JUMLAH kodam dikurangi. Kodau dan kodaeral malah dihapuskan. Tapi jumlah polda (kepolisian daerah) malah akan ditambah, disesuaikan dengan jumlah provinsi yang ada dan sesuai dengan wilayah administrasi tersebut. Jumlah personil Polri juga akan ditambah karena, seperti pernah dikatakan Pangab Jenderal Benny, "Kehadiran mereka tidak bisa diganti dengan teknologi apa puni'. Perubahan status Polri sebenarnya sudah dimulai lama. Sejak zaman Pangab Jenderal Jusuf, Polri dinyatakan bukan lagi bagian dari angkatan perang. "Karena itu, Polri harus diarahkan pada pembinaan dan pengoperasian satu badan berisi manusia-manusia yang bersenjata. Tugas utamanya bukan perang, tapi melindungi individu-individu dalam masyarakat kita," kata Pangab Jenderal Benny Moerdani. Dulu, pada tahun 1960-an. Polri hampir tak berbeda dengan angkatan lainnya, punya pasukan tempur juga. Brimob (brigade mobil) ini dilatih terjun payung, punya tank, bahkan juga meriam anti serangan udara. Kini polisi dikembalikan ke fungsinya, sebagai pembina dan pemelihara kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat). Perubahan organisasi Polri sudah dilakukan lama, dimulai beberapa waktu lalu dengan perubahan sebutan komando di lingkungan Polri, misalnya komando daerah kepolisian (kodak) diubah menjadi polda, komando resort kepolisian (kores) menjadi polres. Perubahan penting lain adalah mengenai persyaratan personalia, yang disesuaikan dengan peningkatan fungsi Polri. Pangab Jenderal Benny Moerdani menjelaskan masa depan sebagai berikut: Seperti pepatah, orang tidak pernah menyatakan terima kasih pada polisi karena kegiatannya rutin. Kalau keadaan kacau, dan polisi diam, baru orang tahu polisi berhenti bekerja. Pekerjaan merek itu harus 24 jam sehari tujuh hari seminggu, tiga puluh satu hari sebulan. Terus bekerja. Dan itulah yang akhirnya menciptakan keterbukaan masyarakat yang kita inginkan. Karena banyak kegiatan polisi yang berhadapan langsung dengan masyarakat, kita tidak bisa melanjutka apa yang sampai sekarang berlangsung. Seorang yang lulus SD, mendapat setrip satu, kemudian harus menangani masalah-masalah sendiri. Di angkatan darat, ada satu kopral di atas prajurit, ada sersan di atas kopral, ada letnan di atas sersan, dan sebagainya. Menurut teori, tamtama atau bintara itu melihat perwiranya tiap hari, dua atau tiga kali. Lain di polisi. Mereka melihat perwiranya, mungkin sehari sekali, mungkin seminggu sekali, saya tidak tahu persis. Tapi dalam tugasnya, dalam mengejar atau mengungkap suatu masalah yang rumit, dia harus sendiri. Misalnya masuk ke satu bank dan berbicara dengan direktur bank mengenai pemalsuan cek. Ini tidak bisa kita harapkan dari orang yang mempunyai pendidikan sekolah dasar, apalagi hanya dengan setrlp satu. Masalah yang dihadapi polisi banyak sekali. Karena itu, kita sekarang menuju pada suatu polri, di mana para detektif - kalau saya boleh pakai istilah itu - mutunya paling tidak seperti bintara di angkatan darat, tapi yang lebih diinginkan seperti perwira di AD. Jadi, di Polri akan ada piramid yang lain. Orang yang berpendidikan relatif tinggi, dan berpangkat relatlf timggi, banyak sekali di bawah karena merekalah yang harus berhadapan dengan masyarakat. Sekarang dana dan upaya yang sedang dan akan kita arahkan dipakai untuk meningkatkan kemampuan Polri ini. Tujuan akhirnya, kecuali di pasukan Sabhara atau Brimob, di Polri tidak akan ada prajurit atau kopral. Adanya sersan ke atas. Sersan pun dituntut persyaratan: lulusan SMA, lalu mendapat pendidikan minimal dua tahun, termasuk pengetahuan mengenai hukum dan sebagainya. Ini minimal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini