Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu Jawa Barat mengungkapkan, ada 27 dugaan pelanggaran pemilu selama masa kampanye selama 11 hari sejak tanggal 25 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sejumlah 21 perkara yaitu laporan dari masyarakat atau dari tim kampanye, dan enam lainnya, dugaan pelanggaran temuan dari pengawas pemilu," ujar Ketua Bawaslu Jabar Zacky Muhammad Zam Zam selepas acara deklarasi damai di Gedung Sate Bandung, Ahad, 6 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Zacky mengatakan, dari 27 pelanggaran pemilu ini, yang terbanyak adalah terkait netralitas kepala desa dan Aparatur Sipil Negara (ASN), disusul politik uang, dan kampanye di tempat yang dilarang seperti fasilitas pendidikan dan tempat ibadah.
"Nah dari temuan dan laporan itu tentu kami imbau untuk semua paslon, tidak hanya gubernur/wakil gubernur, tetapi bupati-wali kota, yang tersebar di 27 kebupaten/kota untuk menelisik kembali aturan, khususnya pasal 69 Undang-undang 10/2016 tentang larangan dan sanksi kampanye itu aja terkait money politic, netralitas, informasi hoaks, politisasi SARA," tutur Zacky.
Untuk netralitas kepala desa dan ASN yang menguntungkan dan merugikan paslon tertentu, Zacky menyatakan, ada sebanyak 10 perkara yang terdiri dari tiga perkara di Kabupaten Ciamis, satu perkara di Kabupaten Subang, tiga perkara di Kabupaten Cianjur, satu perkara di Indramayu, satu perkara di Karawang, dan satu perkara di Majalengka.
Untuk politik uang ada tiga perkara, kata Zacky, yakni di Kabupaten Subang dan dua perkara di Kota Cimahi. Lalu perkara kampanye di tempat pendidikan ada di Cianjur sebanyak tiga perkara.
"Perusakan alat peraga kampanye ada di Kuningan satu, Kota Cimahi satu, Garut satu. Kemudian kampanye menggunakan fasilitas atau program negara itu di Karawang. Jadi itu semua sekarang masih proses penanganan di masing-masing kabupaten Bawaslu setempat," ujarnya.
Untuk sanksi yang diberikan, Zacky berujar, pihaknya merekomendasikan pada pihak berwenang, semisal, terkait netralitas ASN diserahkan rekomendasinya ke Badan Kepegawaian Nasional (BKN).
"Kemudian netralitas kepala desa itu ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, ke Bupati/Wali Kota nya. Jadi rekomendasi-nya seperti itu, ke pihak berwenang, nanti kan mereka yang akan mengkaji kembali, memeriksa kembali apakah hukuman disiplinnya sedang, ringan, atau berat. Kemudian money politic kita rekomendasikan ke Sentra Gakumdu untuk ditangani," ucapnya.