Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ummi Wahyuni mengatakan dia masih menjabat sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum atau KPU Jawa Barat meskipun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah memberhentikan dia dari jabatannya karena dianggap melanggar kode etik.
“Pascaputusan DKPP, saya memastikan hari ini saya masih menjadi Ketua KPU Jabar, karena belum ada SK (surat keputusan) pergantian dari KPU RI, walaupun sudah ada ketetapan dari DKPP,” kata Ummi pada Selasa, 3 Desember 2024.
Dia juga memastikan masih menjadi anggota KPU Jabar. “Sekali lagi, saya menyatakan sebagai ketua, bukan sebagai anggota KPU Jabar, itu kan melekat ketua posisi saya, tetapi kan saya masih sebagai anggota KPU Jabar,” ujarnya.
Ummi menuturkan bakal mengajukan banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas putusan DKPP itu, karena dia tidak merasa melanggar kode etik seperti yang disampaikan dalam amar putusan DKPP.
“Saya tidak tahu kenapa putusannya sedemikian rupa, tetapi secara pribadi dan secara personal, saya juga berhak untuk mendapatkan keadilan,” tuturnya.
Dia akan mengajukan banding ke PTUN setelah menerima putusan pemberhentian dari KPU RI. “Walaupun putusan DKPP itu final dan mengikat, kan itu merekomendasikan KPU RI untuk mengeluarkan pemberhentian saya sebagai ketua dan sampai hari ini tidak ada. Nanti yang saya gugat di PTUN itu adalah SK dari pemberhentian saya sebagai ketua,” ujarnya.
Pada prinsipnya, Ummi menyatakan menghormati putusan DKPP, selaku lembaga etik penyelenggara. Dia mengatakan telah mengikuti dua kali persidangan dan sudah membaca putusan DKPP, tetapi dia merasa tidak melanggar kode etik.
Sebelumnya, DKPP memberhentikan Ummi Wahyuni dari jabatannya sebagai Ketua KPU Jabar dalam sidang yang disiarkan secara langsung melalui siaran berbagi video pada Senin, 2 Desember 2024.
“Mengabulkan pengaduan pengadu untuk sebagian. Menjatuhkan sanksi peringatan keras dan pemberhentian dari jabatan ketua kepada peradu, Ummi Wahyuni selaku ketua merangkap anggota KPU Provinsi Jawa Barat, terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ujar Ketua DKPP Heddy Lugito dalam sidang terbuka.
DKPP menilai Ummi melanggar kode etik berdasarkan aduan politikus Partai Nasdem, Syarif Hidayat atau Eep Hidayat, dengan perkara nomor 131-PKE-DKPP/VII/2024 perihal pergeseran suara partainya kepada salah seorang calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Partai Nasdem di daerah pemilihan (dapil) IX yang meliputi Kabupaten Sumedang, Majalengka, dan Subang.
DKPP meminta putusan ini segera dilaksanakan selama tujuh hari ke depan. “Memerintahkan KPU untuk melaksanakan putusan ini sepanjang terhadap peradu paling lama tujuh hari sejak putusan ini dibacakan. Memerintahkan Bawaslu untuk mengawasi pelaksanaan putusan ini,” kata Heddy.
Kronologi dibacakan oleh salah seorang anggota DKPP. Fakta dimulai dari sidang pemeriksaan 6-11 Maret 2024. Saat itu, telah dilakukan rapat terbuka penetapan hasil pemilu Provinsi Jabar bahwa dapil Jabar IX yang meliputi Kabupaten Sumedang, Majalengka, dan Subang telah dilakukan pleno hari pertama, ketiga, dan kelima.
Namun, sebelum dilakukan penandatanganan, tidak ada upaya dari Ketua KPU Jabar Ummi Wahyuni untuk mengecek kebenaran dan kesesuaian dokumen yang akan ditandatangani. Terungkap fakta formulir D terhadap perbedaan suara partai Nasdem di Jabar IX pada nomor urut 5. Terjadi selisih suara 4.015 yang membuat penambahan suara pada caleg tertentu.
ANTARA
Pilihan editor: Sederet Pendapat Soal Turunnya Tingkat Partisipasi Pemilih pada Pilkada 2024
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini