Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Aksi Aliansi Gerakan Tutup Toba Pulp Lestari di Pengadilan Tinggi Medan, Ini 3 Tuntutan Mereka

Aliansi Gerakan Tutup Toba Pulp Lestari (TPL) lakukan aksi atas kasus penangkapan Ketua Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak, Sorbatua Siallagan.

11 Oktober 2024 | 08.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejumlah massa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Tutup TPL melakukan aksi di depan Pengadilan Tinggi Medan, Medan, Sumatera Utara, Kamis, 10 Oktober 2024. Aksi tersebut menyampaikan tuntutan agar Hakim Pengadilan Tinggi Medan membebaskan Sorbatua Siallagan dengan mencabut Surat Putusan Pengadilan Negeri Simalungun Nomor 155/Pid.B/LH/2024/PN dan menghentikan kriminalisasi kepada masyarakat adat Tano Batak. Foto: TEMPO/Rachel Caroline L. Toruan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Gerakan Tutup Toba Pulp Lestari (TPL) kembali adakan aksi atas kasus penangkapan Ketua Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan di Sumatera Utara, Sorbatua Siallagan, 65 tahun. Aksi ini diselenggarakan di halaman Pengadilan Tinggi Medan, pada Kamis, 10 Oktober 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dimulai pada 10.00 WIB, saat itu, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak Jhontoni Tarihoran menyampaikan tujuan kedatangan mereka agar dapat bertemu hakim atau pewakilan Pengadilan Tinggi Medan untuk menangani banding yang diajukan Sorbatua Siallagan dengan bijaksana. Mengingat telah dibacakannya Surat Putusan Pengadilan Negeri Simalungun Nomor 155/Pid.B/LH/2024/PN pada 14 Agustus 2024 dengan dakwaan pembakaran eucalyptus milik PT Toba Pulp Lestari (PT. TPL).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam surat putusan pengadilan tersebut diputuskan bahwa Sorbatua terbukti bersalah atas tindakan sengaja mengerjakan, menggunakan dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah. Alhasil, adapun jatuhan hukuman yang ditetapkan adalah pidana penjara pada Sorbatua selama dua tahun,  denda sebanyak Rp 1 miliar, subsider enam bulan.

"Karena kami masyarakat adat sama sekali tidak memiliki ketenangan di Sumatera Utara ini. Sebentar lagi kita menyambut momen Pilkada, tetapi apakah mereka dapat mengatasi kebutuhan kita bersama?," kata Jhontoni melalui orasinya.

Tempo.co melihat, kegiatan ini ramai dihadiri puluhan masyarakat sipil, membawa harapan agar terjadinya pembebasan bagi Sorbatua Siallagan, sekaligus pemberhentian kriminalisasi bagi masyarakat adat. Kriminalisasi dinilai terus terjadi pada masyarakat adat. Aksi ini juga menyinggung kejadian beberapa waktu yang lalu, saat Polres Simalungun telah keliru dalam penangkapan masyarakat adat Sipahoras di Buntu Pangaturan, Desa Sipahoras, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. 

Adapun massa aksi yang tergabung di dalamnya, terdiri dari beberapa elemen organisasi mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat, serta kumpulan masyarakat adat dari Kabupaten Simalungun. Selama kurang lebih 1,5 jam mereka yang tergabung dalam aksi berganti-gantian berorasi di hadapan polisi yang merapatkan barisan untuk mengondusifkan suasana aksi dan arus lalu lintas. 

Kemudian, Humas Pengadilan Tinggi Medan John Pantas L.Tobing akhirnya turun menanggapi massa aksi. Ia berpesan agar partisipan aksi dapat diwakili oleh 5 orang untuk masuk dalam mengomunikasikan hal ini.

Jhontoni dan empat orang partisipan aksi lainnya turut membawakan beberapa berkas yang berisi surat permohonan kepada hakim Pengadilan tinggi Medan agar memberikan putusan seadil-adilnya, dengan harapan membebaskan Sorbatua Siallagan dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum dengan membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Simalungun Nomor 155/Pid.B/LH/2024/PN. 

Surat permohonan yang dibawa memaparkan rasionalisasi bahwa Sorbatua Siallagan tidak bersalah. Adapun poin yang mendasari pernyataan tersebut, yaitu: 

1. Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan lebih dahulu mendiami dan mengelola wilayah adatnya secara turun temurun yang merupakan warisan nenek moyangnya daripada kehadiran PT Toba Pulp Lestari (PT TPL). Sejak 1700-an, jauh sebelum Indonesia merdeka, Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan telah mendiami wilayah adat Dolok Parmahanan, yang berubah nama menjadi Dolok Parmonangan.

2. Sorbatua Siallagan selama ini memimpin Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan di Dolok Parmonangan menuntut tanah adat dari Ompu Umbak Siallagan yang berada di Nagori Pondok Buluh, Kec. Dolok Panribuan, Kab. Simalungun yang telah diklaim sepihak oleh pemerintah dan diberikan izin konsesi kepada PT Toba Pulp Lestari.

3. Adanya sengketa lahan antara Komunitas masyarakat adat Ompu Umbak Siallagan yang dipimpin Sorbatua Siallagan dengan PT TPL. Fakta yang terungkap di persidangan terkait sengketa lahan tersebut bahwa pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah melakukan langkah-langkah penyelesaian permasalahan hutan adat di lingkungan Danau Toba dengan PT. TPL termasuk sengketa lahan antara masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan dengan PT. TPL. Hal ini adalah berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK 352/MENLHK/SETJENKUM.1/6/2021 Tentang Langkah-Langkah Penyelesaian.

Koordinator aksi Doni Wijaya Munthe kepada Tempo.co, menegaskan bahwa aksi ini akan dilaksanakan secara berkelanjutan. Lebih lanjut Doni menjelaskan, selain untuk pembebasan Sorbatua, aksi ini juga didorong untuk terwujudnya pembuatan dan pengesahan Peraturan Daerah (Perda) Pengakuan Masyarakat Adat, juga Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat.

"Aksi berkelanjutan akan terus masyarakat sipil dan komunitas adat jalankan, mengingat baru dilantiknya DPRD, maka selanjutnya aksi-aksi terkait dengan kebutuhan dan urgensi masyarakat adat terus kami gaungkan untuk kesejahteraan masyarakat adat agar terhindar dari kriminalisasi," kata dia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus