Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Abri tahun 2000, seperti apa?

Wawancara TEMPO dengan pangab L.B Moerdani tentang tujuan dan pelaksanaan reorganisasi ABRI.

4 Mei 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BESARNYA perhatian masyarakat, dan pers, terhadap reorganisasi ABRI menga- kibatkan gencarnya pertanyaan pada pimpinan ABRI. "Saya merasa agak kewalahan," kata Pangab Jenderal L.B. Moerdani. Soalnya, kata Jenderal Benny, untuk bisa benar-benar mengerti reorganisasi ini, diperlukan pengetahuan yang agak mendalam mengenai ABRI. Untuk itu, dalam wawancara khusus dengan Susanto Pudjomartono dari TEMPO pekan lalu, Jenderal Benny secara terinci menjelaskan latar belakang dan tujuan penataan kembali organisasi ABRI tersebut. Dalam wawancara di ruang kerjanya di Mabes ABRI itu, Pangab didampingi kepala Puspen Mabes ABRI Laksamana Pertama Emir Mawengkang. Sebagian dari wawancara tersebut: Apa yang sebenarnya ingin dicapai dengan reorganisasi ini? Secara garis besar untuk meningkatkan efisiensi angkatan perang dan kepolisian. Yang menjadi pertimbangan antara lain: sumber dana yang tersedia sampai 10-15 tahun mendatang dan memperhitungkan setting strategis. Artinya, memperhatikan keadaan sekeliling negara kita. Kalau semua ini dijabarkan, kita akan sampai pada suatu hasil yang menuntut kita mengubah organisasi yang ada ini. Organisasi yang sekarang dianggap baik belum tentu baik untuk besok. Selama ini, yang menjadi tolok ukur tahun 2000, ketika perubahan-perubahan diperkirakan akan terjadi. Saya rasa, paspasan kalau kita melakukan reorganisasi sekarang, 15 tahun sebelum tahun 2000. Apakah ada pertimbangan lain? Aspek yang tidak kalah penting adalah, mereka yang berjuang sejak 1945 sekarang tinggal beberapa puluh orang. Dahulu, para pejuang 45 ini dianggap otomatis bisa melakukan sesuatu. Apakah output yang mereka hasilkan memadai atau tidak, saya tidak ingin mengomentari. Tugas saya, dan mereka yang menjabat setelah saya, adalah mengusahakan agar output ABRI meningkat. Atas dasar ini, kita harus teliti dalam memilih siapa harus duduk di mana, supaya mendapatkan output terbaik. Caranya? Pada masa lalu, salah satu kriteria utama dalam menilai seorang pejabat adalah: apakah orang itu pernah berjuang pada 1945 atau tidak. Dahulu kita pakai istilah BTM (Berjuang Terus-Menerus). Kriteria ini tidak bisa dipakai pada generasi setelah saya. Kita harus mencari kriteria baru. Dan setelah dirumuskan, untuk dapat menduduki suatu jabatan, seorang anggota tentaraharus mempunyai suatu kemampuan tertentu, pendidikan tertentu, pengalaman tertentu. Dan ini, setelah digabung, saya terjemahkan dalam istilah "profesionalisme dan kejuangan". Bagaimana penjabarannya? Profesionalisme itu, ya, misalnya kalau kita harus mengisi kursi seorang komandan kodim. Komandan kodim itu harus bisa memimpin pasukan, dan juga menguasai masalah teritorial. Kalau itu baik, kita anggap profesionalismenya baik, dan ia diberi nilai tertentu. Demikian juga dalam fungsi keduanya (sosial-politik - Red.). Dia bisa menangani suatu gejolak tanpa menembak. Dia bisa menangani pertengkaran tanpa menimbulkan gejolak. Dia bisa membawakan diri sehingga kepentingan dia menjadi nomor dua dibanding kepentingan yang lebih besar. Ini yang saya sebut "kejuangan". Tentang pendidikan. Bagaimana kriterianya? Peranan pendidikan akan tetap dibina dan ditingkatkan, tapi pendidikan saja tidak dianggap jaminan bahwa seseorang akan mendapat penilaian baik. Kalau dulu orang yang keluar sekolah A dianggap bisa melakukan pekerjaan B, sekarang kita lihat dulu. Kalau dia bisa melakukan pekerjaan B tanpa sekolah A, berarti dia orang baik. Kita tahu pepatah "Pengalaman adalah pendidikan yang terbaik". Untuk menghemat dana dan upaya, pendidikan ini akan mengarahkan orang pada suatu bidang kegiatan. Saya ambil contoh sekolah staf dan komando. Tidak semua anggota ABRI memerlukan itu, misalnya rohaniwan. Dus, sekarang kita mulai suatu pendidikan yang berguna bagi siswanya. Kalau orang tidak memerlukan pengetahuan staf dan komando untuk dipraktekkan, buat apa disediakan tempat bagi orang-orang yang toh hanya akan melambai-lambaikan ijazah itu? Dengan cara ini diberikan kebanggaan tersendiri kepada mereka yang memang diharapkan bisa berdinas sebagai perwira pada level tinggi, dan komando pada level pasukan besar. Bagaimana tentang organisasi ABRI yang baru setelah reorganisasi ini? Mengapa jumlah kodam dikurangi? Dengan organisasi sekarang ini, kita bisa memilai seseorang dengan baik setelah dia menjadi panglima kodam. Di sini saya bicara mengenai angkatan darat, tapi angkatan lain hampir serupa. Masyarakat mungkin tidak sadar, mencari enam belas panglima kodam setiap tiga atau empat tahun itu bukan pekerjaan mudah. Mudah memang kalau hanya melihat daftar. Oh, ini kolonelnya sudah senior. dus harus jadi jenderal. Yang dituntut lebih dari itu. Yang sekolahnya baik, melalui jenjang baik, dan pengalamannya cukup. Dulu ada 16 kodam yang mengkover 27 provinsi. Sekarang hanya ada 9 kodam plus satu komando militer ibu kota. Ada tempat-tempat tertentu yang tidak dikomandani seorang pangdam, tapi oleh komandan korem. Jumlahnya sekitar 40. Maksudnya yang terpenting adalah untuk mengekspos para perwira kita sedini mungkin pada masalah-masalah yang multifaset, dus tidak hanya militer saja. Sehingga dari sekitar 40 danrem ini, yang kemudian masih melalui satu atau dua jenjang jabatan, kita mendapatkan pilihan untuk jabatan di kodam yang terjamin mutunya. Bersama sekian banyak perwira yang pernah mengalami hal yang sama, kita nanti mempunyai ratusan kolonel untuk jabatan yang mungkim hanya 40 atau 50 perwlra tlnggi itu. Lalu mengapa kowilhan dihapuskan? Kowilhan yang kita miliki itu mengkotak-kotakkan Indonesia dalam 4 kowilhan. Tiap-tiap pangkowilhan diharapkan mewakili pangab dalam mengendalikan pasukan dan mengendalikan situasi daerahnya, bila hal itu dituntut. Untuk mengendalikan wilayah sebesar Kowilhan I, misalnya, menurut pikiran kita, kowilhan yang berpangkalan di Medan itu harus mengendalikan sesuatu di Natuna, juga di Kal-Bar, atau Mentawai. Nomor satu kita lihat: sistem komunikasi kita memungkinkan kita untuk melakukan hal itu atau tidak ? Hal itu memang ideal, tapi kemampuan kita ternyata belum sejauh itu. Mengenai kuamaterial, tiap-tiap kowilhan harus mempunyai tenaga pukul dan macammacam, yang sekarang juga belum bisa kita isi. Jadi, daripada berpiklr dalam angan-angan bahwa hal ini bisa terjadi, reorganisasi ini mengajak ABRI dan rakyat seluruhnya untuk melihat kenyataan yang ada. Masih memerlukan waktu untuk bisa merealisasikan kemampuan kowilhan seperti yang divisualisasikan dalam rencana. Jadi, reorganisasi ini merupakan usaha menyesuaikan diri dengan kemampuan yang nyata? Ya. Yang kita lakukan adalah menciptakan sesuatu yang dapat kita laksanakan, untuk dapat menjalankan tugas yang diberikan pada ABRI. Ada bermacam-macam tugas itu. Mulai dari pengamanan zona ekonomi yang begitu luas sampai pemeliharaan keamanan dan ketertiban pada suatu kecamatan. Hal itu dar)at dilakukan secara lebih intensif bila diberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada pejabat semua eselon. Diperpendek rantai komando bila diperlukan, dan ini pada gilirannya bermuara pada penghematan. Di samping itu, untuk pemupukan pengalaman yang lebih banyak, dengan pemberian tanggung iawab sedini mungkin, dalam batas-batas kemampuan seseorang, tanpa menunggu setelah seorang menjadi pangdam. Tentunya semua ini bisa terlaksana bila situasi memungkinkan. Seperti sudah saya katakan tadi, semua ini berdasarkan asumsi bahwa suatu perang konvensional ala Perang Dunia II, ala Korea, atau seperti Perang Iran-Irak tidak akan terjadi di wilayah ini dalam tempo ke depan yang cukup lama. Soal lain adalah sumber dana. Menurut pengalaman, anggaran ABRI tiap tahun naik 10-15 persen. Dan itu kurang lebih sama dengan tingkat inflasi, yang berarti: tidak ada kenaikan yang berarti. Dengan itu kita harus membiayai dan mengaktifkan suatu sistem yang nation wide. Saya khawatir, bila tidak diadakan perubahan, kita menjadi tambah keropos. Tampaknya kita kembali ke struktur tahun 1950-an. Dapat dikatakan demikian. Dulu istilahnya TT, tentara dan teritorium. Kemudian dipermanis menjadi kodam. Jadi, kodam ini adalah suatu daerah militer yang bila ada kebutuhan bisa dibantu unsur-unsur tiga angkatan untuk melakukan tugas khusus. Saya minta diperhatikan bahwa kodam tidak pernah diubah namanya menjadi komando daerah angkatan darat. Sekarang ini titik berat tugas masih keamanan dalam negeri: masalah kamtibmas subversi, dan sebagainya. Maka, harus diyakinkan bahwa tiap cabang ABRI mempunyai tanggung jawab. Tapi pada periode ini tanggung jawab paling besar ada pada pundak angkatan darat. Bila nanti kita mempunyai kemampuan yang lebih jauh, entah berapa tahun ke depan, dan titik berat pengamanan Indonesia beralih pada mempertahankan Indonesia terhadap ancaman dari luar, titik berat tanggung jawab itu bisa sedikit beralih ke udara dan laut. Apakah itu alasan penataan kembali organisasi angkatan udara dan laut? Ya, karena itu. Ini pun sudah diperhatikan dengan merasionalisasikan organisasi angkatan udara dan angkatan laut. Komando-komando daerah udara dan laut, yang begitu banyaknya, disempitkan dan dibentuk tenaga pemukul dalam bentuk armada di AL dan komando operasi di AU. Sedangkan tugas apa yang dulu disebut kodau dan kodaeral akan lebih dirinci dengan menciptakan, katakanlah, pangkalan-pangkalan depan, yang dalam keadaan damai hanya berisi beberapa puluh orang untuk memelihara peralatannya tapi mempunyai cadangan untuk dikembangkan dalam tempo yang cepat. Dalam bentuk persediaan makanan, BBM, asrama, dan sebagainya. Dengan begitu, kodam menjadi komando utama angkatan darat? Komando utama dalam angkatan darat adalah kodam-kodam dan kostrad, serta kopassus (komando pasukan khusus). Di angkatan laut dua armada dan korps marinir. Di angkatan udara ada dua koops (komando operasi) dan kohanudnas. Secara operasional semuanya berada di bawah pangab. Jadi, ABRI nantinya akan lebih ramping? Ya, orang pakai istilah macam-macam. Silakan saja, asal jangan dikesankan bahwa ABRI ini akan diperkecil. Dengan adanya streamlining ini, terutama di bidang organisasi, apakah peluang untuk naik pangkat menjadi jenderal akan lebih sulit? Saya bisa menjawab dengan dua jalur. Yang satu bisa saya katakan ya. Dalam artian memang ada beberapa jabatan yang dikurangi. Di pihak lain saya ketuk hati para penanya bahwa menjadi ABRI ini bukan tempat untuk cari nafkah, tapi tempat untuk berbakti. Dus, begitu keluar dari SMA, orang yang merasa terpanggil pada profesi militer memang harus mempunyai sikap lain terhadap hidup ini. Dia pasti tidak akan sekaya pedagang, tldak sementereng orang yang memang hidup mentereng. Malah lebih dari itu, kalau perlu dia dituntut untuk mengorbankan jiwanya. Jadi, bila tolok ukurnya adalah tolok ukur non-ABRI, orang bisa gampang mengatakan itu. Dan saya katakan ya. Tapi ada tuntutan bahwa masuk ABRI tidak hanya cari pangkat, tapi mencari kepuasan bekerja sebagai ABRI. Dulu ada kebanggaan di kalangan ABRI bahwa kita bangga bisa hidup lebih sederhana dari orang lain. Itu kebanggaan tersendiri. Saya tidak menuntut bahwa orang itu harus sama sepanjang zaman. Tapi kita memakai tanda pangkat, dan disiplin, ya karena senang. Jadi, itu sulit saya jawab dalam satu napas. Apa jaminan bahwa rencana reorganisasi ini akan terus terlaksana? Yang bisa saya lakukan adalah meletakkan dasar-dasar yang bisa diterima oleh generasi yang akan datang, dan dituntut oleh situasi sampai dua puluh tahun mendatang. Lalu kita berharap agar ini dilanjutkan, dan jangan diberhentikan sebelum selesai. Kecuali sepuluh atau dua belas orang, seluruh perumus reorganisasi ini adalah orang-orang yang masih berdinas delapan sampai dua belas tahun lagi. Dan diharapkan itu merupakan salah satu jaminan kontinuitas kebijaksanaan. Apakah profesionalisme ABRI ini tidak akan mempengaruhi dwifungsi ABRI? Barangkali ada bapak-bapak kita yang khawatir bahwa tentara akan dibawa oleh saya, dan generasi saya, pada suatu tentara profesional seperti Jepang atau Amerika, tanpa memperhatikan fungsi yang satunya lagi (sosial-politik - Red.) Tapi kalau mengetahui set-up ini, barangkali mereka lebih tenang. Kita justru mempersiapkan orang untuk menangani itu secara lebih baik. Dengan material manusia yang ada, kita harus mencari pola baru, sehingga mereka bisa menghadapi tugasnya dengan sebaik-baiknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus