Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Aturan Kampanye, Aturan Setengah Hati

Semua partai ramai-ramai mencuri start kampanye. Pengawasan sulit, hukum pun lemah, jadi mengapa aturan itu tidak dicabut saja?

4 Januari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SRI Indiatun tersenyum lebar. Lautan kuning massa Partai Golkar di Alun-alun Kecamatan Cilacap Utara, 20 Desember silam, cukup membuktikan bahwa gawe Ketua Golkar Cilacap ini sukses. Kehadiran Akbar Tandjung di situ membuat wanita yang merupakan orang nomor satu Golkar di kabupaten paling selatan di Jawa Tengah ini semakin semringah. Siapa tahu ia mendapat nilai "10" dari Pak Ketua Umum. Matahari terik bersinar, seperti membakar peserta peringatan ulang tahun Golkar tadi. Lapangan pun tenggelam dalam warna kuning. Indiatun, yang juga Wakil Ketua DPRD Cilacap, tampil bersemangat menyeru massa agar menusuk gambar Beringin pada pemilihan umum mendatang. Tempik sorak ter- dengar bukan main riuhnya. Sebuah kampanye yang kepagian? Panitia Pengawas Pemilu Jawa Tengah memang segera menyemprit. Priiit! Indiatun dituding nyolong start kampanye. Kok, bisa? "Dia mengumpulkan massa di tempat terbuka, menggunakan atribut partai, serta mengimbau massa agar memilih partainya," ujar Ketua Panitia Pengawas Pemilu Jawa Tengah, Nur Hidayat Sardini, kepada TEMPO. Hidayat tak main-main. Dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD tadi sudah di- laporkan ke kepolisian dan Kejaksaan Negeri Cilacap. Pasal 138 (3) dalam undang-undang itu mengancam pencuri waktu kampanye dengan pidana penjara maksimal 3 bulan dan/atau denda pa-ling banyak sejuta perak. "Soal diproses sampai ke pengadilan, terserah pe- nyidik," ucapnya lagi. Rupanya bakal banyak yang senasib dengan Indiatun. Menurut Panitia Pengawas Pemilu Jawa Tengah, sebelas bupati di Jawa Tengah diduga kuat "pagi-pagi" berkampanye untuk PDI Perjuangan. Empat di antara mereka memang merangkap sebagai ketua Partai Banteng tingkat kabupaten. Bupati Demak Endang Setyaningdyah, misalnya, dituduh menyalahgunakan jabatan setelah menyeragamkan jas guru di daerahnya dengan warna merah. Kabarnya, para anggota Persatuan Guru RI juga sudah dikumpulkan dan diimbau agar memilih PDIP pada pemilu nanti. Lalu Bupati Cilacap diduga sudah berperan membuat buku-buku sekolah "merah" warnanya. Adapun Bupati Grobogan kedapatan menggunakan mobil berlogo "banteng gemuk mulut putih" saat melakukan kunjungan kerja ke daerah. Nah, di Sukoharjo, kabarnya si bupati mengumpulkan para camat buat di-PDIP-kan. Tapi Hidayat belum berani menyerahkan perkaranya ke polisi dengan dalih bukti dan saksi kuat belum terkumpul. Dua pekan lalu, Panitia Pengawas Pemilu Kota Malang juga menyemprit 16 partai yang menggelar kampanye terselubung. Padahal kampanye yang resmi baru diputar pada 11 Maret (sampai 1 April) 2004. Partai itu mendompleng acara Lebaran, Natal, tahun baru, serta temu kader. Ada partai besar semacam PDIP, Golkar, PKB, PPP, dan PAN. Partai barunya juga ada, di antaranya Partai Nasional Banteng Kemerdekaan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Bintang Reformasi, Partai Karya Peduli Bangsa, Partai Perhimpunan Indonesia Baru, Partai Patriot Pancasila, dan Partai Pelopor. "Golkar melakukan pelanggaran paling telak," kata Mochammad Syafik, ketua panitia pengawas. Panitia Pengawas Pemilu Surabaya bahkan tak segan menstempel semua partai peserta pemilu di wilayahnya sebagai pelanggar aturan masa kampanye. Namun, untuk bertindak, panitia rupanya gamang karena khawatir suhu politik makin panas. Akhirnya disepakati, pada 11 Januari 2004 semua atribut partai di tempat-tempat publik harus sudah dicopot. "Jika mereka masih bandel, kami tak mau kompromi," kata Mahmud Suherman, anggota panitia pengawas, agak mengancam. Seharusnya panitia pengawas bisa lebih tegas. Soalnya, akhir pekan lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat menerbitkan Surat Keputusan 701/2003 tentang kampanye pemilu anggota legislatif dan DPD. Di situ kampanye partai diartikan sebagai kegiatan meyakinkan pemilih yang bukan anggota dengan menawarkan program sesuai dengan waktu yang ditentukan KPU. Dalam aturan itu juga dijelaskan soal tata cara kegiatan kampanye, termasuk sanksi pelanggarannya. Partai-partai baru menjerit dengan aturan masa kampanye ini. Sebab, begitu mereka sah sebagai peserta pemilu pada 8 Desember lalu, larangan kampanye di luar jadwal langsung berlaku. Walhasil, mereka merasa dirugikan dan merasa partai lama yang menuai untung. "Lalu kapan kami sosialisasi?" ujar Wakil Sekretaris Jenderal Partai Perhimpunan Indonesia Baru, Taufan. Ketua Umum Partai Merdeka, Adi Sasono, menilai perlu redefinisi tentang batasan mencuri start. Mestinya hanya rapat umum dan arak-arakan yang dilarang karena berpotensi menimbulkan konflik antarpendukung partai. Keluhan partai kecil ini didukung Ketua Panitia Pengawas Pemilu Pusat, Komaruddin Hidayat. Tapi ia menyesalkan mengapa mereka diam saja, tak ngotot supaya diperlakukan adil. "Mereka mestinya speak-out melalui Panwaslu," katanya kepada TEMPO pekan lalu. Tapi apa benar perlu membatasi kampanye ini? Di zaman komunikasi canggih ini, akan sangat sulit membatasi partai "menjual diri". Bekas anggota panitia penyusun Undang-Undang Pemilu, Ferry Mursyidan Baldan, yakin pengaturan tak bisa sangat ketat. Orang Golkar ini berpendapat seharusnya soft campaign menjelang masa kampanye masih diperbolehkan. "Jangan banyak dilarang, tapi diatur," katanya. Ferry didukung anggota partai besar yang lain, Ketua PDI Perjuangan Roy B.B. Janis. Dalam bahasa lain, Roy berharap KPU "bijaksana" dalam melaksanakan undang-undang, yakni tidak terlalu ketat dengan aturan. "Kalau ketat, kami saja repot, apalagi partai baru," ujarnya diplomatis. Memang aturan kampanye masih banyak yang remang-remang. Sudah jamak diketahui, kegiatan merayu massa bisa dilakukan dengan banyak "selimut penutup": pembagian bahan kebutuhan pokok, ulang tahun partai, atau bakti sosial. Tanpa perlu rapat umum pun, kampanye terselubung bisa dilaksanakan. Dan jangan lupa, bakti sosial, apalagi bagi-bagi bahan pokok, bisa lebih efektif menjaring pendukung ketimbang pidato orang partai tentang program, yang biasanya membosankan. Walhasil, selama ada naluri partai dan politikus buat merayu massanya, dan penegakan hukum yang tegas sulit dilakukan, selama itu pula kampanye terselubung terjadi. Maka yang harus dilakukan, menurut Komaruddin, Panitia Pengawas Pemilu, KPU, dan semua partai kembali duduk bersama dan menyepakati aturan main baru agar tak ada yang dirugikan. Di sana bisa ditegaskan kembali delapan aturan kampanye. Partai yang sudah tak tahan untuk bergerilya, asalkan di luar delapan aturan kampanye, menurut anggota Panitia Pengawas Pemilu, Didik Supriyanto, silakan saja mulai bergerak. Sesungguhnya aturan pembatasan kampanye dengan segala tetek-bengeknya sudah tidak menarik dibicarakan. Aturan itu adalah warisan zaman Orde Baru, yang agaknya ditujukan agar rakyat tidak lekat dengan partai di luar partai pemerintah. Pemerintah Soeharto tak ingin partai-partai bergiat di luar masa pemilu, menurut Arbi Sanit dari Universitas Indonesia. Rakyat pun dijauhkah dari politik praktis. Rakyat diperlukan hanya lima tahun sekali, dalam pemilu. "Dalam lima tahun, rakyat hanya dilibatkan dalam politik pada masa kampanye," ujar Arbi. Sudah sering terdengar dari pemilu ke pemilu bahwa partai A atau B melanggar aturan kampanye. Toh, tidak ada sanksi yang tegas untuk partai yang melanggar. Pengawas pemilu pun kerepotan memelototi kegiatan setiap partai. Ketimbang aturan kampanye hanya menjadi "singa kertas", bukankah lebih baik sekalian dicabut? Setiap partai boleh kapan saja mengunjungi pemilihnya. Dengan begitu, rakyat juga tidak diajak berpolitik hanya lima tahun sekali. Jobpie Sugiharto, Sohirin (Semarang), Sunudyantoro (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus