Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ORGANISASI Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) meminta pemerintah Indonesia menghentikan pembangunan infrastruktur di area Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur. Keputusan itu merupakan hasil dari pertemuan Komite Warisan Dunia di Fuzhou, Cina, pada 16-31 Juli lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
UNESCO menyebutkan proyek infrastruktur pariwisata itu berdampak pada outstanding universal values (OUV). OUV merupakan salah satu kriteria UNESCO untuk menetapkan suatu destinasi wisata menjadi warisan dunia. “Analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) juga harus diserahkan dan ditinjau oleh Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN),” demikian yang tertulis dalam laporan, Ahad, 1 Agustus lalu.
Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia NTT Rima Melani Bilaut mengatakan keputusan tersebut merupakan sikap nyata terhadap keselamatan Taman Nasional Komodo. Investigasi majalah Tempo pada Januari lalu menemukan sejumlah persoalan dalam proyek ini. Hal itu adalah perubahan zonasi di Taman Komodo yang tidak sesuai dengan environmental impact assessment (EIA) UNESCO.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga tidak mensyaratkan amdal dalam proyek di Taman Komodo dan mengubah fungsi zonasi serta melepaskan kawasan konsesi pariwisata seluas 465,17 hektare kepada sejumlah korporasi. Salah satunya PT Komodo Wildlife Ecotourism yang disebut-sebut milik keluarga Setya Novanto yang terjerat kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Wiratno mengatakan pemerintah sedang menyusun revisi EIA untuk diserahkan ke UNESCO dan IUCN. Dia mengklaim pembangunan di taman nasional tak memerlukan amdal, melainkan cukup dengan pengelolaan lingkungan hidup-upaya pemantauan lingkungan hidup (UKL-UPL). “Tapi sebagai warisan dunia, ada kewajiban membuat EIA. Kami akan ikuti,” tutur Wiratno.
Baca: Dampak Penataan Wisata Komodo terhadap Penduduk dan Hewan Endemis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPK Lawan Putusan Ombudsman
Wakil ketua KPK, Nurul Gufron (tengah) memberikan keterangan tanggapan keberatan dan menolak rekomendasi hasil temuan pemeriksaan Ombudsman RI kepada media di gedung KPK, Jakarta, 5 Agustus 2021. TEMPO/Imam Sukamto
KOMISI Pemberantasan Korupsi menolak menjalankan putusan Ombudsman Republik Indonesia yang merekomendasikan pengangkatan 75 pegawai yang tak lolos tes wawasan kebangsaan. “Kami keberatan menindaklanjuti tindakan korektif yang disampaikan Ombudsman,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Kamis, 5 Agustus lalu.
Ada 13 poin keberatan KPK. Misalnya, KPK menganggap Ombudsman tak berwenang memeriksa pembentukan peraturan soal alih status pegawai. Sebelumnya, Ombudsman menilai terjadi sejumlah tindakan maladministrasi dalam tes wawasan kebangsaan.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, menilai keputusan KPK merupakan pembangkangan. Ia meminta Presiden Joko Widodo mengambil sikap dan memastikan pelantikan 75 pegawai KPK. Anggota Ombudsman, Robert Na Endi Jaweng, mengatakan lembaganya menunggu surat keberatan resmi dari KPK.
Pesawat Presiden Ganti Warna
PESAWAT Kepresidenan jenis Boeing 737-8U3 dicat ulang dari warna biru langit bercampur putih menjadi merah dan putih. “Ini sudah direncanakan sejak 2019,” ujar Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono, Selasa, 3 Agustus lalu.
Menurut Heru, pengecatan itu baru dilakukan saat ini karena menyesuaikan dengan jadwal perawatan pesawat oleh Boeing pada 2021. Biayanya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Adapun pengecatan dilakukan di dalam negeri.
Pemerhati penerbangan, Alvin Lie, memperkirakan biaya cat ulang pesawat itu menelan biaya Rp 1,4-2 miliar. Alvin menilai pengecatan pesawat tidak diperlukan karena usianya masih muda, yaitu tujuh tahun. Dia juga mengkritik pengecatan yang dilakukan di tengah masa pandemi. Apalagi sebagian masyarakat masih menghadapi krisis ekonomi dan sosial.
Mantan Koruptor Jadi Komisaris BUMN
Izedrik Emir Moeis, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, April 2014. Dok. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
MANTAN terpidana kasus suap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Lampung, Izedrik Emir Moeis, diangkat menjadi komisaris PT Pupuk Iskandar Muda pada 18 Februari lalu. Pupuk Iskandar merupakan anak usaha dari holding badan usaha milik negara PT Pupuk Indonesia (Persero). “Pengangkatan ini sudah mengikuti ketentuan dan persyaratan yang ada,” ujar juru bicara Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana, Rabu, 4 Agustus lalu.
Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas mengatakan kehadiran bekas terpidana korupsi di perusahaan negara merupakan keputusan yang meremehkan etika dan moral tata kelola negara. Anggota Komisi BUMN Dewan Perwakilan Rakyat, Achmad Baidowi, meminta Kementerian BUMN menjelaskan kepada publik ihwal pengangkatan Emir. “Yang jadi persoalan adalah aspek kepantasan dan etis.”
Dugaan Pemborosan Anggaran Covid-19 Jakarta
BADAN Pemeriksa Keuangan Jakarta menemukan dugaan pemborosan anggaran penanganan Covid-19 di Jakarta pada 2020. Pemborosan itu antara lain pengadaan 195 ribu masker N-95 merek Makrite 9500-N95 pada November 2020. “Masalah ini mengakibatkan pemborosan keuangan Rp 5,85 miliar,” demikian yang tertulis dalam laporan BPK.
Temuan kedua adalah pembelian 40 ribu alat rapid test bermerek Clunge pada Juni 2020. Menurut hitungan BPK, ditemukan selisih pembayaran senilai Rp 1,19 miliar dari dua kali pembelian alat uji cepat tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Jakarta Widyastuti menampik temuan BPK tersebut. “Tidak ada pemborosan, hanya masalah administrasi,” ujarnya, Jumat, 6 Agustus lalu. Wakil Gubernur Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan pemerintah DKI sudah memberi klarifikasi kepada BPK.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo