TIGA pasang suami-istri ini mungkin tak bermimpi ditakdirkan berpolitik, apalagi masuk daftar calon legislatif dalam satu partai yang sama. Bercokol di "nomor jadi" lagi. Namun, itulah fakta yang bisa disimak dari daftar yang diserahkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ke KPU, akhir Desember lalu. Di situ tertera tiga sejoli: Tosari Widjaja dan istrinya, Machsusoh; Asnawi Latief dan Mahsanah; lalu Usamah M. Hader dan Emilia Contessa.
Tosari jelas tak perlu mimpi. Wakil Ketua DPR ini sudah jadi orang penting di partai berlambang Ka'bah itu. Ia dipasang bersama istrinya di daerah pemilihan Jawa Timur II dan VII. Asnawi-Mahsanah dipajang di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Emilia Contessa? Bersama suaminya yang berjuluk habib itu, dibantu putrinya, penyanyi Denada Tambunan, ia bertugas mendongkrak suara partai di kawasan basis PKB di Karesidenan Besuki, Jawa Timur—dikenal dengan areal "Tapal Kuda".
Partai politik buat sanak-kadang, begitu kata orang. Di luar itu, ada nama Nur Agus Haz dan Fahrizal Zain Badjeber. Nur Agus adalah putra Ketua Umum PPP yang juga Wakil Presiden Hamzah Haz. Sedangkan Fahrizal anak politikus senior Zein Badjeber—yang tak lagi berambisi berkantor di Senayan. Maka, jadilah sang anak sebagai penerima warisan jabatan politik. Agus berada di posisi nomor 3 untuk wilayah DKI (yang jadi andalan partai ini), sementara Fahrizal nomor 4 untuk Magelang, Jawa Tengah.
Pencantuman calon legislatif model "amfibi" (anak, menantu, famili, dan bini) memang bukan hal baru. Meski hal itu lebih lekat dengan Golkar pada era Orde Baru, PPP juga pernah menerapkannya pada Pemilu 1987. Jaelani Naro selaku komandan partai menerapkannya secara membabi buta. Selain men- cantumkan Husein Naro, anaknya, se-bagai calon legislatif jadi dari Jawa Barat, ia juga memasang dua adiknya, Ir. Wibowo Naro dan Ny. Yulinar Naro, masing-masing untuk daerah pemilihan Sumatera Barat dan DKI.
Namun, tiga pasang suami-istri tersebut tak terinspirasi model Naro. Menurut anggota Lajnah Penetapan Calon Legislatif PPP, Djuhad Mahja, ini serba kebetulan. Mereka semua aktivis partai dan telah bekerja keras membina daerah pemilihan masing-masing. Emilia, misalnya, enam bulan terakhir rela tak menjejakkan kaki di Jakarta. Selama itu, dia bersama suaminya mengisi hari-hari mereka dengan temu kader di Situbondo dan Banyuwangi, daerah asal penyanyi yang kini kerap berkerudung dan berjaket hijau itu. Ia tak segan ngamen hingga ke desa-desa yang menjadi basis PKB sekalipun.
Begitu pun dengan Machsusoh. Menurut Tosari, istrinya telah bertahun-tahun membina daerah Magetan, Ngawi, Trenggalek, Ponorogo, dan Pacitan—semuanya di Jawa Timur. Selain tercatat sebagai anggota Majelis Pakar PPP, ia juga aktif di Muslimat, sebuah badan otonom NU. Apalagi ayah Machsusoh juga dikenal sebagai pengasuh tarekat. "Tiap pengajian, ribuan orang tumplek di sana," katanya.
Bagaimana dengan Mahsanah? Djuhad punya dalih lain. Pencantuman istri Asnawi Latief itu semata untuk memenuhi kuota calon legislatif perempuan sebanyak 30 persen. Karena itu, ia ditempatkan di nomor lima, yang amat tipis peluangnya untuk jadi. "Jujur saja, kita sulit cari calon legislatif perempuan. Dia dan Denada kan vote getter saja," kata Djuhad.
Di partai lain, kondisinya tak jauh berbeda. Kedua adik Taufiq Kiemas—suami Ketua Umum Megawati—Nazarudin Kiemas, dan Santayana Kiemas juga masuk nomor topi. Nazarudin dipasang sebagai calon legislatif jadi untuk Palembang, Sumatera Selatan, sedangkan Santayana masuk Banten.
Partai Kebangkitan Bangsa idem dito. Dr. Umar Wahid, adik Ketua Dewan Syuro K.H. Abdurrahman Wahid, menjadi calon legislatif nomor 2 di Kebumen, Jawa Tengah, dan K.H. Noorhadi, paman Sekretaris Dewan Syuro Arifin Djunaedi, menempati posisi nomor satu di Bali. Tapi, menurut Muhaimin Iskandar, di PKB penempatan calon legislatif seperti itu dimungkinkan asal tidak lebih dari dua orang. "Itu sudah permakluman dari Gus Dur," kata Muhaimin, yang saat ini menjadi Wakil Ketua DPR.
Partai pendatang baru sama pula. Ketua Umum Partai Nasional Banteng Kemerdekaan, Eros Djarot, memasang sang kakak, Slamet Rahardjo, sebagai calon legislatif nomor 2 di Bandung, Jawa Barat. Sementara Fikri Haekal menjadi calon legislatif nomor 2 di Riau dari Partai Bintang Reformasi (PBR) pimpinan sang bapak, dai kondang Zainuddin M.Z. "Pengurus setempat minta dia untuk vote getter karena face dan gaya bicaranya mirip Pak Zainuddin," kata Wakil Sekjen PBR, Ahmad Muzani. Ada-ada saja.
Sudrajat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini