Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rokhmin Dahuri Bebas
Bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta, Rabu pekan lalu. Rokhmin, yang divonis tujuh tahun penjara, mendapat korting dua setengah tahun setelah Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali tiga pekan lalu. ”Rokhmin telah memenuhi persyaratan untuk bebas,” kata pengacara Muhammad Assegaf.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menghukum Rokhmin tujuh tahun penjara 23 Juli 2007 karena terbukti melakukan korupsi dana nonbujeter di Departemen Kelautan dan Perikanan. Rokhmin mengajukan permohonan banding dan ditolak Pengadilan Tinggi pada 7 November 2007. Mahkamah Agung menolak kasasi pada 8 Mei 2008. Mahkamah mengabulkan peninjauan kembali terpidana yang sempat menerima remisi dua bulan pada 17 Agustus 2009 itu.
Kapal Dumai Tenggelam
Kapal penumpang Dumai Express 10, yang berangkat dari Batam ke Dumai, tenggelam di perairan Tekong Hiu Kecil, Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, Ahad pekan lalu. Kapal itu tenggelam karena cuaca buruk dan dihantam ombak tinggi di perairan Karimun. Peristiwa ini menewaskan lebih dari 30 orang.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Sunaryo mengatakan Dumai Express sudah memenuhi syarat kelayakan beroperasi. Menurutnya, kondisi cuaca di sekitar perairan Karimun sangat buruk dengan ombak mencapai lebih dari empat meter. ”Dengan cuaca ekstrem, sulit bagi kapal untuk melewatinya,” katanya.
Sunaryo mengatakan masih menyelidiki dugaan kelebihan muatan. Dumai Express hanya bisa menampung 265 orang. Manifes penumpang hanya mencantumkan 213 orang. Adapun laporan tim penyelamat menyatakan 292 penumpang dapat diselamatkan.
Anggota Komisi Perhubungan Dewan Perwakilan Rakyat, Marwan Ja’far, mengatakan tragedi ini telah mencederai program 100 hari zero accident Departemen Perhubungan. Apalagi pada hari yang sama, kapal Express 15 rute Batam-Moro tenggelam di dekat Pulau Moro, meski tak ada korban tewas. ”Jika ada kelalaian, harus ada yang diberi sanksi,” ujarnya.
MA Tolak Kasasi Ujian Nasional
Mahkamah Agung menolak kasasi perkara ujian nasional yang diajukan pemerintah. Dalam amar putusan yang dirilis Rabu pekan lalu, Mahkamah menguatkan gugatan Kristiono, ayah murid sekolah menengah atas di Depok, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tahun lalu. Pengadilan Tinggi Jakarta juga menguatkan putusan itu pada 6 Desember 2007.
Kristiono bersama 58 orang tua murid menggugat Presiden, Wakil Presiden, Menteri Pendidikan Nasional, dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan setelah anaknya gagal dalam Ujian Nasional 2006. Anak Kristiono gagal karena tak lulus satu mata pelajaran.
Dalam gugatannya, Kristiono menuntut perubahan kebijakan ujian nasional sebagai penentu kelulusan. Menurutnya, hak meluluskan harus dikembalikan kepada guru atau satuan pendidikan. ”Kemenangan ini bukan hanya untuk saya,” kata Kristiono di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. ”Kemenangan buat semua anak korban ujian nasional.”
Kristiono dan kawan-kawan menilai pemerintah lalai meningkatkan sarana dan prasarana sekolah di seluruh daerah sebelum melaksanakan kebijakan ujian nasional.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Mansyur Ramli mengatakan akan mempelajari dulu putusan Mahkamah. Menurutnya, ujian nasional diperlukan untuk memetakan dan mendorong semangat belajar peserta didik. ”Kalau dilewatkan, yang rugi bangsa kita juga,” katanya. Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh mengatakan ujian nasional tetap akan dilaksanakan sampai ada keputusan final.
Kewenangan Penyadapan KPK
Departemen Komunikasi dan Informatika akan menyiapkan peraturan pemerintah mengenai penyadapan dalam enam bulan ke depan. Dalam rapat kerja Dewan Perwakilan Rakyat, Senin pekan lalu, Menteri Tifatul Sembiring mengatakan departemennya yang punya wewenang menyadap. Untuk itu, Komisi Pemberantasan Korupsi, kepolisian, kejaksaan, serta badan intelijen dapat meminta rekaman ke departemennya.
Tifatul mengatakan rancangan peraturan pemerintah ini merupakan turunan Pasal 31 Undang-Undang Transaksi Elektronik mengenai intersepsi atau penyadapan. Menurutnya, di negara lain, seperti Australia dan Korea, penyadapan dilakukan oleh semacam Departemen Komunikasi dan Informatika. ”Tak semua orang boleh menyadap karena itu hak asasi manusia untuk berkomunikasi,” ucapnya.
Manajer Hukum dan Monitoring Pengadilan Indonesia Corruption Watch Emerson Junto mengatakan tak ada masalah dengan mekanisme penyadapan oleh KPK. ”Saya curiga peraturan ini justru upaya pelemahan KPK,” ujar Emerson.
Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Teten Masduki mengatakan penyadapan harus tetap sesuai dengan Undang-Undang KPK. Menurutnya, penyadapan yang dilakukan Komisi Antikorupsi sangat efektif menjerat para koruptor.
Uji Materi Bibit Chandra Dikabulkan
Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah dalam uji materi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang pergantian pimpinan Komisi, Rabu pekan lalu. Dalam pasal 32 huruf c dinyatakan pimpinan Komisi berhenti atau diberhentikan secara tetap kalau menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana korupsi.
”Pasal itu harus dimaknai pimpinan Komisi berhenti secara tetap setelah dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” kata Ketua Mahkamah Mahfud Md.
Mahfud mengatakan Bibit Chandra bisa kembali aktif, tanpa prosedur apa pun, setelah tak menjadi terdakwa. Kalau kasus tetap berlanjut ke pengadilan, Bibit-Chandra juga belum bisa dicopot dari jabatan mereka. Keduanya baru diberhentikan setelah ada vonis.
Menurutnya, keputusan Mahkamah tak berlaku surut sehingga tak bisa dipakai untuk kasus Antasari Azhar. Mahfud mengatakan Antasari sudah diberhentikan melalui keputusan presiden sebelum putusan keluar.
Bibit-Chandra ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan penyalahgunaan wewenang dan pemerasan pada 15 September lalu. Mahkamah Konstitusi menyimpulkan ada indikasi rekayasa yang dilakukan Anggodo Widjojo bersama oknum penegak hukum. ”Supaya Bibit dan Chandra menjadi tersangka dan terdakwa,” ujar Mahfud.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo