Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Semuanya terjadi di gedung Nusantara I di kompleks Dewan Perwakilan Rakyat, Senayan, akhir Oktober lalu. Hari itu rapat Fraksi Partai Demokrat DPR mendadak tegang. Dalam pertemuan yang membahas hasil penetapan pimpinan dan anggota komisi DPR itu, Ketua Umum Partai Demokrat Hadi Utomo bicara pedas. ”Jangan sampai ada dua matahari dalam tubuh partai,” katanya. Salah satu ketua partai, Ruhut Sitompul, membenarkan drama itu. ”Pemimpin sangat keras memberi peringatan,” katanya.
Yang dipersoalkan adalah penetapan sejumlah pemimpin komisi dari Fraksi Partai Demokrat pekan sebelumnya. Seorang pengurus pusat Partai Demokrat menyebutkan Hadi sangat kecewa karena tidak dilibatkan. ”Hadi merasa dilangkahi,” katanya.
Adalah Ketua DPR sekaligus Sekretaris Jenderal Marzuki Alie yang dianggap biang kerok. Marzuki dianggap bersalah karena menunjuk sejumlah pemimpin komisi tanpa berkoordinasi dengan Dewan Pimpinan Pusat. Ia juga tak membicarakan hal ini dalam rapat pleno. ”Marzuki dinilai lancang,” kata sumber Tempo.
Sebelas nama memang telah ditetapkan sebagai pemimpin komisi, tapi beberapa nama dianggap tak layak. Apalagi beberapa anggota senior partai—misalnya Jhonny Allen Marbun dan Sutan Bhatoegana—malah tidak muncul.
Kekecewaan itu semakin meruncing saat Marzuki Alie menunjuk Benny Kabur Harman sebagai Ketua Komisi III yang membidangi hukum. Meski pernah menjadi anggota Komisi III periode 2004-2009, Benny adalah orang baru di Partai Demokrat. Pada periode sebelumnya, Benny tercatat sebagai anggota Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia. Akhir 2008, Benny loncat pagar dan ia dicopot dari DPR.
Dalam pemilihan legislatif 2009, Benny menjadi calon anggota legislatif Partai Demokrat dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur I. Nasib baik memayungi Benny. Ia terpilih lagi menjadi anggota Dewan, lalu ditunjuk menjadi Ketua Komisi III. ”Ini yang menjadi pemicu kemarahan Ketua Umum,” kata anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat yang enggan disebut namanya.
Manuver Marzuki dianggap sebagai upaya memperkuat diri menjelang Musyawarah Nasional di Bali. Sejumlah nama mencuat sebagai calon ketua umum menggantikan Hadi Utomo. Marzuki juga digadang-gadang. Pengangkatan Benny Harman sebagai Ketua Komisi III dianggap sebagai ”investasi politik” Marzuki Alie. Diharapkan, dalam Musyawarah Nasional nanti, Benny akan menjadi tim sukses pemenangan Marzuki untuk wilayah timur. Dimintai konfirmasi, Benny membantah. ”Menjadi Ketua Komisi III adalah penugasan partai. Saya hanya menjalankan tugas. Tidak benar saya bakal menjadi tim pemenangan Marzuki,” katanya Jumat pekan lalu. Marzuki juga membantah cerita ini. ”Saya sama sekali tak dekat dengan Benny K. Harman,” katanya.
Aksi Marzuki Alie ”meninggalkan” Ketua Umum Hadi Utomo ditengarai sudah lama terjadi. Dalam sejumlah pertemuan internal di kediaman Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas, Hadi jarang dilibatkan.
Yang kerap kali hadir dalam pertemuan itu justru Hatta Rajasa, anggota Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional. Meski bukan anggota Partai Demokrat, Hatta dianggap berjasa sebagai Ketua Tim Kampanye Nasional SBY-Boediono.
Pengaruh Hatta terhadap Marzuki ini dibenarkan oleh Marzuki sendiri. Akhir Oktober lalu, misalnya, ia membatalkan rapat Komisi Kesehatan dengan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Setyaningsih untuk membahas soal laboratorium kesehatan Amerika Namru-2.
Kepada Tempo, Marzuki mengaku pembatalan itu atas permintaan Hatta Rajasa. Kepada Marzuki, Menteri Koordinator Perekonomian Kabinet Indonesia Bersatu II itu beralasan pemerintah sedang berkonsentrasi pada pelaksanaan Indonesia Summit—konferensi untuk merumuskan program kerja pemerintah 2009-2014. Rapat kerja dengan Menteri Kesehatan dapat mengalihkan perhatian publik.
TIDAK ingin terlambat, beberapa petinggi Partai Demokrat, termasuk Hadi Utomo, memutuskan melapor ke Yudhoyono, Sabtu malam akhir bulan lalu. Sumber Tempo di Cikeas menyebutkan Yudhoyono kaget dengan cara Marzuki menunjuk pimpinan komisi DPR. Yudhoyono mengaku tak tahu proses pemilihan pimpinan Komisi. ”Beliau hanya tanda tangan,” kata sumber Tempo.
Buntut dari pertemuan di Cikeas itu adalah munculnya rencana mencopot Marzuki dari posisi sekretaris jenderal. Tapi, agar ia tak kehilangan muka, Marzuki diminta mengundurkan diri dengan alasan akan berkonsentrasi pada tugas sebagai Ketua DPR.
Menurut Wakil Ketua Umum Ahmad Mubarok, Marzuki juga akan diberi jabatan anggota Dewan Pembina atau anggota Dewan Pakar—posisi yang membuatnya tidak memiliki akses terhadap kebijakan strategis partai. ”Dengan tak lagi menjadi sekretaris jenderal, tidak ada keputusan strategis yang bisa dia ambil,” kata Max Sopacua, Ketua Bidang Komunikasi Partai Demokrat.
Kepada Tempo, Marzuki membenarkan rencana pengunduran dirinya itu. ”Parlemen ini kan karier tertinggi saya di bidang politik. Dengan mengurus partai juga sebagai sekretaris jenderal, saya jadi tidak fokus,” katanya. Soal siapa yang akan menempati kursi Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Marzuki berujar pendek, ”Dewan Pembina (Yudhoyono) sudah bersiap cari pengganti.” Orang yang disebut-sebut menggantikan Marzuki adalah Amir Syamsuddin—pengacara sekaligus salah satu Ketua Partai Demokrat.
AZ, Ninin Damayanti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo