Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY menolak Undang-Undang Pilkada yang mengganti sistem pemilihan kepala daerah langsung menjadi lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). SBY menyatakan pengesahan Undang-Undang Pilkada oleh DPR sebagai suatu kemunduran demokrasi. "Ini kemunduran," kata SBY dalam akun X pribadinya @SBYudhoyono pada Sabtu, 27 September 2014.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia membandingkan hal itu dengan demokrasi yang diterapkan selama dia menjabat sebagai presiden sejak 2004 hingga 2014. Pada eranya, kata SBY, presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung. Begitu pula dengan pemilihan kepala daerah tingkat gubernur, bupati, hingga wali kota. "Kami tidak ingin demokrasi mundur," ujar SBY.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menilai bahwa saat ini, DPRD tak punya tugas, pokok, dan fungsi untuk memilih kepala daerah. "Di Undang-Undang Pemda tahun 2004, dan yang terbaru 2014, tak diberikan wewenang eksplisit bagi DPRD (untuk memilih kepala daerah)," kata SBY dalam keterangannya melalui video yang diunggah di situs YouTube, pada Jumat malam, 26 September 2014, dari Washington D.C., Amerika Serikat.
SBY pun mempertanyakan asal-muasal mengapa hingga DPRD punya wewenang memilih kepala daerah. Dia menduga ada logika yang tak sinkron dalam perumusan RUU Pilkada yang disahkan DPR.
Dia mengaku kecewa dengan adanya UU tersebut, karena merenggut hak demokrasi masyarakat. Terlebih, rakyat tak tahu-menahu bahwa anggota DPR yang dipilih ketika pemilu legislatif, telah menghapus hak politik mereka dalam menentukan kepala daerah. "Ini jelas menjadi koreksi besar sepuluh tahun pemerintahan saya," kata SBY.
Karena itu, SBY menegaskan akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk membatalkan UU Pilkada yang baru disahkan oleh DPR pada 26 September 2014 itu. Dia menyebut, Perpu akan diterbitkan setelah meneken UU Pilkada.
"Perppu ini saya ajukan ke DPR setelah, katakanlah, hari ini atau besok, setelah saya terima draf RUU hasil sidang paripurna, maka aturan mainnya itu harus saya tanda tangani," kata SBY di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 30 September 2014.
Hingga akhirnya pada 2 Oktober 2014, SBY resmi menerbitkan dua Perpu. Pertama, Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Perppu itu sekaligus mencabut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota yang mengatur pemilihan kepala daerah secara tidak langsung oleh DPRD.
SBY juga menerbitkan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah untuk menghilangkan ketidakpastian hukum di masyarakat. Isi Perpu ini menghapus tugas dan wewenang DPRD untuk memilih kepala daerah.
"Kedua Perpu tersebut saya tanda tangani sebagai bentuk nyata dari perjuangan saya bersama-sama dengan rakyat Indonesia, untuk tetap mempertahankan pemilihan kepala daerah secara langsung," ujar SBY pada Kamis, 2 Oktober 2014, dikutip dari laman Sekretariat Kabinet RI.
SBY menuturkan, dia mendukung penuh sistem pilkada langsung dengan perbaikan-perbaikan yang mendasar. Dia mengklaim, penerbitan perpu tersebut demi tegaknya kedaulatan rakyat serta memastikan prinsip demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Kini, bola itu digelindingkan lagi oleh Presiden Prabowo Subianto. Dia mengusulkan agar kepala daerah dipilih oleh DPRD saja, dengan alasan menghemat anggaran dan lebih efisien.
"Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien, Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah DPRD itulah yang milih gubernur, milih bupati," kata Prabowo dalam sambutannya pada Puncak Perayaan HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul International Convention Center, pada Kamis, 12 Desember 2024.
Indra Wijaya dan Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: DPR Pernah Sahkan Pilkada Lewat DPRD tapi Dianulir SBY