PERISTIWA meledaknya bis Pemudi di Banyuwangi, Ja-Tim, menurut aparat keamanan di sana, sudah mulai terungkap. Diduga peristiwa itu tidak berdiri sendiri. Pelakunya dikabarkan berasal dari kelompok ekstrem, yang sebagian di antaranya sudah diringkus pihak keamanan. "Gerakan ini bersifat internasional dan konsepsional. Lagi pula, ada pengaruh dari negara asing," kata Letkol Sonny Baksono, kepala Dispen Laksusda Ja-Tim kepada wartawan, pekan lalu. Negara asing mana yang dimaksud, Sonny belum bersedia mengungkapkannya. Hanya, katanya, peristiwa ini ada hubungannya dengan peledakan gereja Katolik di Malang (Desember 1984), pengeboman candi Borobudur aanuari 1985), dan pembakaran gereja di Pasuruan. Berbagai teror itu, menurut Sonny, dilakukan oleh orang yang diduga penganut paham Syiah ekstrem. Kodam Brawijaya, karena itu, 23 April lalu, merasa perlu memberi penghargaan kepada empat anggota masyarakat yang dianggap berjasa membantu aparat keamanan mengungkap kasus peledakan bis Pemudi itu. Panglima Kodam, Mayjen Soelarso, selesai upacara pemberian penghargaan itu mengadakan pertemuan tertutup dengan para tokoh ulama, rektor perguruan tinggi, tokoh organisasi pemuda, dan pimpinan Parpol/Golkar. Misalnya, hadir rais am NU, K.H. Achmad Siddiq, ketua MU Ja-Tim, K.H. Misbach, dan ulama Malang, Abdullah Bafaqih. Pertemuan itu, antara lain, membicarakan tindakan ekstrem yang dilakukan kelompok Syiah di daerah itu. Achmad Siddiq, misalnya, menganggap tak akan begitu sulit mencegah masuknya pengaruh-pengaruh itu kalau bangsa Indonesia, yang mayoritas Suni, mengetahui kejelekan Syiah yang menyimpang dari ajaran Islam. Untuk itu, Achmad Siddiq mengusulkan agar kesalahan Syiah dan kebenaran Suni dijelaskan kepada masyarakat. Syiah, aliran agama yang banyak dibicarakan setelah revolusi Iran itu nampaknya dipersoalkan dengan serius. Beberapa hari sebelum pertemuan tadi, ulama terkemul dan sesepuh NU, K.H. As'ad Syamsul Arifin, menemui Pangab Jenderal L.B. Moerdani di Jakarta. Setelah pertemuan yang berlangsung selama dua jam itu, menurut Kiai As'ad, baik ia maupun Pangab berpendapat bahwa gerakan kelompok Syiah di Indonesia harus segera dihentikan. Hal ini, tampaknya, ada kaitannya dengan penangkapan Husein Al-Habsyi, 63, pimpinan pesantren Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Bangil, Ja-Tim. Tokoh yang biasa mengenakan serban dan jubah putih, yang dipanggil akrab dengan Habib Husein, itu ditahan Laksusda sejak 10 April yang lalu. Menurut sumber TEMPO, penahanan itu berhubungan dengan gerakan ekstrem tadi. Habib selama ini konon sering berbicara "keras". Misalnya, dia mengkritik lagu Padamu Negeri di TV sebagai menganjurkan orang menjadi syirik karena terlalu memuja negeri, bukan memuja Tuhan. Kiai Achmad Siddiq sendiri berpendapat bahwa Habib adalah seorang Syiah, setelah rais am NU itu berdebat satu malam dengannya, tahun 1983 lalu. Tapi, di mana-mana Habib - karyanya kamus Al-Kautsar dipakai di berbagai pesantren - selalu mengaku sebagai seorang Suni. Seberapa jauh peranan Habib dalam gerakan teror tadi masih belum jelas. "Kami belum bisa memberikan keterangan," kata Letkol Sonny Baksono. Penangkapan Habib agaknya berkaitan dengan tertangkapnya Abdul Kadir Al-Habsyi, penduduk Malang dan salah seorang penumpang bis Pemudi yang ternyata adalah orang yang dituduh meledakkan bis itu. Kadir ditangkap tak berapa lama setelah peristiwa yang menewaskan 7 orang itu (TEMPO, 23 Maret 1985). Yang jelas, menurut Pangdam Mayjen Soelarso, "Dengan tertangkapnya Abdul Kadir Al-Habsyi, pelaku peledakan bis Pemudi itu, maka jaringan teroris di Ja-Tim semakin terungkap."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini