Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Musim Pindah Bahtera

Sejumlah tokoh politik bermigrasi ke partai lain. Surya Paloh hendak membentuk partai baru.

30 November 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUJUH pemimpin partai politik itu meriung di markas Partai Sarekat Indonesia di Jalan Kemang Timur, Jakarta Selatan, Kamis pekan lalu. Menama­kan diri Poros Ampera, mereka mewa­kili PSI, Partai Merdeka, Partai Buruh, PPNUI, Pakar Pangan, PNI Marhaenisme, dan Partai Kedaulatan.

Rencananya, dalam waktu dekat mereka akan menggabungkan diri ke Partai Gerakan Indonesia Raya. ”Sekarang kami sedang menyiapkan nota ­kesepahamannya,” kata Muslich Zai­nal Asikin, Sekretaris Jenderal Partai Merdeka, kepada Tempo.

Pada pemilihan presiden yang lalu, mereka memang telah mendukung Prabowo Subianto, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra. Pada pemilu legislatif 2009, mereka tak lolos ambang batas parlemen. Karena mereka tak punya wakil di Dewan Perwakilan Rakyat, ”Diharapkan Gerindra jadi pintu aspirasi kami,” Muslich menambahkan.

Penggabungan ini akan menyatukan infrastruktur partai ke dalam Gerindra sampai ke daerah. Secara bertahap, tokoh-tokoh mereka akan memperkuat struktur Gerindra. ”Bentuknya mungkin seperti konfederasi,” kata Ketua Umum Gerindra Suhardi.

Tak hanya partai politik yang tak lolos ambang batas parlemen, sejumlah tokoh partai juga berpindah perahu. Mereka harus membuat pilihan: membuat partai baru atau pindah perahu ke partai yang sudah lebih mapan. Targetnya bertahan hidup untuk ikut bertarung di 2014.

l l l

SEJAK dipecundangi Aburizal Bakrie, dalam perebutan kursi ketua umum di Musyawarah Nasional Partai Golkar, awal Oktober lalu, Surya Paloh seperti tenggelam. Barulah sebulan kemudian namanya mulai diperbincangkan lagi di kancah politik nasional.

Beredar kabar, mantan Ketua Dewan Penasihat Golkar itu sedang rajin-rajinnya menjalin lobi dengan sejumlah partai. Ia dikabarkan sedang mempersiapkan diri untuk ”pindah bahtera”. Kapal lama, Partai Golkar, mengutip orang dekat Surya, Jeffrie Geovanie, dianggap sebagai ”Titanic” yang bakal karam.

Di Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, dua pekan lalu, Surya ditemani seorang fungsionaris Golkar bertemu Permadi, anggota Dewan Pembina Partai Ge­rindra. Permadi membuka jalan sebelum pertemuan Surya dengan Prabowo Subianto. ”Dalam waktu dekat keduanya akan ketemu,” kata Permadi.

Sebagai politikus senior dan cukup berpengaruh di Golkar, Surya punya ”modal” lumayan untuk bergabung dengan Gerindra. Tapi Permadi belum memperkuat isyarat pergabungan Surya. ”Belum menyinggung apa-apa,” katanya. ”Saya tidak berani menawari beliau.”

Sepekan kemudian, Surya ditemui Fahrul Rozi, utusan khusus Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat, Wiranto. ”Ya, kami papasan saja,” kata Fahrul. ”Dia tetangga saya satu kampung,” kata Jenderal TNI (Purn.) asal Aceh itu.

Surya Paloh belum mau diwawancarai. Tapi dua orang dekatnya, Jeffrie Geovanie dan Sugeng Suparwoto, membenarkan adanya sejumlah pertemuan tersebut. ”Ya, faktanya memang ada pertemuan itu,” kata Sugeng. ”Komunikasi kan boleh-boleh saja, tapi Pak Surya belum memutuskan apa-apa.”

Jeffrie menambahkan, pendekatan Hanura ke Surya sebenarnya sudah dilakukan sejak tiga pekan lalu. Bekas juru bicara tim sukses Surya ini pun mengaku diminta seorang pengurus Hanura merayu Surya agar mau ikut bersaing di Munas Hanura di Surabaya, Februari mendatang. ”Intinya, ada harapan dari beberapa pengurus Hanura, akan bagus sekali kalau Surya Paloh memimpin Hanura,” kata Jeffrie. Wiranto disebut-sebut akan diposisikan sebagai Ketua Dewan Pembina.

Ketua Dewan Penasihat Partai Hanura Bambang W. Suharto membantah isu melengserkan Wiranto. ”Tidak ada wacana itu,” katanya. ”Satu-satunya calon ketua mendatang ya Wiranto.” Bagi Bambang, ”Wiranto adalah figur pemersatu Hanura.”

Tak hanya oleh Gerindra dan Hanura, kata Sugeng, Surya juga ditaksir partai-partai lain. ”Selayaknya gadis cantik, banyak yang melirik,” kata bekas ketua tim sukses Surya di Munas Golkar itu. Rencananya, dalam pekan ini, Surya juga akan bertemu Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuang­an Megawati Soekarnoputri.

Alih-alih mengambil alih ”kemudi” partai lain, Surya sepertinya lebih memilih jalan sendiri. ”Mungkin Pak Surya akan mendirikan institusi baru,” kata Jeffrie. Menurut dia, hampir bisa dipastikan Surya akan meninggalkan Golkar, tapi tidak dengan menumpang atau merebut partai lain. Surya, menurut Jeffrie, tak mau karena merasa tak pernah berkeringat di sana.

Saat ini, sayup-sayup terdengar, Surya bersama sejumlah bekas pendukungnya sedang membidani sebuah organisasi massa baru sebagai cikal bakal partai politik. Namanya Perhim­punan Nasional Demokrat, yang akan menampung para tokoh dan orang-orang Golkar, terutama yang kecewa terhadap pengurus pusat Golkar sekarang.

Launching-nya tahun depan. ”Kalau penerimaan publik bagus, bakal jadi partai baru pada 2014,” kata Jef­frie. Jika Surya Paloh mewujudkan rencananya, ia menjadi orang penting kedua yang hengkang dari tubuh partai berlambang pohon beringin itu di era Aburizal Bakrie.

Sebelumnya, awal November lalu, salah satu ketua Golkar, Yuddy Chrisnandi, telah keluar. Doktor ilmu politik dari Universitas Indonesia itu berlabuh di Gerindra, langsung mendapat posisi strategis sebagai wakil ketua partai merangkap anggota dewan pembina. ”Golkar tidak bisa lagi diharapkan jadi alat perjuangan saya,” kata Yuddy.

Bekas Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault juga berancang-ancang pindah perahu. Kabarnya ia kecewa terhadap Partai Keadilan Sejahtera, yang tak lagi mengusungnya sebagai menteri. Tapi ia membantah ”Saya kan bukan kader inti,” katanya. ”Saya malah berterima kasih dulu di-endorse jadi menteri.”

Kepada Tempo, pekan lalu, Adhyaksa mengaku sedang menimbang-nimbang fokus di dunia akademis, mengejar gelar profesor, atau nyemplung lagi ke politik. Kalaupun memutuskan berpolitik, menurut dia, ada tiga pilihan partai, yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Hanura, atau Gerindra.

Partai Ka’bah masih ada hubungan historis, karena ayahnya bekas peng­urus di sana. Masuk Hanura mungkin lebih gampang, karena ia masih berkerabat dengan istri Wiranto. Tapi ­Adhyaksa mengaku secara ide lebih cocok dengan Gerindra. ”Aku bersimpati dengan program-programnya,” katanya.

Penjajakan ke Gerindra memang sudah dilakukannya. Adhyaksa juga mengaku beberapa kali bertemu empat mata dengan Prabowo. ”Tapi, untuk masuk Gerindra, belum,” katanya.

Hanura dan Gerindra tampaknya memang membuka pintu. ”Kami partai terbuka,” kaya Yus Usman Sumanegara, Sekretaris Jenderal Partai Hanura. ”Tentu dengan masuknya mereka, partai kami jadi lebih besar,” Ketua Umum Gerindra Suhardi menimpali.

Agus Supriyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus