Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Melimpah Berkat Juara Sandek

Partai Keadilan Sejahtera menjadi partai favorit pengirim pesan pendek dalam polling di koran dan TV. Bisakah mendongkrak tujuh kursi DPR mereka?

4 Januari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Presiden baru RI masih sepuluh bulan lagi dilantik, tapi Hidayat Nurwahid sampai pekan ini masih bertahan sebagai presiden terpilih versi polling sandek di Koran Tempo, SCTV, dan berbagai media lain. Mungkin polling model sandek (pesan pendek) alias short message service begini tidak bisa dikatakan mewakili pilihan masyarakat yang sebenarnya, tapi ternyata "kemenangan" Hidayat Nurwahid membawa hikmah bagi partai itu.

Hikmah itu, antara lain, bisa dilihat Sabtu pekan lalu di ruang tamu Wahyu Prihantono di Kompleks Angkatan Laut, Jati Makmur, Pondok Gede. Ketua Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menerima serombongan tamu dari Generasi Muda Sriwijaya yang berhasrat masuk ke partainya. Bukan hanya hari itu. "Selama seminggu ini, kami mendapat berkah banyak tamu," ujar Wahyu kepada TEMPO.

Itu semua berkah kemenangan PKS dan Hidayat Nurwahid di sejumlah polling. Kantor partai yang dulu bernama Partai Keadilan itu di Jalan Rajawali Raya, Bekasi, kebanjiran ribuan calon anggota baru. "Harus diakui, itu imbas polling di SCTV. Kita kayak mendapat iklan gratis," ujar Wahyu tentang jajak pendapat yang sudah tiga pekan ditayangkan stasiun televisi itu.

Sampai 31 Desember lalu, PKS dan Hidayat memang menang dalam polling SCTV dengan menerima 28,55 persen suara atau setara dengan 40.560 pengirim pesan pendek. Dalam kategori partai, PKS juga berjaya dengan mendapatkan 45,62 persen suara atau 145.259 pesan pendek. Dalam jajak pendapat Koran Tempo, keduanya juga meraih dukungan terbanyak.

Banyak yang mengkritik model polling macam begini. Yang dikritik banyak hal, mulai metodologinya sampai dugaan adanya mobilisasi oleh partai itu—sesuatu yang dianggap mengaburkan penilaian masyarakat. Dugaan begini dibangun dari sejumlah pesan pendek yang mengajak penerimanya memilih PKS dan Hidayat, termasuk yang diterima wartawan majalah ini. Tak jelas asal muasalnya, pesan itu berbunyi, "Saudaraku, ayo dukung kami. Ikuti polling di SCTV."

Partai dengan nomor urut 16 dalam pemilihan umum mendatang itu memobilisasi massanya? Ketua Departemen Komunikasi dan Jaringan PKS, Suryama M. Sastra, membantah. Menurut dia, pesan pendek berantai yang datang silih berganti itu merupakan inisiatif antarkader. "Tak perlu instruksi pengurus untuk hal seperti itu," ujar Suryama, yang mengaku aktif ikut mengirim ke SCTV. Ia katakan ajang ini efektif untuk mendongkrak popularitas partainya. "Itu tidak by design. Kita hanya memanfaatkan bambu runcing yang tersedia. Apa salahnya?" ujar Suryama sembari tertawa.

Memang tak ada yang salah. Apalagi, menurut Dani Anwar, Ketua Tim Mobilisasi Massa PKS Wilayah DKI Jakarta, dukungan pesan pendek itu muncul dari kesadaran warga PKS yang merasakan begitu susahnya mengikuti verifikasi partai dan gagalnya lolos electoral threshold pada Pemilu 1999. Partai Keadilan dalam pemilu lalu hanya mendapatkan tujuh kursi, masih kurang dari dua persen jumlah total kursi DPR. "Itu pelajaran berharga," kata Dani, yang kini anggota DPRD DKI Jakarta.

Menurut perkiraan Dani, di Jakarta ada sekitar 60 ribu kader dan 200 ribu simpatisan PKS. Seperempat di antaranya memegang handphone. Cuma, jum-lah itu tak seberapa dibandingkan dengan partai besar. "Jadi, ini soal militansi saja," kata Dani, yang mengaku mengajak istri dan sejumlah kawannya ikut mengirim pesan pendek.

Bagi SCTV, ide polling partai dan calon presiden favorit hanya usaha mengajak partisipasi masyarakat sekaligus menyosialisasi nomor urut partai peserta Pemilu 2004. "Makanya, begitu nomor urut partai diundi, esoknya kita mulai polling dengan pertanyaan partai mana pilihan pemirsa," ujar R. Nurjaman, Manajer Senior Bidang Pemrosesan SCTV.

Nurjaman mengakui, dari sisi metodologi, jajak itu memang tak mencerminkan pandangan masyarakat yang sebenarnya. Namun ia menjamin sistem penghitungannya fair karena dilengkapi blocking system yang terintegrasi antara handphone, website, dan televisi secara realtime. Sistem itu tak memungkinkan satu nomor handphone mengirim lebih dari sekali. "Ada satu nomor yang mengirim 174 kali. Semuanya terekam, tapi sistem mencatatnya sebagai satu suara saja," kata Nurjaman.

Alhasil, PKS dan Hidayat Nurwahid sementara ini memimpin. Dan itu iklan yang luar biasa. Menurut penghitungan Suryama, jika partainya harus beriklan di TV, akan habis Rp 70 juta hingga Rp 250 juta.

Soalnya tinggal bagaimana sang "juara sandek" benar-benar mewujudkan kemenangan di layar kaca itu menjadi kemenangan di alam nyata. Itu tak mudah. Soalnya, pesan pendek tidak bisa dikirim ke bilik pemungutan suara. Dan mayoritas pemilih ada di pedesaan, lapisan besar rakyat yang tidak mengenal teknologi bernama handphone.

Adi Prasetya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus