Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DJOHERMANSYAH Djohan tak ingat lagi jumlah pertemuan untuk mendamaikan dua kubu politik yang berseteru di Nanggroe Aceh Darussalam. "Bolak-balik saya ke Aceh atau mereka datang ke Jakarta," kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri itu Kamis pekan lalu.
Politik di Negeri Serambi Mekah terbelah pada kelompok Gubernur Irwandi Yusuf dan Partai Aceh, yang menguasai dewan perwakilan rakyat daerah. Pertentangan memuncak menghadapi pemilihan gubernur, yang dijadwalkan Februari. Pemerintah pusat berusaha melunakkan kubu Partai Aceh, yang berkeras menolak calon independen—jalur yang kini dipakai Irwandi.
Rabu petang pekan lalu, para pejabat tinggi Aceh kembali terbang ke Jakarta. Ada Irwandi Yusuf, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh Hasbi Abdullah, Ketua Umum Partai Aceh Muzakir Manaf, dan Wakil Ketua Fraksi Partai Aceh Abdullah Saleh. Mereka menggunakan pesawat berbeda. Pertemuan dilakukan esoknya di Restoran Natrabu, Jalan Sabang, Jakarta Pusat.
Djohermansyah berusaha membujuk Hasbi, Muzakir, dan Abdullah agar mengikuti langkah Kementerian Dalam Negeri. Kementerian menggugat keputusan Komisi Independen Pemilihan Aceh yang menolak pendaftaran kandidat susulan. Tujuannya agar Partai Aceh bisa mengajukan calon, walau pendaftaran sudah lama ditutup.
Pada pagi hari yang sama, Irwandi menemui Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Sang Menteri menjelaskan skenario itu serta meminta Irwandi patuh dan menunggu.
PERPECAHAN Partai Aceh dimulai setahun lalu. Juru bicara tim sukses Irwandi, Tengku Linggadinsyah, mengatakan beberapa faksi dalam partai mendambakan konvensi untuk memilih calon gubernur. Suara ini tak didengar. Petinggi partai malah menunjuk mantan Menteri Luar Negeri Gerakan Aceh Merdeka Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf sebagai pasangan calon.
Irwandi akhirnya memutuskan maju melalui jalur independen. Keputusan ini didukung 17 pemimpin partai tingkat kabupaten dan kota. Mereka menandatangani pernyataan dukungan untuk gubernur incumbent yang akan berpasangan dengan Muhyan Yunan itu. Akibat "pembangkangan" ini, 17 politikus Partai Aceh dipecat, termasuk Tengku Lingga.
Irwandi sadar secara hukum tak memiliki peluang. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh mengatur jalur calon independen hanya berlaku sekali pada saat pemilihan gubernur pertama, enam tahun lalu. Untuk itu, Irwandi mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan dikabulkan dan membuka peluang Irwandi.
Manuver Irwandi dibalas Partai Aceh melalui Dewan. Dengan alasan putusan Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan undang-undang, mereka menyusun qanun baru. Dalam aturan baru, pasal tentang calon independen tak tercantum. Irwandi pun menolak menandatangani qanun mutakhir itu.
"Partai Aceh berusaha menjegal saya," kata Irwandi. "Mereka sebenarnya tak keberatan terhadap calon independen, kalau bukan saya yang mencalonkan." Partai Aceh juga berkukuh dan menyatakan tak akan ikut pemilihan.
Ketua Komisi Independen Pemilihan Aceh Abdul Salam Poroh mengatakan jadwal pemilihan telah dua kali bergeser akibat konflik ini. Pemungutan suara awalnya dijadwalkan pada 14 November 2011, lalu digeser ke 24 Desember 2011. Jadwal digeser lagi ke 16 Februari 2012.
Upaya mengakomodasi dua kekuatan bukannya tak dilakukan. Desember lalu, Komisi kembali membuka peluang pendaftaran bagi calon Partai Aceh. Namun partai penguasa lokal itu bergeming. Setelah lewat tenggat, Komisi menetapkan empat pasangan calon, yaitu Abi Lampisang-Teuku Suriansyah, Irwandi Yusuf-Muhyan Yunan, Darni M. Daud-Ahmad Fauzi, dan Muhammad Nazar-Nova Iriansyah.
Pertentangan ini tak ayal membuat pusing pemerintah pusat. Baik kubu Irwandi maupun Partai Aceh mengais dukungan dari Jakarta. Sumber Tempo mengatakan pemerintah pusat pun tak satu pendapat soal ini. Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan lebih berpihak kepada Irwandi serta berpendapat jadwal pemilihan tak perlu diundurkan lagi. "Dia deputi di Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan yang cukup dekat dengan Irwandi," kata satu sumber.
Kementerian Dalam Negeri, sebaliknya, berusaha mencari kompromi. Djohermansyah mengatakan pemerintah berusaha mengakomodasi kepentingan Partai Aceh, pemenang pemilihan badan legislatif 2009, yang menguasai mayoritas kursi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. Pemerintah khawatir, jika partai mayoritas absen, siapa pun gubernur terpilih tidak didukung Dewan.
"Nantinya pemerintah tidak bisa menjalankan kebijakan karena akan ditolak dan dipersulit oleh Dewan lokal," kata Djohermansyah. Sekarang ini, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh belum bersedia menyetujui anggaran pendapatan dan belanja daerah. Djohermansyah yakin, jika pemilihan dilanjutkan tanpa Partai Aceh, kelak bila terpilih Irwandi akan dibuat tidak nyaman.
Persoalannya, pemerintah juga khawatir akan keamanan Aceh. Penembakan akhir-akhir ini diduga berkaitan dengan pemilihan gubernur. "Kalau pemilihan tidak diundur, akan terjadi kekerasan masif," kata seorang pejabat.
LINGGADINSYAH optimistis Irwandi menang meski tanpa dukungan partai. Toh, penggalangan dukungan dari partai lain tetap dilakukan. Satu partai lokal dan dua partai nasional diklaim sudah merapat ke kubu Irwandi: Partai Rakyat Aceh, Partai Golkar, dan Partai Keadilan Sejahtera. "Ada seruan untuk pengurus PKS di kabupaten atau kota agar mendukung Irwandi," ujar Lingga.
Ia mengakui dukungan terhadap Partai Aceh masih sangat besar. Apalagi partai bentukan mantan anggota GAM ini menguasai 48 persen kursi Dewan. Tapi, menurut Lingga, itu hanya di atas kertas. Ia menilai 70 persen anggota Partai Aceh di Dewan sebenarnya pendukung Irwandi.
Sekretaris Jenderal Partai Rakyat Aceh Thamren Ananda mengatakan dukungan resmi dari Partai Golkar belum didapat. Namun Muhyan Yunan, Ketua Kosgoro, dinilainya akan menarik suara Partai Beringin. Muhyan, yang saat ini Kepala Dinas Bina Marga dan Cipta Karya Aceh, juga diharap menjaring suara dari kawasan barat-selatan, tempat asalnya.
Thamren juga memastikan mendapat dukungan dari koalisi partai nasional. Ia sudah bertemu dan melobi partai-partai nasional di Aceh. Ia yakin Irwandi-Muhyan akan menang pilkada satu putaran. "Mereka setuju mendukung, tinggal deklarasi saja yang belum," katanya.
Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso mengatakan secara resmi tidak ada pencalonan dari partai ataupun dukungan kepada salah satu calon tertentu. Soal majunya Muhyan, kata Priyo, "Itu atas jalur perorangan." Tapi Golkar tetap akan menentukan sikap jika kedua pihak yang berseteru sudah sepakat tentang pelaksanaan pilkada.
Wakil Ketua Fraksi Partai Aceh Abdullah Saleh juga yakin calon mereka bakal menang. Meski, diakuinya, Zaini Abdullah tidak terlalu sering tampil di depan publik. "Perolehan suara mungkin di atas 50 persen," katanya. Ia mengklaim Partai Aceh juga didukung partai-partai kecil, seperti Partai Daulat Aceh, Partai Patriot, dan Partai Bulan Bintang.
Pemerhati hukum dan politik Aceh, Teuku Alfiansyah Banta, mengatakan, secara riil, Partai Aceh menguasai 33 kursi dari total 60 kursi di parlemen. Partai ini juga mendominasi hampir separuh kabupaten/kota. Tapi, menurut dia, peluang kedua kubu hampir sama. "Karena ada perkembangan konfigurasi pemilih," katanya.
Kartika Candra (Jakarta), Adi Warsidi (Aceh)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo