Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=arial size=1 color=brown><B>Kayu Ilegal</B></font><BR />Pengadilan tanpa Lacak Balak

Pimpinan PT Sumalindo Lestari Jaya mulai diadili. Jaksa dituding mengajukan tuntutan yang lemah.

25 Oktober 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PULUHAN orang berseragam PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk. memenuhi Pengadilan Negeri Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Selasa pekan lalu. Sudah sejak pagi mereka menanti kedatangan Amir Sunarko dan David, yang akan menjalani sidang perdana hari itu. ”Kami datang untuk memberikan dukungan moril,” ujar seorang karyawan Sumalindo kepada Tempo.

Tepat pukul 10.50 Waktu Indonesia Tengah, Presiden Direktur dan Wakil Presiden Direktur Sumalindo itu tiba. Tidak seperti terdakwa lain yang harus berkeringat dalam mobil tahanan, mereka datang dengan kendaraan pribadi. Berbalut kemeja putih dan jas, Amir dan David disambut bak pahlawan oleh anak buah mereka. Satu per satu karyawan Sumalindo mengulurkan tangan menyalami mereka.

Amir dan David menjadi pesakitan setelah Kepolisian Sektor Kutai Kartanegara menangkap empat pemasok kayu pertengahan Mei lalu. Mereka dituduh menyuplai sekitar 3.000 batang kayu ilegal ke Sumalindo. Ribuan batang kayu itu sudah mengapung di tepi Sungai Mahakam, masuk area dermaga (log pond) Sumalindo, sejak sepekan sebelumnya.

Dua petinggi perusahaan ini diadili karena pengiriman kayu itu atas dasar perjanjian yang mereka teken dengan pemasok. Dalam perjalanannya, kasus ini menjadi omongan karena kakak ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wijiasih Cahyasasi alias Wiwiek, campur tangan. Wiwiek, yang belakangan diangkat menjadi Presiden Komisaris Sumalindo, diketahui menemui Kepala Kepolisian RI Jenderal Bambang Hendarso Danuri dan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan agar mereka membantu penyelesaian masalah hukum Amir dan David (Tempo edisi 18-24 Oktober 2010).

Sepanjang persidangan, Amir dan David terlihat serius membaca surat dakwaan. Oleh jaksa, mereka dianggap melanggar Pasal 55 ayat 3 huruf f Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Tuduhannya adalah menerima, membeli, dan menyimpan hasil hutan yang diketahui dan patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil secara tidak sah.

Menurut jaksa, atas kegiatan itu, terdakwa bisa dikenai hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda Rp 5 miliar. Selanjutnya, jika diketahui kegiatan itu atas nama badan hukum, ada tambahan sanksi, yaitu sepertiga dari hukuman pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa. Di samping itu, jaksa menyiapkan dakwaan subsider dengan Pasal 53 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang percobaan perbuatan tindak pidana.

Otto Hasibuan, kuasa hukum Amir dan David, menilai jaksa terlalu memaksakan dakwaan. Dia menolak kliennya dituduh menampung kayu ilegal. ”Tidak terjadi penyimpanan, penitipan, dan transaksi jual-beli,” katanya.

Sumber Tempo mengatakan, kendati Amir dan David diberondong dengan pasal-pasal ”keras”, peluang mereka lolos dari jerat hukum masih terbuka lebar. Dia mengatakan terdakwa memiliki satu kartu ”truf” untuk berkelit dari tuntutan penjara. ”Ada peluang, tudingan kayu yang ditampung Sumalindo itu ilegal terbantahkan dalam persidangan,” ujarnya.

Menurut sumber itu, dalam proses penyidikan di kepolisian dan kejaksaan, tidak pernah dilakukan penelusuran asal-usul kayu atau lebih dikenal dengan istilah lacak balak. Uji ini pernah diusulkan pejabat Kementerian Kehutanan yang diminta menjadi saksi ahli. Namun usul itu tidak dilaksanakan polisi.

Mantan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Hadi Daryanto memastikan tidak adanya uji lacak tersebut. ”Tanpa itu, bagi Kementerian Kehutanan, posisi Sumalindo tidak melanggar aturan kehutanan,” katanya kepada Tempo dua pekan lalu.

Kepala Kepolisian Resor Kutai Kartanegara Ajun Komisaris Besar Fadjar Abdillah mengakui uji lacak balak tidak dilakukan. Menurut dia, itu tidak penting karena di lapangan polisi menemukan kayu-kayu itu tidak memiliki surat keterangan sah kayu bulat. ”Itu sudah bisa menjadi bukti bahwa kayu itu ilegal,” katanya.

Suroto, jaksa penuntut umum kasus ini, membantah jika dakwaan dinilai lemah sehingga memberikan peluang bagi para terdakwa untuk lolos jerat hukum. Dia justru yakin pasal berlapis yang disiapkan bisa mengantarkan Amir dan David ke penjara. ”Lihat saja nanti di persidangan,” katanya.

Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho mendesak Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum turun memantau proses hukum Sumalindo. ”Sebab, kasus ini disebut-sebut terkait dengan kerabat istana,” katanya.

Setri Yasra (Jakarta), Firman Hidayat (Kutai Kartanegara)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus