Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

4 Alasan Komisi II DPR Sebut Sistem Pemilu Harus Dievaluasi

KPU menyatakan siap memberikan masukan perihal revisi Undang-Undang Pemilu.

16 Mei 2024 | 08.02 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Penyelenggaraan rapat kerja di ruang rapat Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta. ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI menggelar rapat evaluasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) beserta penyelenggara pemilu lainnya di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat pada Rabu, 15 Mei 2024. Rapat tersebut dihadiri Ketua KPU Hasyim Asy'ari, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam rapat tersebut, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan sistem pemilu yang saat ini menimbulkan beragam permasalahan harus dievaluasi demi membuat sistem pemilu pada masa depan lebih baik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politikus Golkar itu menyebutkan beragam pandangan tentang permasalahan pemilu yang disampaikan sejumlah anggota Komisi II DPR banyak yang senada dengan pandangan-pandangan elemen bangsa lainnya.

"Mungkin kita ke depannya membawa kesimpulan bahwa ini harus dievaluasi, terhadap sistemnya dulu," kata Doli.

Dia menuturkan setidaknya ada empat indikator yang membuat pandangan tentang evaluasi sistem pemilu itu senada. Pertama, adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal ambang batas parlemen atau parliamentary threshold.

Kedua, kata dia, presiden terpilih Prabowo Subianto juga menilai sistem demokrasi di Indonesia ini noisy atau gaduh. Ketiga, Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY pun menyampaikan proses demokrasi ini mahal.

Adapun yang terakhir, kata Doli, adanya putusan MK soal perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang memiliki tiga dissenting opinion dari hakim konstitusi yang menyebutkan sistem pemilu perlu dievaluasi.

Kualitas Penyelenggara Pemilu Harus Terjaga

Doli mengatakan sistem pemilu yang baik pun nantinya tidak akan berjalan optimal jika penyelenggara pemilunya tidak baik. Maka, selain sistem, kualitas penyelenggara pemilu juga perlu terjaga. Dia tak menampik telah mendengar adanya indikasi hal-hal yang tidak wajar tentang penyelenggara pemilu hingga tingkat bawah.

Menurut Doli, pemilihan penyelenggara pemilu di tingkat bawah itu bersifat transaksional. Dia juga menerima informasi tentang penggunaan jet pribadi oleh penyelenggara pemilu. Hal itu, kata dia, kurang pantas karena para atasan penyelenggara pemilu justru hidup dengan kemewahan.

"Saya dengar tuh informasi pakai private jet, kalau itu benar, mungkin pelanggaran hukum tidak terjadi, tetapi ini soal kepantasan," katanya.

Untuk itu, dia mengatakan evaluasi sistem pemilu itu membutuhkan panitia kerja yang menginventarisasi seluruh permasalahan-permasalahan yang telah diungkapkan dalam rapat tersebut untuk dijadikan bahan evaluasi.

"Ini menjadi bahan awal pada masa sidang ini atau berikutnya revisi undang-undang atau penyempurnaan sistem pemilu itu dilakukan," ujar Doli.

KPU Siap Berikan Masukan atas Revisi UU Pemilu

Adapun Komisioner KPU Idham Holik mengatakan pihaknya siap memberikan masukan perihal revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

"Kami, KPU sebagai penyelenggara pemilu, sebagaimana diamanatkan UU Pemilu siap memberikan masukan-masukan strategis," kata Holik di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 15 Mei 2024 seperti dikutip Antara.

Dia meyakini pembentuk undang-undang sudah mengagendakan hal tersebut mengingat Pemilu 2024 masih menggunakan UU Nomor 7 Tahun 2017. Menurutnya, akan ada perubahan pada UU Pemilu.

"Kami yakin UU Pemilu ke depan akan dilakukan perubahan, kami yakini pembentuk undang-undang sudah mengagendakan hal tersebut. Kita tunggu saja waktunya kapan diagendakan," ujar dia.

Sebelumnya, Ketua MK Suhartoyo mengatakan terdapat beberapa kelemahan dalam UU Pemilu, Peraturan KPU (PKPU), dan Peraturan Bawaslu.

"Pada akhirnya menimbulkan kebuntuan bagi penyelenggara pemilu, khususnya bagi Bawaslu, dalam upaya penindakan terhadap pelanggaran pemilu," kata Suhartoyo saat membacakan putusan sengketa Pilpres 2024 yang diajukan pasangan calon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar pada 22 April 2024.

Suhartoyo mengatakan UU Pemilu belum memberikan pengaturan tentang kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai kampanye yang dilakukan sebelum dan setelah masa kampanye dimulai.

Demi memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi pelaksanaan pemilu maupun pilkada selanjutnya, lanjut Suhartoyo, penting bagi pemerintah dan DPR menyempurnakan UU Pemilu, UU Pilkada, ataupun peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan kampanye.

Komisi II DPR Setujui Rancangan PKPU Pilkada

Sementara itu, Komisi II DPR telah menyetujui rancangan Peraturan KPU atau PKPU tentang pemilihan kepala daerah atau pilkada. 

"Komisi II DPR RI bersama dengan Kementerian Dalam Negeri, KPU, Badan Pengawas, dan DKPP menyetujui: satu, rancangan Peraturan KPU tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota," kata Doli saat membacakan kesimpulan rapat dikutip dari YouTube resmi Komisi II DPR.

Selain itu, rapat kerja ini juga menyepakati rancangan PKPU tentang penyusunan daftar pemilih dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.

"Dengan catatan, KPU memperhatikan saran dan masukan dari DPR RI, Kementerian Dalam Negeri, Bawaslu RI, dan DKPP," ucap Doli.

Namun dia tidak memerinci apa saja saran dan masukan tersebut. Doli lantas mengetuk palu sidang.

AMELIA RAHIMA SARI | ANTARA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus