Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelantikan Timur Pradopo
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono melantik Komisaris Jenderal Timur Pradopo sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia di Istana Negara, Jumat pekan lalu. Dipandu Yudhoyono, Timur mengucapkan sumpah jabatan: ”… Saya tidak akan menerima suatu hadiah atau pemberian berupa apa saja dari siapa pun juga, yang saya tahu atau patut atau dapat mengira memiliki hubungan dengan jabatan saya.”
Pelantikan dilakukan setelah Dewan Perwakilan Rakyat, melalui sidang paripurna, menyetujui pencalonan Timur. Dalam rapat yang digelar pada Selasa pekan lalu, tidak ada perdebatan sengit dalam pengesahan bekas Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya itu menjadi orang nomor satu di kepolisian. Setelah pelantikan ini, Timur masih harus menunggu serah-terima jabatan dengan Kepala Kepolisian sebelumnya. Mengenai jabatan barunya, Timur mengatakan akan melanjutkan rencana strategis kepolisian 2010-2014. ”Kami akan membangun kemitraan dan terus memantapkan kepercayaan masyarakat,” katanya.
ICW Gugat Data Rekening Gendut
INDONESIA Corruption Watch mengajukan permohonan sengketa informasi tentang rekening mencurigakan milik para jenderal polisi kepada Komisi Informasi Pusat. Koordinator Divisi Investigasi ICW, Agus Sunaryanto, mengatakan gugatan itu ditempuh karena Markas Besar Kepolisian menolak membuka informasi seputar rekening jumbo tersebut. ”Kami tidak melihat iktikad baik polisi,” katanya, Kamis pekan lalu.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan rekening milik 23 perwira tinggi Kepolisian dengan transaksi mencurigakan. Menurut Markas Besar Kepolisian, 17 rekening di antaranya dinyatakan wajar. ICW telah dua kali meminta informasi tentang rekening tersebut. Polisi menolak dengan alasan informasi itu bersifat pribadi dan tidak untuk disiarkan.
Ketua Komisi Informasi Pusat Alamsyah Siregar berjanji segera memeriksa berkas yang diajukan ICW. ”Kalau sudah lengkap akan kami ajukan ke Majelis Pemeriksaan Pendahuluan,” katanya. Markas Besar Kepolisian menyatakan siap meladeni gugatan itu. ”Mekanismenya memang seperti itu, silakan saja,” kata Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Ketut Untung Yoga Ana.
Tentara di Video Brutal
PEMERINTAH mengakui pelaku kekerasan terhadap warga sipil Papua yang diunggah di situs YouTube adalah tentara. Namun, menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, pelaku dan latar belakang aksinya masih dalam penyelidikan. ”Kejadian itu benar, pelakunya memang anggota militer,” kata Djoko, Jumat pekan lalu.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak pemerintah segera mengusut perlakuan kekerasan itu. Menurut Koordinator Kontras, Haris Azhar, adegan demi adegan dalam video berjudul ”Indonesia Military Ill-Threat and Torture Indigenous Papuans” itu sangat keji dan biadab.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Puncak Jaya, Nesko Wonda, mengatakan korban kekerasan di video itu adalah warga Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, Papua. ”Mereka itu warga sipil biasa, bukan kelompok Organisasi Papua Merdeka,” katanya. Nesko sangat menyayangkan tindakan kekerasan itu. ”Kekerasan ini jelas semakin membuat luka hati masyarakat Papua.”
Tayangan serupa juga pernah dilansir YouTube pada Agustus lalu. Rekaman video amatir itu berisi detik-detik terakhir Yawan Wayeni, aktivis Papua yang tewas setahun sebelumnya. Video berdurasi 7 menit 28 detik itu diambil dengan kamera telepon seluler.
Petisi Grasi Peniup Peluit Asian Agri
SEJUMLAH penggiat antikorupsi berencana mengajukan petisi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengusut kasus dugaan manipulasi pajak Asian Agri Group dan pemberian grasi bagi Vincentius Amin Susanto. Satu di antara penanda tangan petisi, Teten Masduki, mengatakan bahwa petisi diajukan lantaran Kejaksaan Agung dinilai telah sewenang-wenang memperlakukan Vincentius. Padahal dia adalah peniup peluit (whistle blower) kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri senilai Rp 1,4 triliun.
Mantan Financial Controller Asian Agri Group itu divonis hukuman 11 tahun penjara karena pembobolan uang perusahaan milik taipan Sukanto Tanoto senilai Rp 200 juta. September lalu, Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali yang diajukan Vincent atas vonis tersebut. Penanda tangan petisi antara lain Goenawan Mohamad, Bambang Harymurti, Betti Alisjahbana, Arief T. Surowidjojo, Nono Anwar Makarim, Rahman Tolleng, Eva Sundari, Iskandar Sonhaji, Alexander Lay, dan Atmakusumah Astraatmadja.
Eva, anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, menyesalkan Kejaksaan Agung yang selalu mengembalikan berkas penggelapan pajak Asian Agri ke Direktorat Jenderal Pajak. Modus ini dinilai sebagai strategi untuk membuat masyarakat lupa akan penggelapan pajak Asian Agri. Kejaksaan akhirnya akan menghentikan kasus ini meski publik mengetahui fakta dan data kasusnya.
Peluru Tajam di Kaki Demonstran
AHLI forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Abdul Mun’im Idries, memastikan peluru yang bersarang di kaki kiri Farel Restu adalah peluru tajam. Mahasiswa Universitas Bung Karno itu tertembak ketika berunjuk rasa di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu pekan lalu. Menurut Mun’im, Farel terkena tembakan tak langsung. ”Luka tembak menunjukkan peluru masuk dari arah bawah,” katanya.
Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Sutarman mengatakan ada kemungkinan pelaku penembakan adalah polisi yang bukan bagian dari personel yang disiagakan untuk menjaga unjuk rasa setahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu. ”Yang jelas bukan petugas keamanan yang kami setting,” katanya.
Ketua Yayasan Universitas Bung Karno Rahmawati Soekarnoputri, mengecam penembakan tersebut. ”Protap dengan kekerasan sudah tidak zamannya lagi,” katanya. Wakil Ketua DPR dari PDI Perjuangan, Pramono Anung, mengatakan insiden itu menunjukkan kekhawatiran pemerintah terhadap demonstrasi dan aksi-aksi kritis. ”Seharusnya aksi itu menjadi semacam introspeksi bagi pemerintah,” katanya.
Pelesiran Badan Kehormatan DPR
KRITIK dari pelbagai penjuru ternyata tidak mengurangi hasrat anggota DPR ”melancong” ke luar negeri. Badan Kehormatan DPR berkukuh pergi ke Yunani selama enam hari. Menurut Wakil Ketua Badan Kehormatan Nudirman Munir, sembilan orang termasuk dia akan melakukan studi banding tentang etika di sana. ”Biar tak seperti katak dalam tempurung,” katanya, Senin pekan lalu.
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Sebastian Salang mempertanyakan rencana perjalanan dinas yang menghabiskan uang negara Rp 2,2 miliar itu. ”Mereka tidak peka,” katanya. Dia menilai selama ini Badan Kehormatan belum bekerja dengan baik sehingga banyak pengaduan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti. Ketua Badan Kehormatan Gayus Lumbuun menyatakan tak ikut ke Yunani karena bertentangan dengan hati nuraninya. ”Itu tidak salah, tapi tak ada manfaatnya,” katanya.
Menolak Wayang dan Patung Amithaba
AKSI kekerasan terhadap karya seni kembali terjadi. Sabtu dua pekan lalu, sekelompok orang yang menyebut dirinya Laskar Jihad menyerang pertunjukan wayang kulit di Desa Sembung Wetan, Sukoharjo, Jawa Tengah. Dalang kondang Ki Slamat Gundono mengaku mendapat laporan kekerasan tersebut.
Menurut dia, kelompok itu mengancam penonton dan menyuruh pertunjukan bubar. ”Kami sangat mengutuk aksi kekerasan ini,” katanya, seperti dikutip Jakarta Globe, Rabu pekan lalu. Gundono menyatakan dalang yang diserang itu memilih tidak melaporkan kekerasan itu ke polisi. ”Mereka takut,” katanya.
Di Sumatera Utara, Pemerintah Kota Tanjung Balai berencana menurunkan patung Amithaba dari area Vihara Tri Ratna. Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum Medan Muslim Tanjung mendesak rencana itu dibatalkan. ”Kebebasan beragama mutlak dan dijamin Undang-Undang Dasar,” ujarnya.
Juru bicara Pemerintah Kota Tanjung Balai, Darul Yana, mengatakan penurunan patung itu merupakan kesepakatan bersama pihak yang pro dan kontra. Namun, menurut Direktur Aliansi Sumatera Utara Bersatu, Veryanto Sitohang, kesepakatan itu diterima pihak vihara karena merasa terancam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo