicari dan dituntut.

Anda tetap tak akan mengumumkan merek tertentu itu?

Perlu dicatat juga, susu mengandung bakteri itu sebenarnya tidak apa-apa, asalkan jumlahnya di bawah angka tertentu. Di Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun tidak ada aturan yang melarang keberadaan bakteri di susu. Kalau memang bakteri dalam susu itu berbahaya, pasti akan saya umumkan. Tapi, kalau tidak berbahaya lalu saya umumkan, kan, malah saya melanggar hukum.

Bukankah Badan Pengawas Obat dan Makanan mendapat tembusan hasil penelitian final pada 2006?

Enggak mungkin (suaranya meninggi). Ke 2006 saja sudah jalan tiga tahun. Susunya sudah hilang semua. Jadi, pada 2003, Institut Pertanian Bogor yang melakukan penelitian sudah memuat hasilnya di situs mereka. Tidak ada masalah. Tiba-tiba ada Mister X yang mengekspos itu pada 2008 kepada wartawan. Serentak para wartawan mengajukan pertanyaan yang sama kepada saya. Ketika itu, wartawan juga belum ngeh kalau itu adalah hasil penelitian 2003.

Setelah ditelusuri, baru ketahuan itu hasil penelitian 2003?

Ya, tapi setelah telanjur rame-rame, biasalah wartawan. Makanya jadi wartawan itu harus hati-hati. Yang membuat keresahan adalah orang pertama yang memunculkan itu pada 2008. Sebab, dari 2003 sampai 2008 tidak pernah ada kejadian luar biasa akibat sakazakii.

Tapi, secara hukum, Anda dinyatakan melalaikan kewajiban melindungi anak-anak.

Yang menganggap lalai itu siapa?

Pengadilan negeri yang memenangkan gugatan David.

David itu bagaimana? Dia menganggap saja. Anda harus tahu background-nya. Wartawan itu harus kritis, jadi tidak hanya dengar. Saya tidak punya data yang menakutkan masyarakat. Masyarakat juga keliru. Kenapa harus takut? Padahal itu hasil penelitian 2003.

Jadi memang sudah keputusan Menteri Kesehatan untuk tidak mengumumkannya?

Wong saya enggak punya data yang negatif itu, kok, harus mengumumkan? Saya diam saja, justru untuk melindungi masyarakat. Saya (saat itu) mengatakan jangan takut dan bimbang terhadap isu susu yang sedang berkembang.

Anda tidak berusaha meminta data dari Institut Pertanian Bogor soal penelitian itu?

Buat apa? Lha wong itu data penelitian 2003. Cetakan perusahaan susu itu tahun 2003 kan berbeda dengan tahun 2004, 2005, kemudian 2008. Jadi ngapain diumumkan? Itu kan malah meresahkan masyarakat, bisa ditangkap polisi. Mengumumkan kok barang zaman ndisik, zaman Majapahit?

Setelah ada penelitian dari Institut Pertanian Bogor, apakah Badan Pengawas Obat dan Makanan berusaha mencari data dan mengklarifikasi ulang?

Husniah: Saya punya data sendiri. Selama ini saya melakukan pengujian rutin dan hasilnya negatif. Saya juga tidak berurusan dengan hasil penelitian Institut Pertanian Bogor karena itu penelitian yang berbeda dengan keadaan klinis. Jadi saya tidak perlu berurusan dengan itu. Saya juga pernah melakukan konferensi pers, dan mereka (peneliti Institut Pertanian Bogor) juga bilang tidak pernah menyerahkan nama merek susu kepada siapa pun dan tidak akan pernah menyerahkannya. Mereka bilang, sesuai dengan kaidah penelitian, peneliti belum pernah dan tidak akan pernah mengumumkan merek yang telah diteliti. Jadi kok malah nyarinya di saya dan Departemen Kesehatan. Di mana logikanya?

Setelah isu sakazakii beredar, apakah Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan penelitian ulang?

Husniah: Karena masyarakat gelisah, atas anjuran Ibu Menteri, kami menguji semua merek susu di pasar. Padahal biasanya hanya sampling. Pada saat itu kami menguji semua merek, dan hasilnya negatif. Saya juga sudah mengundang wartawan ke laboratorium mikro untuk menunjukkan penelitiannya.

Mengapa tidak Anda jelaskan ke hakim? Kesannya seolah-olah ada penyakit yang membahayakan publik tapi Menteri Kesehatan tidak bertindak?

Siti Fadilah: Nah, salah itu. Bisa saya tuntut balik.

Husniah: Kami juga sudah memanggil Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia, sudah memanggil Dr Pratiwi Sudarmono, ahli mikrobiologi. Kami sudah menanyakan adakah pasien yang dirawat karena diare, meningitis, atau apa saja yang terinfeksi Enterobacter sakazakii. Selama ini tidak ditemukan bakteri sakazakii, apalagi pada meningitis. Tidak ada sama sekali. Itu pernyataan dari mereka, baik dari Ikatan Dokter Anak Indonesia maupun dari ahli mikrobiologi Indonesia. Sudah ada surat resminya pada saya.

Jadi itu akan diajukan sebagai alasan banding?

Siti Fadilah: Begini, itu harus dilihat bukan dalam konteks kesalahan saya sebagai Siti Fadilah, melainkan sebagai Menteri Kesehatan, itu kesalahan Departemen Kesehatan. Kalau sebagai orangnya, urusannya ke pengadilan tata usaha negara. Tapi kami akan naik banding.

Husniah: Ketika diperiksa di Markas Besar Kepolisian Indonesia, dari pertanyaan penyidik polisi itu, saya dianggap menggelisahkan masyarakat karena menyembunyikan data susu formula. Gila itu, saya kan tidak punya datanya. Badan Pengawas Obat dan Makanan bahkan sempat diancam dibom karena dianggap menyembunyikan data itu.

Budi Sampurna: Saat ini putusan hakim belum turun. Kami juga harus melihat itu dulu sebelum membuat memori banding. Kalau itu sudah keluar, akan diatur lagi. Kami juga belum tahu apa dasarnya hakim sampai memutuskan begitu.

Bagaimana prosedurnya untuk menyatakan keadaan bahaya kesehatan?

Kalau ada yang membahayakan masyarakat, akan saya umumkan. Flu burung saja saya umumkan, kok. Flu burung positif, saya umumkan. Saya enggak pernah takut. Yang penting, saya dalam koridor yang benar (nada suara meninggi). Saya yang menentukan berbahaya atau tidak, bukan orang lain atau siapa-siapa. Yang memutuskan hal berbahaya untuk kesehatan adalah Departemen Kesehatan. Kalau pemerintah tidak mengumumkan, berarti tidak berbahaya, dalam bidang kesehatan.

Masukannya bisa dari mana saja?

Masukannya dari mana saja, akan kami pertimbangkan, lalu diperiksa di literatur. Kalau tidak berbahaya, ya, tidak diumumkan. Kalau Pak David Tobing bilang (susunya) berbahaya, belum tentu berbahaya menurut Departemen Kesehatan. Opo sopo sing kondo. Itu kan data dari 2003. Lalu, kalau saya bilang berbahaya pada tahun 2008, saya salah.

Menurut Anda, ada apa di balik semua kehebohan susu ini?

Saya tidak tahu. Kebetulan, negara maju dalam proses mengajukan bakteri sakazakii sebagai bakteri yang harus diperhitungkan dalam setiap susu formula. Perhitungannya dengan cara mereka. Mereka sudah siap dengan cara-caranya dan sedang menggedor WHO.

Perhitungan dan cara itu bukannya terkait dengan paten? Jadi ada yang diuntungkan?

Siti Fadilah: (Mengangguk) Jadi, kalau itu sudah masuk Codex Alimentarius, semua anggota wajib mengikutinya.

Husniah: Kalau itu sudah masuk Codex, berarti semua negara anggota wajib mengikutinya dan melakukan pemeriksaan dengan cara-cara mereka. Tapi, cara yang sedang disusun dalam Codex itu, satu merek menyertakan 30 kaleng. Jadi, untuk satu merek, harus memeriksa 30 kaleng. Saya, misalnya, sebagai Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, untuk memeriksa satu merek harus membeli 30 kaleng.

Siti Fadilah: Cara untuk mendiagnosis pun pakai caranya dia saja. Caranya Amerika yang dipakai.

Husniah: Saya datang ke Codex untuk bilang bahwa kami tidak setuju dengan cara itu dan meminta mereka men-develop cara yang masuk akal. Tapi memang itu belum diwajibkan.

Siti Fadilah: Tapi mereka sudah mulai mengajukannya.

Husniah: Semua harus dilihat kepentingannya. Masalah (sakazakii) itu kan bukan kasus besar. Cuma 46 kasus dalam 42 tahun terakhir. Itu saja kebanyakan di Eropa, sementara negara di dunia ada 198. Jadi taruhlah ada satu kasus tiap tahun, berarti hanya ada satu kasus dalam satu negara dari ratusan setiap tahunnya.

Siti Fadilah: Ada 46 kasus dalam 42 tahun. Itu pun terjadi pada bayi yang lahir prematur, sakit berat, dan dirawat di unit perawatan intensif (ICU).

Husniah: Ada juga yang unimmunocompromised, misalnya bayi yang mengidap HIV/AIDS karena tertular ibunya yang juga menderita penyakit itu. Ada penularan dalam kandungan. Dan itu hanya pada bayi newborn, bayi sampai hitungan 30 hari, dan itu pun yang dirawat di ICU. Bukan kasus biasa, karena tidak terjadi pada bayi normal.

Apakah Indonesia memang salah satu pengkonsumsi susu formula terbesar di dunia?

Siti Fadilah: Negara kita itu terbesar dalam mengkonsumsi apa pun. Indonesia adalah pasar yang bebas dimasuki semua orang dan menjadi bulan-bulanan. Supermarket ada di mana-mana. Kapan saja di mana saja, semua bisa masuk tanpa sensor. Perkara rakyat mati, terserah. Pasar yang besar lagi adalah Cina. Tapi bisakah masuk ke sana? No way. India juga begitu. Pasti pakai aturan-aturan yang rumit karena mereka enggak ikut Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), sementara Indonesia ikut.

Husniah: Penduduk Indonesia nomor empat terbesar di dunia. Dari situ bisa kelihatan bagaimana konsumsi susunya. Nomor satu Amerika, tapi Amerika produsen, bukan pembeli. Lalu Cina dan India. Pasar Amerika tidak bisa sembarangan dimasuki pihak lain. Sampai gempor pun sangat sulit mau masuk pasar Amerika. Memasukkan produk makanan ke Amerika harus bebas bioterrorism. Harus bebas dari semua kuman.

Selama ini Departemen Kesehatan sudah punya cara sendiri untuk melakukan pemeriksaan?

Siti Fadilah: Iya. Sementara, kalau usul mereka, itu harus pakai metode mereka.

Husniah: Dalam metode mereka itu perlu pembanding. Harganya itu, bahan pembanding segini aja (menunjukkan ujung kelingking tangan), empat juta rupiah. Untuk media kulturnya, 450 gram, Rp 14 juta. Itu harga tahun lalu, enggak tahu kalau sekarang.

Bagaimana sikap Departemen Kesehatan terhadap susu setelah ada kasus ini?

Menganjurkan masyarakat agar tidak gelisah.

Dr dr Siti Fadilah Supari, SpJP(K)

Tempat dan tanggal lahir:

  • Solo, 6 November 1949

Pendidikan:

  • Dokter umum dari Universitas Gadjah Mada, 1972
  • Pascasarjana bidang penyakit jantung dan pembuluh darah dari Universitas Indonesia, 1987
  • Doktor dari Universitas Indonesia, 1996
  • Kursus kardiologi molekuler di Heart House Washington, DC, Maryland, Amerika Serikat, 1993
  • Kursus preventive cardiology di Goteborg, Swedia, 1998

Pekerjaan:

  • Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
  • Dokter Rumah Sakit Jantung Harapan Kita
  • Peneliti di Bowman Grey Comparative Medicine, Universitas Wake Forest, Amerika Serikat, 1998
  • Menteri Kesehatan, 2004-sekarang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus