SEMPAT juga orang kaget dibuatnya ketika ia mengecam
kepemimpinan Presiden Soeharto pada awal 1980. Sekarang Letjen
(Purnawirawan) M. Jasin membikin berita yang sama
mengagetkannya: meminta maaf kepada Presiden. Satu-satunya
penandatangan Petisi 50 yang diperiksa kejaksaan sebanyak 6 kali
sejak Juli 1980, kepada pers menyatakan telah mengirim surat
kepada Presiden. Dalam surat itu dia menyatakan mencabut ucapan
dan tulisan yang menjadi penyebab munculnya kasus yang
disebutkan orang perkara "Surat Jasin". "Dan dalam surat itu
saya menyatakan minta maaf kepada Bapak Presiden," katanya.
Selain kepada Presiden, Jasin juga minta maaf kepada semua pihak
dan golongan yang dirugikan karena kasus yang menyangkut
dirinya. "Tapi tidak benar saya secara khusus minta maaf kepada
Pak Yoga dan Pak Sudomo seperti yang diberitakan salah satu
koran Jakarta," katanya melempangkan posisinya.
Surat minta maaf itu disampaikannya lewat Jaksa Agung, Ismail
Saleh SH, 25 Maret yang lalu. Sekitar 10 hari setelah
pemeriksaan terhadap dirinya dinyatakan selesai oleh Kejaksaan
Negeri. "Ia memohon agar Jaksa Agung mempergunakan wewenang
mendeponir perkaranya," kata Ismail Saleh. Jaksa Agung yang baru
ini mengungkapkan pada dasarnya Presiden menerima permintaan
maaf M. Jasin. Dideponir atau tidaknya perkara itu akan
ditentukan dalam minggu-minggu ini.
Apa latar belakang sampai dia meminta maaf? M. Jasin memberikan
tiga alasan. "Pertama sebagai seorang Muslim saya menyadari
bahwa diri saya manusia biasa yang tak luput dari kekurangan dan
kekhilafan," katanya. Kedua, katanya, sebagai orang Timur ia
penuh toleransi. Ketiga, sebagai orang Islam ia ikhlas minta
maaf dan memberi maaf. "Berdasarkan itu semua, saya mengadakan
mawas diri, merenungkan apa yang telah saya perbuat," cerita
pensiunan Letjen berusia 60 tahun itu.
Urusan Pribadi
Memang, sejak namanya disangkutkan dengan Petisi 50,
gerak-geriknya sebagai orang bisnis jadi mandek. Bekas Panglima
Kodam VIII/Brawijaya, Deputi KASAD dan pernah menjabat Seyen
Departemen PUTL termasuk konsultan yang cukup banyak punya
langganan pengusaha asing. Karena keterbatasan gerak, akhirnya
jabatannya sebagai Komisaris Utama PT Hayam Wuruk Permai, Dir-Ut
PT Tristar Electronic dan Komisaris PT Nidya Laksana dia
lepaskan. Ayah dari 4 anak dan 3 cucu itu sejak itu hidup
santai-santai saja. Kerja tetapnya boleh dikatakan tinggal
jogging, bersepeda dan main bowling.
Permintaan maaf Jasin itu membuat gembira berbagai pihak.
"Seseorang yang meminta maaf atas kekeliruannya itu baik, tapi
yang memberi maaf lebih baik lagi," kata Wakil Ketua Fraksi
Persatuan di DPR-RI, Tengku HM. Saleh. Sementara dari FKP Albert
Hasibuan SH menyatakan setuju kalau perkara Jasin dideponir.
"Mengingat yang bersangkutan adalah bekas Pangdam, Deputi KASAD
dan Sekjen PU, kalau diajukan ke pengadilan dengan tuduhan
penghinaan, dikhawatirkan akibat yang timbul akan lebih besar,"
kata pengacara itu.
Menurut Jasin dia menyampaikan permintaan maaf itu tanpa lebih
dulu berkonsultasi dengan teman-temannya. Bahkan Sudjoo SH
selaku penasihat hukumnya pun tidak diajak berkonsultasi. "Surat
itu saya kirim betul-betul timbul dari hati nurani saya. Risiko
harus ditanggung sendiri," ceritanya.
Itu dibenarkan oleh teman yang sama-sama menandatangani Petisi
50, Letjen (Purnawirawan) Ali Sadikin. "Itu urusan pribadi dia.
Petisi tetap utuh dan tetap pada pendiriannya," kata Ali
Sadikin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini