"20 tahun penjara", begitu tuntut Jaksa Mapigau SH, merupakan
hukuman yang pantas dipikul terdakwa Raden Sawito Kartowibowo 46
tahun. Sawito sendiri, Senin 1 Mei mendengarkan tuntutan Mapigau
dengan dingin. Duduknya tetap tenang di muka majelis hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di bawah pimpinan hakim
Soemadijono SH. Air mukanya tak berubah -- tetap senyum.
Fakta perbuatan subversi terdakwa, menurut jaksa, telah
memanipulir kepercayaan kebatinan dengan konsep politik yang
jelas: "Bermaksud mengganti Presiden Soeharto." Kepada para
saksi, antara lain Mr. Soedjono, terdakwa terang-terangan
berkeinginan menjadi presiden. Dasarnya cuma wangsit yang konon
diterimanya selama berlelonobroto di berbagai gunung dan
pertapaan. Sawito, katanya, suatu ketika akan menjadi presiden
dan akan pula membawa Indonesia menjadi negara teladan bagi
dunia.
Sawito tak hanya "berkedok spirituil" untuk mencapai
cita-citanya, kata jaksa. Disusunnya naskah Menuju Keselamatan.
Lalu, dengan dalih hanya minta "kenang-kenangan", naskah
tersebut berhasil dimintakan acc dan tandatangan tokoh
terpandang: Bung Hatta, Kardinal Darmojuwono, Hamka, T.B.
Simatupang dan bekas Kapolri pertama Soekanto.
Dari naskah Menuju Keselamatan lahirlah Surat Perintah yang
kemudian diubah menjadi Surat Pelimpahan. Yaitu formula semacam
Supersemar -- untuk mengalihkan pimpinan nasional dari Soeharto
kepada Bung Hatta. Perkara perlunya pelimpahan kekuasaan dari
Soeharto kepada Hatta sudah dibicarakan dalam berbagai pertemuan
antara Mr. Iskaq, Mr. Soedjono, Ishak Djuarsa, Sawito dan Bung
Hatta sendiri. Yaitu kesimpulan dari diskusi tentang kerawanan
negara dan saling tukar informasi mengenai ketidakberesan kerja
aparatur negara.
Tidak kurang ada 8 hal yang oleh jaksa dianggap memberatkan
Sawito. Antara lain, di samping selalu menarik-narik nama
penjabat penting dalam setiap uraiannya di muka hakim, Sawito
selalu bicara urusan yang dapat dianggap mencemarkan nama baik
Presiden dan keluarganya.
Sampai pada acara penuntutan, hubungan antara hakim, jaksa
dengan terdakwa dan pembelanya masih tampak tak enak -- untuk
hal yang sekecil-kecilnya pun. Misalnya jaksa, karena alasan tak
diwajibkan oleh undang-undang saja, enggan membagi selembar
salinan surat tuntutan (yang tebalnya 75 halaman dan dibacakan
dalam tempo 2« jam kepada terdakwa, dan pembelanya untuk
dipelajari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini