Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=2 color=#FF0000>Patrialis Akbar:</font><br />Saya Harus Bantu Presiden

30 November 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Belum 100 hari menjadi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Patrialis Akbar, 51 tahun, sudah didera masalah. Ia disebut sebut meminta dua pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif, Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Rianto, mundur dari jabatan mereka. Permintaan itu adalah ”syarat” agar kasus keduanya tak diteruskan ke pengadilan.

Cerita ini mendadak sontak memancing spekulasi bahwa pemerintah memang ”tak suka” kepada Bibit dan Chandra. Dalam memimpin KPK, keduanya dianggap ”terlalu maju”.

Politikus Partai Amanat Nasional ini menolak semua spekulasi. ”Meminta mundur itu tak ada,” katanya kepada Ninin Damayanti yang menemuinya di kantor Departemen Hukum dan HAM, Kamis pekan lalu.

Anda disebut sebut melobi Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Rianto agar mundur dari KPK sebagai syarat kasus mereka dihentikan?

Bukan melobi. Saya memang minta izin kepada Presiden untuk menjalin silaturahmi dengan teman teman KPK agar ada pemahaman bersama terhadap kasus ini. Saya bertemu dengan pimpinan KPK tiga kali.

Kapan?

Salah satunya Minggu, pukul satu siang. Saya ke KPK dan bertemu dengan empat pemimpin KPK: Tumpak Panggabean, Har­yo­no Umar, Waluyo, dan Mas Ahmad Santosa.

Apa yang Anda tawarkan?

Tidak ada tawar ­menawar. Kita hanya ngomong bebas mencari alternatif. Hari itu juga, sambil mendampingi Presiden ketemu Ketua Mahkamah Konstitusi, saya sampaikan hasi­l pertemuan itu ke Presiden. Tanggapan beliau positif. Sorenya, pukul lima, saya kembali lagi ke KPK. Dalam pertemuan itu juga hadir Pak Bibit dan Pak Chandra.

Dalam pertemuan itu, Anda meminta Bibit dan Chandra mundur?

Meminta mundur itu sama sekali tidak ada. Yang ada pembicaraan secara keseluruhan. Semua opsi dibicarakan. Bagaimana kalau si A mundur, si B mundur, si C mundur. Itu saja.

Pertemuan Anda dengan pemimpin KPK ini atas permintaan Presiden?

Enggak, tapi Presiden ­meng­evaluasi terus.

Sabtu malam, dua hari sebelum Presiden berpidato, Anda dikabarkan sempat rapat dengan Menteri Perekonomian Hatta Rajasa; Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Su­yanto; dan Presiden di Cikeas?

Kami bicara kira kira tengah malam. Di sana saya mohon izin kepada Presiden agar bisa bertemu dengan pimpinan KPK. Presiden mengizinkan.

Itu perminta­an Anda sendiri?

Iya. Saya harus bantu Presiden. Saya harus bisa mencari jalan keluar.

Benarkah Hatta juga mendorong agar Bibit dan Chandra mundur?

Tidak. Prinsipnya, pertemuan itu mencari langkah terbaik.

SBY kecewa soal hasil pertemuan Anda dengan KPK?

Tidak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus