Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Agum Gumelar, mengatakan di tengah polemik UU KPK pesan yang muncul adalah Indonesia membutuhkan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
"Kata kuncinya, negeri ini butuh KPK," katanya seusai peluncuran buku 'Indonesia Emas Yang Maju, Berdaya Saing, Adil, dan Sejahtera' di Hotel Pullman, Jakarta, hari ini, Rabu, 2 Oktober 2019.
Di sisi lain, dia menjelaskan, KPK harus dijaga agar tak menjadi seperti Operasi Petrus (Penembak an Misterius) di era Orba pada 1982.
Mantan Gubernur Lemhannas dan Danjen Kopassus TNI AD tersebut menerangkan bahwa Petrus awalnya menyasar orang yang memiliki data kejahatan. Tapi belakangan dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis.
"Petrus, orang yang didor (ditembak) data kejahatan dan track record-nya jelas. Tapi lama-lama Petrus disalahgunakan (untuk) persaingan bisnis, (atas dasar) ketidaksukaan. Nah, kita cegah jangan demikian di KPK," tutur Agum Gumelar.
Agum menegaskan Indonesia amat membutuhkan KPK. Tapi, kata dia, yang dibutuhkan adalah lembaga antirasuah yang kredibel dan tidak terkontaminasi kepentingan politik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kita butuh KPK yang betul-betul kredibel, bukan KPK yang menurut berita, sudah terkontaminasi kepentingan politik," tuturnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Agum Gumelar pun mengingatkan KPK agar berhati-hati sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka. Data atau informasi yang KPK terima harus dipastikan betul-betul akurat. "Ini menyangkut nasib orang."
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan mempertimbangkan untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu KPK). Dia berjanji berhitung sebelum memutuskan.
Sejak pembahasan revisi UU KPK sudah memuncukan kontroversi. Pegiat antikorupsi dan para awak KPK menilai sejumlah pasal yang terkandung dalam UU KPK hasil revisi akan melemahkan KPK dan pemberantasan korupsi.
Pembahasan yang cepat di DPR juga dicurigai sebagai upaya pelemahan KPK. Setelah UU KPK disahkan oleh DPR, muncullah demonstrasi mahasiswa sejak 23 September 2019 dan berlanjut menjadi nonmahasiswa dan berujung rusuh dan memakan korna jiwa.