Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dia minta mesin tik

Kol. Abdulatief, eks komandan Brigif I Kodam V Jaya dihadapkan lagi sidang Mahmilti walaupun ia mengeluh masih sakit. Abdulatief dituduh sebagai pimpinan G30S/PKI dan diancam pidana mati.

6 Mei 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIDANG kedua Mahkamah Militer Tinggi II Jawa bagian Barat (Mahmilti II Bar), 1 Mei lalu di Tebet, Jakarta, menghadapkan kembali eks Komandan Brigade Infanteri I (Brigif I) Kodam V Jaya -- Kol. Abdulatief. Berpegang pada keterangan dokter militer yang merawat tertuduh, "berada dalam kondisi kesehatan yang optimal," Hakim Ketua Kol. CKH Anwar Bey SH berpendapat sidang bisa dilanjutkan. Meskipun tertuduh mengulangi lagi keluhan kesehatannya. Ditahan 12 tahun, 10 tahun berada di sel cacat kaki yang sering membengkak akibat tembakan penyergapnya, menderita batu ginjal, "hingga hampir setiap minggu saya diserang colic, saya minta agar sidang diundur," kata Latief. Tertuduh juga minta kepada Mahkamah agar diberi kesempatan bertemu dengan Mr Yap Thiam Hien -- pembela yang diinginkannya. Hakim Ketua memandang pembela Eman Sulaeman SH dan Rusdi Nuriman SH dari Peradin Jakarta, sudah mendampingi tertuduh meskipun belum bersama Yap yang baru pulang 7 Mei dari luar negeri. Maka permintaan Latief pun ditolak. "Kalau tetap diteruskan kami protes. Kami akan pakai hak ingkar, dan pengadilan ini kami anggap tidak syah," sanggah Abdulatief. Tapi Hakim Ketua tetap mempersilakan Oditur Letkol CKI SR Sianturi SH membacakan surat tuduhan 29 halaman selama 1 jam. Latief dituduh pada tahun 1965 di wilayah hukum Mahmilti II Bar, bersama Letkol Untung, Suyono dan Pono, melakukan permufakatan makar melawan pemerintah yang syah dengan senjata. Bersama Untung, Suyono, dan Pono, Latief dituduh merupakan unsur pimpinan G30S/PKI. Tertuduh diancam dengan pidana mati, seumur hidup atau selama-lamanya hukuman penjara 20 tahun. Karena makar, mengangkat senjata, dan menyuruh melakukan pembunuhan. Oditur minta agar dihadapan 21 saksi, di antaranya Syam (Kamaruzaman yang pagi itu sudah dibawa, Heru Atmojo, Pono dan lain-lain. Latief kemudian membantah tuduhan Oditur, "saya tolak secara keseluruhan. Sebagian benar, tapi sebagian besar tidak benar," katanya. Tiba-tiba batu cincin yang dipakai Latief terlepas jatuh dari ikatannya. Pembela Eman SH mengingatkan Mahkamah, "agar hak tertuduh diperhatikan," katanya. "Pemerintah yang syah tidak digulingkan tertuduh. Tertuduh hanya mengancam akan menggagalkan kup Dewan Jenderal," kata Eman dalam eksepsinya. Walau Latief sudah berkeras minta sidang ditunda 2 minggu karena kesehatan yang belum pulih, Hakim Ketua memutuskan sidang dilanjutkan 5 Mei ini untuk mendengar eksepsi tertuduh. Sebelum sidang ditutup Latief minta agar diberi mesin tik dan beberapa perlengkapan menulis. Ia dibawa kembali ke Inrehab Budi Utomo, karena kakinya yang cacat, Latief duduk dekat supir, sementara Syam di tempat duduk belakang mobil tahanan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus