Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<Font size=2 color=#FF0000>Kepolisian</font><br />Reformasi Bertabur Bintang

Struktur kepolisian didasarkan Undang-Undang Kementerian Negara. Posisi jenderal bintang tiga bertambah.

8 Maret 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAPAT yang membahas rancangan kontrak kerja itu berlangsung hampir dua jam di Markas Besar Kepolisian RI. Hanya dua lembar presentasi tentang rencana pembuatan buku kepolisian. Pemimpin rapatnya brigadir jenderal, pesertanya 15 komisaris besar. ”Padahal materi seperti itu cukup dibahas dua atau tiga orang,” kata Koordinator Indonesia Police Watch, Neta Pane, peserta rapat.

Rapat kontrak kerja itu, kata Neta, merupakan contoh kecil betapa melimpahnya perwira menengah dan perwira tinggi kepolisian pada saat ini. Menurut data Indonesia Police Watch, kepolisian sekarang ini memiliki 181 jenderal. Padahal standar personel kepolisian Indonesia idealnya hanya 149 jenderal. Akibatnya, sejumlah jenderal tidak masuk struktur.

Dengan rencana pembenahan struktur organisasi kepolisian, para jenderal yang tak tertampung itu kini mendapat kesempatan. Posisi jenderal, misalnya bintang tiga, akan bertambah dengan mengacu pada Undang-Undang No. 39/2008 tentang Kementerian Negara. Rancangan organisasi baru ini sudah diajukan ke Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.

Dalam undang-undang itu, unsur organisasi meliputi direktorat jenderal, sekretariat jenderal, badan, pusat, serta inspektorat jenderal sebagai pejabat ese­lon 1A. Masing-masing berfungsi sebagai pelaksana fungsi utama, unsur staf atau pembantu pimpinan, unsur pendukung strategis, pendukung teknis, serta unsur pengawasan.

Posisi eselon 1A dalam kementerian itu setara dengan jenderal bintang tiga. Walhasil, posisi untuk jenderal bintang tiga pun bertambah karena ada sejumlah pos baru seperti direktorat jenderal dan inspektorat jenderal.

Dalam rancangan restrukturisasi organisasi kepolisian itu, kantor pusat kepolisian akan memiliki tujuh jenderal bintang tiga. Para jenderal itu menempati pos Wakil Kepala Kepolisian RI, Inspektorat Jenderal, Sekretaris Jenderal, Direktorat Jenderal Intelijen dan Keamanan, Direktorat Jenderal Reser­se dan Kriminal, Direktorat Jenderal Pelayanan Publik, serta Badan Pendidikan dan Pelatihan.

Rancangan itu juga memiliki alternatif yang mengajukan lima posisi untuk jenderal bintang tiga. Dalam rancangan ini, Direktorat Jenderal Intelijen dan Keamanan serta Direktorat Jenderal Pelayanan Publik menjadi posisi buat jenderal bintang dua. Dalam struktur sekarang, komisaris jenderal berada di empat posisi, yakni Wakil Kepala Polri, Kepala Badan Pembinaan dan Keamanan, Kepala Badan Reserse Kriminal, serta Inspektur Pengawasan Umum.

Neta mengatakan, penambahan sejumlah posisi dalam struktur kepolisian tak sesuai dengan semangat reformasi yang menekankan perampingan. Menurut Neta, prioritas restrukturisasi kepolisian juga seharusnya berlangsung di tingkat menengah dan bawah. ”Penambahan ini malah berpotensi menjadi bahan rebutan jatah jenderal.”

Menurut dia, bertambahnya posisi untuk bintang tiga juga akan menimbulkan kecemburuan institusi lain seperti tentara. Polisi, katanya, memang sudah melepaskan diri dari Angkatan Bersenjata. Namun keberadaan polisi masih selalu disandingkan dengan tentara, karena kepangkatan perwira tinggi itu masih berbau militer.

Ketua Reformasi Birokrasi Kepolisian, Inspektur Jenderal Imam Soe­djarwo, mengatakan pembenahan orga­nisasi berjalan sejak 1998, lalu resmi pisah dari Angkatan Bersenjata pada 2000. Reformasi itu, kata Imam, dirancang melalui proses panjang serta diskusi yang melibatkan pihak luar. ”Tak datang begitu saja,” kata Imam dalam diskusi ”Outlook Reformasi Polri 2010”, Februari lalu.

Wakil Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian, Bri­gadir Jenderal Sulistyo Ishak, mengatakan rancangan struktur baru itu masih dalam pembahasan di Kemente­rian Pendayagunaan Aparatur Negara. Menurut dia, struktur organisasi baru nanti akan menekankan penguatan struktur polisi di bawah.

Restrukturisasi berjalan dengan membenahi kantor polisi wilayah serta wilayah kota besar yang jumlahnya 27 di seluruh Indonesia. Sulistyo mengatakan, sejak awal Maret sejumlah kepolisian wilayah sudah resmi dilikuidasi, seperti Kepolisian Wilayah Surakarta, yang telah menyerahkan semua asetnya ke Kepolisian Daerah Jawa Tengah. ”Sesuai dengan struktur birokrasi pemerintahan daerah,” katanya.

Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian 2002, Farouk Muhammad, mengatakan bahwa kepolisian merupakan institusi hukum, berbeda dengan departemen atau kementerian. Menurut dia, organisasi kepolisian tidak bisa dirancang berdasarkan Undang-Undang Kementerian. Kepala kepolisian, kata Farouk, bisa saja setingkat menteri. Tapi, ”Bukan berarti organisasi­nya merujuk kementerian.”

Farouk mengatakan, organisasi kepolisian harus disusun berdasarkan fungsinya, misalnya sebagai penegak hukum dan pelayan masyarakat. Menurut dia, semangat reformasi birokrasi kepolisian haruslah diarahkan pada perampingan organisasi. Kepolisian seharusnya membenahi struktur di bawah, seperti kepolisian sektor, yang menjadi penggerak organisasi. Jika markas besar tutup, Farouk mengandaikan, polisi masih bisa menjalankan tugasnya. ”Polisi itu tidak membutuhkan pangkat,” katanya.

Yandi M.R.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus